TITIK TEMU
[59] Tidak punya akun
_______________________
Kisah cinta pada jaman SMA sudah biasa terjadi di kalangan anak muda. Mereka akan mencari dan bertemu dengan pasangan yang mereka suka atau yang menyukai mereka. Cinta pada masa putih abu-abu terkadang meninggalkan harapan yang cukup tinggi untuk dimiliki. Beberapa yang baru merasakan yang namanya cinta, menganggap bahwa cinta akan dengan mudah didapatkan. Padahal kenyataannya, jatuh cinta tidak semulus yang dibayangkan. Sama seperti yang Liliana rasakan saat ini. Dia hanya bisa mengagumi seorang Albi yang begitu dekat dengannya, namun tidak menyadari tentang perasaannya.
Liliana tidak menyangka bahwa seorang Albi yang dingin tiba-tiba mendeklarasikan dirinya sebagai pacar seorang cewek populer yang pernah dibenci Albi sendiri, Shena. Liliana tidak pernah berpikir bahwa tipe Albi adalah sosok cewek yang top yang mempunyai wajah cantik dan kehidupan yang sempurna. Tentu saja Liliana kecewa, padahal Albi pun tak pernah tahu perasaannya karena Liliana tidak pernah memperlihatkan rasa tertariknya di depan Albi.
Namun, setelah Albi mempunyai hubungan, barulah Liliana merasa sangat kosong. Bahkan untuk sekedar melupakan saja, rasanya sangat sulit. Bohong jika dirinya tidak berharap memiliki Albi. Menurutnya, setiap orang yang jatuh cinta, pasti akan selalu berharap untuk memiliki orang yang dicintainya bagaimanapun caranya. Sayangnya, Liliana sudah terlambat. Sekarang yang ada di dalam pikiran Albi hanyalah satu cewek—cewek yang tidak pernah hilang dari pandangan Albi, Shena.
Liliana beranjak dari duduknya ketika mereka baru saja duduk disalah satu bangku kantin. Ada Shena, Albi, Sofya, Nandan, dan Rilo di sana. Namun tampaknya, Liliana membutuhkan waktu untuk sendiri.
"Gue mau ke kelas dulu, ya!" Ucap Liliana sambil memandang ke arah teman-temannya.
Shena mendongak menatap Liliana yang sejak tadi memang sudah aneh kepadanya, "Lo enggak mau makan dulu, Lil? Nanti istirahat kedua 'kan masih lama."
"Benar yang diomongin Shena. Kenapa buru-buru banget sih? Kalau masalah tugasnya, kita bisa kerjain nanti. Santai aja sama gue mah, biar gue bantu nulis." Sambung Sofya yang meminta Liliana untuk duduk kembali.
"Ayo makan bareng dulu. Mumpung ada Shena juga." Tandas Nandan yang semakin membuat Liliana kesal.
"Kalau Lo enggak makan bareng, Shena enggak bakalan mau ikutan drama lho." Sahut Rilo yang semakin membuat telinga Liliana panas.
Liliana mengepalkan tangannya dengan kesal, "gue enggak mau makan!"
Setelah mengatakan itu, Liliana meninggalkan bangku di mana teman-temannya duduk bersama. Bahkan Liliana merasa bahwa posisinya tergantikan dengan adanya Shena di sana. Cewek itu sudah mengambil tempatnya, disamping Albi. Membuat semua temannya tidak mempedulikannya. Apakah karena dia kalah cantik, maka segalanya harus Shena?
"Kenapa sih dia?" Tanya Rilo yang menatap kepergian Liliana dengan kesal. "Perasaan dari tadi mukanya kaya badmood gitu. Ada masalah apa memangnya?" Sambung Rilo yang kembali menyeruput minumnya.
"Tahu deh! Cewek selalu aja gitu kalau ditanya enggak pernah mau jujur kenapa." Tandas Nandan yang memang sering menemukan kasus yang sama pada banyak cewek.
Sofya memukul lengan Nandan dan membuat cowok itu meringis kesakitan, "cewek terus! Lo pikir cowok pada jujur kalau ditanya?"
"Mungkin mau datang bulan kali," sahut Rilo kembali.
Albi beranjak dari duduknya, "gue mau nyusul Liliana. Kalian di sini aja makan siang."
"Gue ikut!" Ucap Shena.
Albi menggeleng pelan, "Lo makan aja bareng mereka. Gue mau ngobrol dulu sama Liliana sebentar."
Shena mencebikkan bibirnya karena dilarang oleh Albi. Cowok itu hanya meletakkan tangannya di atas kepala Shena dan mengelusnya pelan.
"Gue janji bakalan~" ucapan Albi terpotong dengan ucapan Shena yang tiba-tiba.
"Enggak usah janji-janji lah! Gue enggak mau dikasih janji!" Tandas Shena yang menyingkirkan tangan Albi dari kepalanya.
"Udah-udah, biar kita aja yang nyusulin Liliana. Kalian berdua makan berdua aja." Ucap Nandan yang menengahi Albi dan Shena. Ucapannya pun ditanggapi Sofya dan Rilo dengan anggukan bersama.
Albi menghela napas panjang, "oke, kalau gitu! Kalau ada masalah jangan lupa kabarin, ya!"
"Sip!" Jawab Rilo memberikan ibu jarinya.
Mereka bertiga beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kantin. Albi sendiri kembali duduk disamping Shena yang memasang wajah sebal. Shena juga tidak mengerti mengapa dirinya se-egois itu. Tetapi, wajar 'kan?
"Lo kenapa sih?" Tanya Albi yang menatap Shena.
Shena menggeleng pelan, "kenapa memang? Gue enggak kenapa-napa kok!"
Albi kembali diam, cowok itu beranjak untuk memesan makanan untuknya karena Shena tidak ingin makan. Shena menatap beberapa pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ada juga notifikasi dari akun sosial medianya yang lain—lagi-lagi Shena panen hujatan yang tidak pernah dia tahu mengapa orang-orang yang sama sekali tak mengenalnya malah sangat membencinya seperti itu.
Tidak berapa lama kemudian, Shena merasakan ponselnya menghilang dari genggamannya—berpindah ke tangan Albi. Shena membulatkan matanya sambil meraih ponselnya kembali, namun tidak diberikan juga oleh Albi. Cowok itu memasukkan ponsel Shena ke dalam sakunya, persis seperti yang pernah Albi lakukan beberapa minggu lalu.
"Balikin handphone gue!" Gerutu Shena sambil meminta kembali ponselnya.
Albi menyodorkan sendok berisi siomay di depan mulut Shena, "nih, makan! Enggak baik baca komentar orang-orang yang enggak kenal Lo..."
"Enggak mau!" Tandas Shena yang menutup mulutnya rapat-rapat.
Albi memasukkan sendok itu ke dalam mulutnya dan memakan siomay itu. Cowok itu melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap Shena yang memasang wajah kesal.
"Lo enggak bisa meminta semua orang untuk mengendalikan tangan dan pikiran mereka. Tapi Lo bisa mengendalikan tangan dan pikiran Lo untuk enggak membaca komentar yang menyudutkan Lo. Enggak ada satupun manusia yang bisa sepenuhnya memahami Lo. Bahkan diri Lo sendiri aja belum tentu mengerti. Jadi ... jangan biarkan orang lain mengambil bagian dalam menilai hidup Lo. Karena yang paling tahu tentang kehidupan Lo, ya cuma Lo doang." Sambung Albi serius.
"Gue nyebelin, ya?" Tanya Shena dengan sungguh-sungguh.
Albi mengangguk dengan cepat, "ya, kalau soal itu, gue akan mengiyakan. Gue setuju kalau Lo nyebelin."
"Terus kenapa Lo mau sama gue?" Tandas Shena sebal karena mendengar jawaban Albi.
Albi berpikir sejenak, "karena Lo cantik, itu yang pernah Lo kasih tahu sama gue."
Shena ingin sekali menertawakan jawaban Albi yang sebenarnya bukan jawaban yang sebenarnya. Bahkan Shena tidak bisa menggolongkan ucapan Albi ini sebagai pujian atau hinaan, karena benar-benar terdengar aneh. Albi bahkan tidak memperlihatkan ekspresi yang begitu jelas, menyebalkan.
"Btw, selama kita pacaran, gue cuma punya kontak Lo doang. Tapi enggak pernah tahu akun sosmed Lo apaan. Sini bagi, biar gue follow duluan." Ucap Shena dengan memasang wajah senangnya.
"Rainbow cafe," jawab Albi dengan sangat-sangat jelas.
"Akun Lo!"
"Itu akun gue,"
"Maksudnya yang pribadi!"
"Itu pribadi."
"Elo yang pakai,"
"Itu gue yang pakai."
Shena ingin sekali memukul Albi karena kesal mendengar jawaban cowok itu.
"Huft, yang pakai nama Lo sendiri!"
Albi berpikir sejenak, "sepertinya gue enggak punya!"
•••••