46

1154 Words
TITIK TEMU [46] Kadangkala melelahkan! _____________________________ Albi sudah terlihat badmood sejak beberapa cowok datang ke kelasnya dan berjalan santai ke bangkunya untuk menemui Shena. Orang lain mengira bahwa wajah Albi yang seperti itu menunjukkan sebuah perasaan kecemburuan yang biasa diperlihatkan seseorang karena pasangannya didekati cowok lain. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah, Albi tidak mau mereka semua mengganggu waktu belajarnya yang berharga. Setiap kali Albi hendak mengerjakan soal, ada saja yang mendekati bangkunya dengan mengatakan maksud dan tujuannya keras-keras; agar Albi mendengarnya. Tentu saja semua cowok itu punya tujuan yang jelas selain memberikan formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang harus diikuti. Paling tidak, satu murid mengikuti satu ekskul. Karena Shena belum menentukan mau ikut apa, mereka semua meluangkan waktunya untuk datang ke kelasnya dan mempromosikan ekskul dari masing-masing perwakilan. Dan mereka-mereka yang datang ke kelasnya adalah cowok semua, rata-rata ketua ekskul itu. Nandan, Liliana, dan Sofya cukup menikmati pemandangan yang tidak biasa—melihat wajah badmood Albi yang mereka kira karena cemburu. Padahal, Albi sudah berusaha untuk fokus mengerjakan soal-soal, namun diganggu dengan suara-suara mereka yang cukup kencang. Sebenarnya, mereka mau promosi tentang ekskul atau mau mempromosikan diri sendiri? Albi menggeleng pelan, rasanya ingin tertawa namun sengaja dia tahan. Sampai akhirnya, dia tidak bisa menahan tawa ketika ketua tim basket sekolah mengajaknya untuk menjadi anggota cheerleaders. "Shena, Lo cewek yang paling cantik dan populer di sekolah kita. Kalau Lo masuk tim cheerleaders sekolah, gue bakalan minta sama pelatih untuk jadiin Lo kapten cheers-nya. Supaya kita bisa barengan nanti..." Ucap cowok dengan kaos tim basket sekolah, Randy. Dengan tanpa dosa, Albi tertawa mendengarnya. Cowok itu bahkan tidak bisa menyembunyikan wajah jijiknya karena mendengar sebuah gombalan receh dan janji manis namun pahit yang selalu diutarakan Randy kepada cewek-cewek cantik di sekolah mereka. "Sorry, sorry ... omongan Lo terlalu lucu untuk gue dengar." Ucap Albi sambil menutup mulutnya. "Btw, berulangkali gue dengar Lo bilang begitu sama beberapa cewek yang berbeda deh. Contohnya sama si Lauren yang jadi kapten tim cheers sekarang. Lo enggak mau bikin cewek gue diamuk sama yang lain 'kan karena dianggap merebut posisi yang lainnya? Lagipula, Shena enggak bisa joget-joget kaya gitu di lapangan." Sambung Albi dengan menatap Randy. "Cheerleaders enggak joget-joget, Bi. Lo kalau enggak tahu, mendingan diam aja deh! Toh, Shena-nya juga belum jawab apa-apa." Tandas Randy tidak terima. Shena yang duduk disamping Albi pun hanya menggeleng pelan, "gue mau masuk ekskul PMR! Sorry, ya!" "APA?" Teriak Albi dan Randy bersamaan. Tentu saja Albi kaget dengan pernyataan Shena yang ikut ekstrakurikuler yang sama dengan dirinya. "Iya ... gue udah isi formulirnya tadi. Gue mau satu ekskul sama pacar gue. Jadi, lebih baik Lo balik ke kelas aja dan thank's untuk tawarannya. Gue menghargai banget! Tapi Albi benar, gue enggak mau merebut posisi apapun dari siapapun. Gue juga enggak bisa joget-joget di lapangan." Tandas Shena yang mengatakan hal yang sepertinya Albi. Albi tersenyum puas karena merasa dirinya menang, "gue 'kan tadi udah bilang! Shena enggak mau joget-joget di lapangan." Randy hanya memasang senyum kikuk ke arah Shena dan berlalu pergi dengan kecewa. Liliana dan Sofya heboh sendiri karena melihat cara Albi menanggapi cowok-cowok yang mencoba menggoda Shena. "Kenapa Lo ikut PMR?" Tanya Albi memasang wajah curiga. Tettt... Bel pulang berkumandang, mereka semua membereskan meja masing-masing untuk segera keluar dari kelas. Kebetulan guru mereka sedang ada workshop, tugas sudah diberikan dan waktunya mereka pulang. "Jadi ke rumah Rilo enggak?" Tanya Nandan yang lebih dulu mendatangi meja Shena dan Albi. Albi hanya mengangguk, memberi isyarat bahwa acara mereka akan terlaksana; menjenguk Rilo yang katanya sakit. "Shena beneran enggak ikut?" Tanya Liliana menatap Shena yang sibuk memasukkan bukunya ke dalam tas. Shena menggeleng pelan, "gue harus pulang tepat waktu. Simon udah ada di depan sekarang. Titip salam aja buat Rilo. Bilangan maaf karena enggak bisa datang jenguk dia." "Oke ... hati-hati ya, Shen." Ucap Sofya yang melambaikan tangannya kepada Shena yang sudah beranjak lebih dulu. "Gue balik duluan!" Pamit Shena berpamitan kepada teman-temannya. "Shen," panggil Albi ketika cewek itu hampir keluar dari kelas. "Hm," Albi mendekat ke arah Shena, "gue mau minta ijin buat boncengan sama Liliana. Boleh?" Shena menatap teman-temannya dengan wajah bingung, "ya, enggak pa-pa, boleh! Kenapa Lo tanya?" "Lo 'kan pacar gue sekarang. Paling enggak, gue bilang sama Lo. Ya udah, sana balik! Nanti gue telepon kalau sampai rumah." Sambung Albi yang mendorong Shena pelan untuk segera pergi. Shena menganggukkan kepalanya pelan dengan kikuk, melambaikan tangannya ke arah teman-temannya dan berlalu meninggalkan ruangan kelas mereka. Nandan, Liliana, dan Sofya saling pandang—apakah yang mereka lihat ini Albi? Mereka tidak habis pikir, seorang Albi meminta ijin kepada pacarnya untuk boncengan dengan cewek lain! Benar-benar hal langka yang membuat mereka akan menjuluki Albi dengan kata 'Kang Bucin'. Tanpa banyak berkomentar, mereka langsung menuju parkiran dan naik ke motor masing-masing. Albi pun sama, tidak banyak bicara selama perjalanan. Cowok itu hanya sibuk menatap jalanan dan sesekali dia menanggapi ucapan Liliana yang mengajaknya bicara. Liliana cukup tahu diri untuk mengajak Albi bicara selama perjalanan. Tidak mungkin 'kan dia diam saja? Sudah numpang, diam lagi. "Lo bucin banget sama Shena, deh! Enggak nyangka gue kalau Lo bisa suka sama cewek juga." Ucap Liliana sambil tertawa. "Hm ... Semuanya terjadi tiba-tiba aja gitu. Gue bilang kalau dia cewek gue dan Shena fine-fine aja, berarti enggak ada masalah 'kan? Kita pacaran pun sesederhana itu! Tanpa bilang suka, tanpa bilang cinta, enggak perlu kata romantis. Karena gue sama dia itu sama. Kita berdua adalah satu paket rahasia. Jadi, punya hubungan dengan seseorang yang mempunyai perasaan yang sama dengan kita—adalah sebuah keberuntungan." Ucap Albi serius. Liliana mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Sebenarnya, ada perasaan yang sedang dia jaga agar tidak pernah sampai kepada orang yang diberikan perasaan. Liliana sama dengan cewek lainnya, ada perasaan yang membuatnya ingin terus bersama dengan Albi. Bukan hanya sekedar perasaan sahabat kepada sahabatnya. Namun ada perasaan lebih; Liliana jatuh cinta kepada Albi. Sudah lama, sangat lama, dan entahlah sampai kapan akan berhenti. Terkadang, dia ingin sekali mengatakannya kepada Albi, tetapi cowok itu memberikan dinding pembatas yang amat tinggi untuk dinaiki. "Kalau gitu ... Lo suka sama Shena?" Tanya Liliana sambil menggigit bibir bawahnya. Albi mengangguk pelan, "kita udah sampai di rumah Rilo. Lo bukannya mau jenguk Rilo? Jadi ... jangan terus bahas masalah gue ya, Lil. Gue tahu Lo penasaran, tapi tetap aja semua yang Lo tanyakan tadi itu adalah sebuah privasi untuk gue. Kadang, kita enggak perlu menjawab apa yang orang lain tanyakan. Karena kadang, apa yang kita maksud, belum tentu akan diterima dengan baik oleh orang yang bertanya. Gue enggak mau Lo atau orang lain, berspekulasi yang enggak-enggak." Liliana memilih untuk turun dari motor Albi, lalu melepaskan helm yang tadi melindungi kepalanya. Cewek itu mendadak diam, namun terus tersenyum walaupun rasanya sulit. Sofya dan Nandan juga baru saja sampai. Mereka semua berjalan ke arah pintu besar di mana Rilo tinggal. Mencintai seseorang, terkadang melelahkan. Apalagi mencintai orang yang tidak bisa kita miliki dan tidak mencintai kita. Rasanya sungguh sangat menyakitkan. •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD