TITIK TEMU
[23] Rasanya Punya Teman!
_____________________________
Acara pagi ini adalah foto dan membuat video untuk di-upload ke aplikasi Watching. Manajernya yang merupakan teman Papinya sudah memberikan jadwal satu Minggu ke depan; kapan membuat video baru, upload video, dan pemotretan untuk endorse. Setelah selesai, Shena memilih untuk menikmati waktu sendirinya dengan meminum teh hijau yang dibuatkan oleh salah satu asisten pribadinya. Terlihat Simon baru saja membuka pintu ruangan kerja Papinya dan berjalan ke arahnya. Shena meminta Simon untuk meninggalkannya dengan isyarat kepala dan Simon paham dengan hal itu.
Hari ini, Shena akan kedatangan tamu. Tidak biasanya bukan, Shena kedatangan tamu. Bahkan selama ini, dia tidak pernah membawa orang lain ke rumahnya. Alasannya mudah saja, Shena tidak punya teman. Makanya, baru kali ini ada yang datang untuk menemuinya di rumah. Cewek itu hanya mengenakan kaos putih dan juga celana jeans biru. Penampilan Shena cukup sederhana, tidak ada yang spesial. Sebenarnya, dia malas untuk melakukan kegiatan apapun pagi ini. Namun karena tuntutan tugas, Shena bisa apa?
Toh, dia harus mengerjakan tugas bersama dengan orang yang cukup menyebalkan—Albi. Karena tidak mau nilai mereka terancam, Albi maupun Shena akhirnya sepakat untuk berkelompok. Sedangkan waktu mengerjakan dan tempat untuk mengerjakan, Nandan yang memilih. Cowok itu meminta untuk datang ke rumah Shena, katanya sebagai perkenalan tempat saja. Supaya mereka bisa main ketika ada waktu. Akhirnya, Shena memberi ijin meskipun dengan perasaan bingung.
Shena tidak tahu bagaimana caranya menyambut tamu yang datang ke rumahnya, terlebih teman sekolah. Karena Shena belum pernah melakukannya sama sekali. Ada perasaan gugup yang melandanya, mungkin karena memang tidak biasa sama sekali.
Tidak lama kemudian, terdengar pintu gerbang utama dibuka. Shena menggigit kukunya dan berdiri dari duduknya. Cewek itu menyuruh salah satu asistennya untuk mengambil cangkir teh hijaunya yang telah tandas isinya. Dia berjalan keluar, mendekat ke arah pintu utama.
"Nona," panggil Simon mendekat ke arah Shena. "Ada teman-teman sekolah Nona." Lapor Simon sambil menunjuk ke arah depan.
Shena hanya mengangguk, "Lo ke dalam aja. Gue mau bareng sama mereka, tanpa Lo!"
"Baik, Nona." Ucap Simon dan berjalan meninggalkan ruang tamu.
Terlihat beberapa orang berjalan dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada dua cewek dan dua cowok yang tengah berjalan sambil berbincang. Membuat Shena semakin gugup dan bingung harus berbuat apa.
"Selamat pagi, Nona. Saya antarkan teman-teman Nona kesini." Ucap penjaga depan kepada Shena setelah teman-temannya berada di depannya.
Shena mengangguk, "oke!"
"Shena..." Heboh Liliana dan Sofya sambil memeluk Shena.
Shena yang diperlakukan seperti ini cukup kaget. Namun jujur saja, dia tidak keberatan dengan perlakuan kedua teman ceweknya ini.
"Rumah Lo gede banget, gila!" Komentar Nandan heboh setelah memasuki gerbang utama tadi. Dia sudah takjub setelah sampai di depan rumah Shena dan bertanya kepada Albi secara berulang-ulang, sampai cowok itu bosan.
"Si Nandan dari tadi enggak diam, Shen. Malu-maluin lah pokoknya dia!" Gerutu Sofya sambil menunjuk ke arah Nandan yang masih kelihatan norak gara-gara terpesona dengan rumah seorang Shena.
Nandan hanya tersenyum, "habis, baru kali ini gue main ke rumah teman yang gerbangnya tinggi banget, halamannya luas banget, rumahnya bagus banget, yang punya cantik banget."
Liliana dengan spontan langsung menoyor kepala Nandan, "mulut Lo enggak bisa diam! Shena sampai bingung mau ngomong apa nih! Maaf ya Shena, ngerepotin."
"Eh, enggak masalah kok! Ayo semuanya masuk," ucap Shena mempersilakan teman-temannya untuk masuk ke dalam rumahnya.
Mungkin dari semuanya, hanya Albi yang diam saja. Cowok itu memilih untuk menatap setiap sudut ruangan di rumah cewek itu, mengagumi penataan ruang yang begitu pas dengan ornamen-ornamen yang mewah. Albi sendiri masih berpikir tentang, kapan dirinya bisa punya rumah seperti ini.
"Lho, ada teman-temannya Shena." Sapa Papinya yang baru saja keluar dari sebuah ruangan, ruangan kerja.
"Eh, iya, Om. Kita teman-teman satu kelasnya Shena, mau mengerjakan tugas di sini. Boleh 'kan, Om?" Tanya Nandan yang begitu luwes dalam berbicara dengan orang lain.
Papinya hanya mengangguk dan tersenyum, "boleh! Sering-sering main ke rumah, ya. Biar Shena ada temannya."
"Siap, Om!" Jawab Nandan, Liliana, dan Sofya dengan keras.
Mereka satu-persatu menyalami Papinya, memberitahu nama mereka dan disambut baik dengan Papinya. Shena tahu bahwa Papinya bukan orang memilih dalam urusan teman anaknya, sehingga tidak heran jika Papinya menerima teman-temannya.
"Ya sudah, kalian masuk aja. Om tinggal dulu, ya!" Pamit Papinya dan disambut dengan kehebohan ketiga orang itu. Tahu 'kan siapa yang pendiam di sana? Bahkan Shena pun berubah menjadi orang yang pendiam.
Mereka berjalan melewati banyak ruangan di rumah Shena. Melihat para pelayan menunduk setiap kali Shena melewati mereka. Sekarang mereka bisa melihat bagaimana kehidupan seorang putri yang benar-benar nyata. Shena adalah definisi putri yang bisa melakukan apapun yang dia mau dan memilih apa yang diinginkannya.
"Itu Ibu Lo, Shen? Cantik banget deh!" Ucap Liliana sambil menunjuk ke arah foto—foto keluarga.
Shena tersenyum miris, "bukan! Dia cuma istri Papi gue, bukan Ibu gue."
Tiba-tiba mereka diam, semuanya. Tidak ada yang bertanya lebih lanjut atau berusaha untuk mencairkan suasana. Diam-diam Albi yang berada di belakang Shena, memperhatikan cewek itu. Albi tahu, pasti ada yang aneh dari hubungan antara Shena dan Papinya. Albi merasakannya ketika melihat Shena berdekatan dengan Papinya.
"Kita ngerjain tugasnya di sini aja, ya?" Tanya Shena setelah mereka sampai dipinggir kolam renang di mana gazebo-gazebo kayu berdiri.
"Wah, gila sih!" Ucap Nandan takjub.
Mereka semua duduk di gazebo, memilih tempat yang paling nyaman. Albi dan Shena saling tatap, namun tidak ada pembicaraan sama sekali diantara mereka. Cowok itu malah sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya. Mengabaikan Shena sang pemilik rumah yang sedikit kesal karena sikap dingin Albi. Namun, Shena tidak mau ambil pusing.
"Lo yang nulis aja. Biar gue yang gambar." Ucap Albi akhirnya dan meletakkan beberapa buku di atas meja. Padahal teman-temannya yang lain masih asik santai-santai di sana.
Shena mengangguk, "oke, terserah Lo aja!"
Tidak lama kemudian, makanan ringan pun datang. Nandan sangat senang karena banyak makanan dan melupakan tugasnya. Cowok itu asik mencicipi makanan, membuat Sofya memukul tangan temannya itu.
"Sakit!" Kesal Nandan sambil mengunyah makanannya.
"Makanya! Lo malu-maluin banget sih!" Ketus Sofya lagi.
"Enggak pa-pa dimakan aja." Ucap Shena tersenyum tipis.
Albi menarik piring yang dipegang Nandan, "gue mau ngerjain tugas dengan tenang dan damai. Jadi, kerjain tugas Lo dan makan tanpa suara."
"Albi, mulutnya emang!" Gerutu Nandan sambil cemberut.
Shena menatap teman-temannya yang sedang berdebat. Diam-diam, Shena tersenyum.
Jadi, ini rasanya punya teman?
•••••