18

1123 Words
TITIK TEMU [18] Teman sebangku! _______________________ Semua orang tahu bahwa Albi tidak ingin mempunyai teman sebangku. Cowok itu selalu duduk sendirian sebagai alasan untuk tetap fokus dalam belajar. Katanya, dengan adanya teman sebangku hanya akan mengganggunya ketika pembelajaran berlangsung. Albi ingin mendengar semua materi yang disampaikan guru dengan baik tanpa adanya gangguan sekecil apapun dari manapun. Tetapi hari ini, wali kelas meminta agar Albi mau berbagi tempat duduk dengan seorang cewek yang tidak lain dan tidak bukan adalah Shena. Cewek yang membuat perhatian satu kelas ini tertuju kepadanya. Banyak cowok yang merasa patah hati karena tidak bisa menjadi teman sebangku Shena. Bahkan tanpa diminta pun, mereka akan dengan sukarela berbagi bangku dengan cewek cantik itu. Lihatlah tatapan tidak suka dari beberapa cewek di pojok kelas. Mereka memberikan tatapan intimidasi kepada Shena karena telah membuat semua orang memperhatikan dirinya. Cewek itu bahkan tidak melakukan apapun, namun mata cowok-cowok di kelas itu seperti otomatis melirik ke arah Shena. Harapan Albi untuk segera belajar di hari pertama pun gagal karena guru mata pelajaran kimia mereka sedang ada workshop di luar. Sehingga jam pelajaran kimia menjadi kosong. Tidak ada tugas, tidak ada belajar. Yang ada hanyalah kebahagiaan dari semua siswa untuk segera berkunjung ke kantin sekolah yang sudah dua Minggu tidak mereka sambangi karena liburan semester. Albi tidak bergeming dari tempat duduknya, cowok itu memilih untuk membuka buku paket yang sudah dibelinya sejak beberapa hari lalu. Membaca dan mengerjakan soal-soal di bukunya. Bahkan dengan suasana berisik di kelas pun, sama sekali tak membuatnya merasa terganggu. Nandan menarik kursinya untuk mendekat ke arah Shena yang hanya menopang dagunya dengan tangan kanannya. Cewek itu seperti tidak tertarik untuk memperkenalkan diri dan beramah-tamah dengan teman yang lainnya. Sudah jelas banyak sekali yang tidak menyukainya. Terlihat dari tatapan mereka. Jadi, Shena tidak akan membuang-buang waktunya untuk berkenalan dengan orang yang sejak awal sudah tidak menyukai keberadaannya. "Lo mau makan enggak?" Tanya Nandan dengan ramah. "Gue sama teman-teman mau nongkrong di kantin." Sambungnya sambil menunjuk ke arah belakang. Ada Rilo, Liliana, dan Sofya yang berdiri sambil melambaikan tangan ke arahnya dengan senyuman tipis. Shena mau tidak mau tersenyum membalas mereka. "Memangnya enggak pa-pa?" Tanya Shena kemudian. Nandan mengangguk, "enggak pa-pa dong. Kantin 'kan tempat umum. Lagipula, yang lain senang kalau Lo mau gabung. Iya enggak, Bi?" Albi menoleh ke arah Nandan sebentar, "enggak juga! Siapa yang mau disekitar cewek songong kaya dia." "Lo!" Ketus Shena dengan menunjuk wajah Albi. "Mulut Lo belum pernah dikasih cabe, ya?" Sambung Shena marah. Dengan secepat kilat, Nandan langsung menurunkan telunjuk Shena dari wajah Albi. Nandan menarik tangan Shena dengan buru-buru sebelum ada perang dunia ketiga. Nandan dan Shena berjalan keluar meninggalkan kelas, meninggalkan Albi yang hanya bisa menghela napas kesal berulang kali. "Itu cewek dari planet mana sih! Nyebelin banget!" Gerutu Albi. "Lo yakin enggak mau ke kantin bareng sama kita?" Tanya Liliana yang berada di belakang Albi. "Yakin," jawab Albi kemudian. "Karena Shena?" Tanya Rilo sambil meletakkan botol air mineral di atas meja Albi. Albi menggeleng pelan, "bukan lah. Gue mau fokus belajar. Mendingan Lo semua pergi ke kantin sana. Jangan bikin mood gue jelek." "Beneran nih? Enggak mau nitip sesuatu?" Tanya Sofya kemudian. Albi menggeleng sekali lagi. Dan akhirnya mereka bertiga keluar dari kelas mengikuti Nandan dan Shena yang sudah pergi ke kantin terlebih dahulu. Setelah teman-temannya pergi, Albi menutup bukunya. Dia memegang perutnya yang kosong karena belum terisi sama sekali. Di dompetnya hanya tersisa uang sepuluh ribu rupiah. Cukup lah untuk membeli bensin hari ini. Masalah makan, Albi bisa makan di rumah nanti. Cowok itu memilih untuk keluar kelas, mencari tempat yang sejuk untuk berdiam diri. Albi tidak mau teman-temannya tahu kalau saat ini dirinya sedang tidak mempunyai uang sama sekali. Albi sudah banyak merepotkan teman-temannya dan untuk saat ini, dia ingin mengurus dirinya sendiri. Ibunya tidak pernah memberikan uang jajan kepadanya. Alasannya, uang lebih baik digunakan untuk membayar bimbel ketimbang untuk jajan. Kruk... Albi mengelus perutnya yang terus berbunyi. Cowok itu duduk di bawah pohon besar yang lumayan jauh dari gedung sekolah. Menyendiri dan mencoba untuk menahan laparnya dengan meminum air mineral yang sempat diberikan Rilo tadi. Mungkin dengan banyak minum, dia bisa sedikit merasa kenyang. "Kenapa Lo bohong sih?" Albi menoleh ke belakang, melihat Liliana berjalan mendekat ke arahnya dengan membawa satu kantung plastik berukuran sedang. "Lo enggak makan bareng sama teman yang lain?" Tanya Albi pada Liliana. "Gue cuma mau cari tempat yang nyaman buat sendirian aja." Sambungnya dengan nada tidak enak. Liliana mengambil duduk disamping Albi dan meletakkan kantung plastik itu diantara mereka, "sebagai teman yang baik, gue mau nemenin Lo di sini. Mau makan bareng?" Cowok itu menggeleng, "gue udah kenyang kok." Kruk... "Sialan," umpat Albi dalam hati karena kebohongannya terbongkar begitu saja. "Kenyang ya," sindir Liliana sambil membuka plastik yang dibawanya. Liliana memberikan kotak dengan bahan Styrofoam kepada Albi setelah membukanya. Seporsi batagor kesukaan Albi. Cowok itu hanya menatap Liliana dengan tatapan tidak enaknya. "Kita teman 'kan?" Tanya Liliana yang diangguki oleh Albi. "Gue enggak menerima penolakan. Gue udah niat mau makan bareng sama Lo. Lagian di kantin rame banget." Sambungnya. Albi hanya tersenyum, menerima pemberian Liliana akhirnya. "Hm, makasih ya." Liliana mengangguk sekilas. "Lo enggak pa-pa kalau ada Shena?" Tanya Liliana hati-hati. Albi mengangguk pelan, "mau gimana lagi, 'kan? Yang kosong cuma bangku gue." "Benar juga sih," "Lo sendiri? Menurut Lo, cewek itu gimana?" Liliana berpikir sejenak, "gue sama Sofya sering banget nontonin dia di Watching. Cantik banget asli, dunia maya sama dunia nyata sama banget mukanya. Gue sih enggak masalah kalau ada Shena. Dia baik juga kok sebenarnya. Mungkin karena kita belum kenal aja." "Oke..." Jawab Albi seadanya. "Hm, kemarin Lo jadi jalan sama cowok yang waktu itu?" Tanya Albi lagi. Liliana menggeleng, "enggak jadi." "Lah, kenapa?" "Enggak pa-pa sih. Tapi gue pernah dengar rumor tentang dia aja." "Rumor apaan?" "Katanya sih, dia sering gonta-ganti cewek gitu. Ngeri 'kan?" Albi tertawa, "siapa tahu kalau sama Lo bisa berubah." "Ah enggak bakalan, Bi. Kalau mau berubah, bakalan berubah sendiri. Tanpa embel-embel pacaran sama gue." Jawab Liliana sewot. "Benar juga sih!" Jawab Albi dengan sedikit tertawa. Mereka sibuk memakan makanan mereka. Ada sedikit canda tawa dan juga saling ejek. Tetapi Albi maupun Liliana menikmati. Bagi Albi, Liliana adalah teman yang baik. Begitupula sebaliknya. Mereka juga seringkali menghabiskan waktu dengan belajar bersama atau duduk di Rainbow cafe untuk menceritakan masalah yang ada di dalam diri mereka. Liliana tidak segan menceritakan tentang masalah percintaannya. Dan Albi, mungkin sedikit terbuka masalah keluarganya kepada Liliana. "Buruan, udah bel nih. Pergantian jam bakalan seru karena pelajaran matematika." Ucap Albi dengan bersemangat. "Seru pala Lo." Umpat Liliana yang ditanggapi Albi dengan tertawa. Mungkin, belajar adalah hal yang paling menyenangkan untuk Albi. Padahal masih banyak hal di luar sana yang lebih menyenangkan ketimbang belajar, jatuh cinta, mungkin. •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD