4. Sepayung Berdua

774 Words
Selama mengenal Arsya, menurut Natasya, lelaki itu memiliki kepribadian yang baik, ramah, dan hangat, suka bercanda dan juga tidak kaku. Dan satu hal lagi, yang membuat Natasya salut dengan lelaki di hadapannya ini, yaitu sangat menyayangi bundanya. Hujan masih mengguyur dan semakin deras, baik Natasya dan juga Arsya masih memikirkan bagaimana cara agar mereka bisa menyebrang ke hotel tanpa basah kuyup, rasanya itu tidak mungkin. "Kamu, mau ngomong apa? Duluan saja," ucap Arsya setelah hening beberapa detik, ternyata mereka memanggil nama secara bersamaan. "Eum ini... aku di panggil mama, beliau nungguin di meeting room sebelah cafe hotel." Jujur Natasya, dia kembali melirik keluar. Tiba-tiba muncul ide di kepalanya untuk meminjam payung pada waiters ataupun barista yang bekerja di kedai kopi itu. "Sama," sahut Arsya. Natasya membelalak tak percaya, "Maksudnya, Mas Arsya mau balik ke hotel juga?" tanya wanita itu. "Ya, lebih tepatnya, kita sama-sama di tunggu di meeting room, barusan bunda kirim chat," jelas Arsya, lelaki itu melempar senyum manisnya pada Natasya, hingga terlihat lesung pipinya yang membuatnya tambah manis. Tapi, Natasya tidak terpesona sama sekali. Wanita itu sedang berpikir, kenapa mereka di panggil secara bersamaan, apa mungkin--- "Mas, kayaknya kita bakal di omelin karena kabur sejenak dari acara itu," ucap Natasya, dia berdecak kesal. Kenapa tidak kabur pulang saja, sekalian. "Sepemikiran, kayaknya bunda tau kalau aku nggak ada di sana." Arsya menyesap kopi hangatnya yang mulai dingin, lalu memanggil waiters untuk meminta bill. "Kita balik sekarang, Mas? Tapi masih hujan, oh sebentar, aku coba pinjam payung sama mereka." Natasya bangun dari duduknya, dia pergi mendekat ke meja barista. Usaha saja dulu, tidak ada salahnya kan? "Mas, punya payung dua nggak? Boleh pinjam?" Natasya mengeluarkan jurusnya, yaitu mengumbar senyuman pada barista laki-laki yang sedang menyajikan kopi saat itu. "Kalau cuma satu, ada Mbak," sahut lelaki dihadapannya. "Maaf ya Mas ngelunjak, sudah pinjam mau dua pula." Natasya menampilkan cengirnya, "Satu saja juga boleh kok Mas, saya mau ambil mobil di parkiran hotel seberang, nanti saya kembalikan." "Boleh Mbak, sebentar." Barista itu memanggil rekannya untuk meminta payung. Sambil menunggu, Natasya kembali menoleh dan tersenyum pada Arsya yang masih duduk di tempatnya. "Ini Mbak, tapi, harus ada jaminan ya?" Lelaki itu menyerahkan sebuah payung berukuran sedang, pada Natasya. Natasya hampir ragu menerima payung itu, tapi sayangnya dia terlalu butuh. "Jaminan Mas? Saya harus tinggalin ktp saya di sini? Eum atau saya gantiin aja payungnya, saya beli---" "Nggak mesti ktp kok, nomor WA mbaknya juga boleh." Lelaki yang sedari tadi kurang terlihat ramah itu akhirnya tersenyum sambil menaikkan satu alisnya. Natasya terdiam, demi payung, haruskah dia memberikan nomor WA nya? "Lagian Mbak, itu nggak bisa di beli, soalnya payungnya ada label kedai kopi kita tuh," ucap lelaki itu lagi. "Kenapa, Sya?" Arsya tiba-tiba menghampiri, mendekat pada Natasya dan yang membuat wanita itu kaget adalah, tangan Arsya yang tiba-tiba merangkul pundaknya, membuatnya gugup seketika. "Ah ini, Mas, payungnya ada, tapi, cuma satu, nggak apa-apa, kan?" "Nggak masalah, kita bisa berbagi," sahut Arsya. "Tapi, harus ada jaminannya Mas, ya sudah deh nggak apa-apa, catat nomor saya--" "Nomorku saja." Arsya memotong kalimat Natasya, biar nomornya saja yang di beri sebagai jaminan. "Saya bercanda, Mas," ucap barista itu. "Silahkan dibawa dan pakai saja payungnya." lanjutnya sambil tersenyum cukup ramah. "Oke, terima kasih, sebentar lagi, kami kembalikan." Arsya, sebagai laki-laki, dia paham betul bagaimana seorang lelaki mengeluarkan modus-modus dengan berbagai jurus. Apalagi, Natasya yang memiliki wajah cantik dan senyum manis, membuat orang yang memandangnya tak jemu, Arsya mengakui itu. Hanya saja, Natasya pintar menjaga auratnya dan menutupi bentuk tubuhnya di balik baju-bajunya yang berukuran longgar. Andai saja Natasya bergaya sama seperti Ratu yang sering menampilkan bentuk tubuh, pasti Natasya terlihat... sempurna. Itulah yang ada di pikiran Arsya. * Arsya membuka payung berukuran sedang yang sudah di pastikan tidak akan cukup untuk mereka berdua. Tapi, mau tidak mau, mereka harus segera melangkah, karena orang tua mereka menunggu dan mereka tidak mau membuat masalah. "Kita jalan sekarang, Sya?" tanya lelaki itu, sebelum benar-benar maju. "Palingan basah sedikit," lanjutnya. Natasya mengangguk setuju, dan mereka mulai melangkah bersama, merapatkan tubuh hingga tidak berjarak, bahkan tangan kiri Arsya merangkulnya cukup erat dan tangan kanannya memegang payung. Sial. Umpat Natasya dalam hati, ada gejolak yang tidak biasa saat mereka berdekatan seperti ini. Tapi, dia segera menepis itu, menurutnya itu tidak boleh terjadi karena bagaimanapun mereka masih terikat hubungan keluarga walaupun jauh. Natasya tetap fokus berjalan, menyamakan langkahnya dengan Arysa, tapi s**l, heels nya tersandung pinggiran trotoar hingga kini dia tersungkur dan basah kuyup. Payung itu tidak ada gunanya sama sekali, bahkan Arysa pun mencampakkannya secara asal, demi menolong Natasya. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengambil gambar mereka berdua, secara diam-diam, dari kejauhan. * Sampai bab 4 ini, gimana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD