3. Arisan Keluarga

913 Words
Arisan keluarga kali ini di langsungkan dengan konsep outdoor, area taman salah satu hotel berbintang menjadi kesepakatan keluarga mereka untuk dijadikan tempat berkumpul kali ini. Sudah satu jam Arysa berada di tempat itu, sejak tadi dia sudah bercengkerama dengan beberapa pihak keluarga yang dia anggap perlu, bergabung bersama bunda dan ayah. Dan kini, saatnya dia berkelana. Ya, tiap kali ikut ke acara arisan keluarga, Arsya selalu punya seorang teman yang asyik, Arsya menganggap, hanya dengan seseorang itulah dia bisa mengobrol dengan topik pembicaraan terkini, dan mereka selalu nyambung. Serta mereka punya pemikiran yang sama bahwa acara arisan keluarga itu hanyalah ajang pamer. Arsya mengedarkan pandangannya ke seluruh area, dan penglihatannya berhenti di meja prasmanan khusus camilan. Ya, itu Natasya, walau awalnya dia tidak begitu yakin karena penampilan wanita itu kini terlihat berbeda, tapi setelah melihat wajahnya dia tidak ragu lagi untuk mendekat. “Sya.” Natasya menoleh, suara itu cukup familiar baginya. “Hai, Mas Arsya.” wanita itu balas menyapa dengan senyum ramahnya. “Aku pikir, kamu sudah berani memberontak,” Arsya terkekeh, mengira wanita itu tidak hadir untuk kali ini. “Maksudnya?” Natasya berbalik, tangannya memegang sebuah piring yang sudah dia isi dengan beberapa jenis kue, sus dan brownis. “Aku pikir kamu nggak hadir di acara ini, dan sudah berani melawan mamamu,” jelas Arsya. Natasya tertawa kecil. “Bisa menang berdebat dan melawan mama, itu hal yang mustahil, Mas.” “Eum, di sini membosankan ya?” Natasya yang saat itu sedang mengunyah kuenya, mengangguk setuju atas pertanyaan Arsya. “Aku bingung, nyampe sini aku harus ngapain coba?!” wanita itu menggerutu. “Ya, sama aku juga, kalau nggak ada kamu, aku bingung mau ngobrol sama siapa,” sahut Arsya. “Oh ya, kamu tau kedai kopi yang ada di seberang hotel ini?” tanya Arsya. Dia memang berniat pindah sejenak dari tempat ini dan mencari suasana baru, sambil menunggu bunda dan ayah selesai. “Tau, Mas. Kenapa?” “Gimana kalau kita ke sana, sambil menunggu acara ini selesai?” “Ide bagus, ayo.” Natasya menyambut ajakan Arsya dengan senang hati. * “Kayaknya ada yang beda ya dari penampilan kamu hari ini, aku hampir nggak mengenal, tadi,” ucap Arsya. “Oh… itu, iya soalnya mama protes, aku keseringan pakai baju oversize, katanya bikin jodoh jauh, cowok-cowok pasti mengira badanku gendut, padahal cuma bajunya yang kebesaran,” jelas Natasya. Dia terkekeh, ya kali ini dia meninggalkan kemeja oversize yang menjadi outfit sehari-harinya dan memilih dress semata kaki, berbahan kaos serta ada aksen pita yang diikat pada pinggang bagian belakang, memperlihatkan bentuk tubuh aslinya. Dipadu dengan pasmina yang warnanya cerah, sangat jarang Natasya memakai warna-warna yang mencolok seperti itu. “Ah iya, aku juga mengira kamu gendut selama ini, ternyata… hanya bajunya.” Arsya mengakui itu, dia sempat terkecoh, dengan penampilan Natasya selama ini, yang mengira wanita itu pasti memiliki berat di atas tujuh puluh kilo. Natasya hanya merespon dengan tertawa kecil, dari pengakuan Arsya barusan. Lalu menyeruput kopinya selagi masih hangat, sembari melihat keluar melalui dinding kaca yang transparant. “Hujan, Mas.” Arsya tertawa, “Kebayang nggak gimana kesalnya ibu-ibu sosialita, bikin acara outdoor malah hujan?” “Iya ya, sekalinya bikin outdoor di kasih berkah hujan, tapi nggak apa-apa Mas, area cafenya kan juga sudah di booking untuk acara itu. Pasti mereka kumpulnya di sana.” Natasya menatap lelaki tampan dihadapannya sekilas. Sama halnya dengan Arysa yang menganggap Natasya adalah satu-satunya teman yang asyik di ajak mengobrol ketika dia harus ikut di acara keluarga, Natasya juga menganggap demikian. Ponsel Arsya berdering, dia melirik sekilas. Kontak yang dia simpan dengan nama My Queen itu melakukan panggilan video, Arsya sengaja mengabaikan. Padahal, dia sudah menjelaskan pada Ratu, jangan menghubunginya jika dia sedang pergi bersama bunda dan ayah. “Kok nggak di angkat, Mas?” tanya wanita dihadapannya. “Kan lagi sama kamu, nggak sopan dong, kalau terima telpon.” Arsya beralasan. Ya walaupun memang benar, dia menghargai teman ngobrolnya saat ini, dia juga tidak ingin menimbulkan perdebatan dengan Ratu, kalau wanita itu tahu dia sedang bersama perempuan lain walau Arsya dan Natasya masih terikat hubungan keluarga, meskipun jauh. “Nggak apa-apa, Mas. Siapa tahu penting, kan? pacarnya ya?” Ah Natasya tidak bisa untuk tidak kepo hingga pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. “Ya begitulah, nanti saja. Kalau ngobrol sama dia nggak bisa sebentar, Sya.” ucap lelaki itu, apa adanya. Pasti, ada saja yang menjadi obrolan Ratu setiap kali mereka mengobrol, entah itu dia menceritakan tentang teman-teman kampusnya, atau dosennya yang kejam. Natasya hanya mengangguk sembari menatap layar posnelnya sendiri, dia baru saja menerima sebuah pesan singkat dari mamanya. Sya, kamu dimana? Ayo ke sini, mama di meeting room. Ada hal penting yang mau mama kasih tahu ke kamu! Natasya berdecak, hal penting apa yang harus di bicarakan sekarang? apa tidak bisa nanti setelah sampai di rumah? Sedangkan Arsya juga sedang menatap layar ponsel setelah menerima sebuah pesan yang dia pikir adalah Ratu. Tapi ternyata itu bunda. Sya, bunda mau ngomong, kamu di mana kok ngilang? bunda tunggu di meeting room sebelah cafe ya! Hening terjadi di antara mereka, Arsya dan Natasya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Masalahnya, saat ini sedang hujan deras dan mereka berjalan kaki saat menuju ke kedai kopi ini. Apa harus kembali ke hotel dengan basah kuyup? Itu tidak mungkin. “Mas-“ “Sya.” Mereka memanggil satu sama lain secara bersamaan dan hal itu membuat mereka tertawa bersama. * Kira-kira, mereka bakalan cocok nggak ya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD