2. b***k Cinta

713 Words
Arsya menunda semua janjinya siang itu, demi bisa meluangkan waktu untuk Ratunya. Usai mandi, dia langsung bersiap. Tidak berlama-lama, sebab dia tidak mau Ratu menunggu terlalu lama. Dia hanya perlu menyemprotkan parfum mahalnya di beberapa titik bagian tubuhnya, terutama bagian leher dan d**a, karena Ratu sering memeluk dan menciumnya di area itu. Gaya mereka berpacaran terkadang, memang di luar batas, laki-laki mana yang tidak tergiur dan tergoda dengan perempuan secantik Ratu, tubuhnya tinggi, langsing, namun ada beberapa bagian khas yang padat berisi, tak jarang laki-laki menatapnya dengan penuh nafsu. Dan para mahasiswi di kampusnya selalu menjadikannya panutan, layaknya superstar. Maka, hal itulah yang menbuat Arsya merasa bersyukur bisa memilikinya. Meski dia tahu, dia harus sering berdebat dengan bundanya jika sudah membahas soal Ratu. Tapi, di hadapan orang tuanya, Arsya harus berpura-pura bahwa dia sudah mengakhiri hubungan dengan Ratu. Arsya sudah tiba di cafe di mana Ratu berada, seorang gadis cantik yang saat itu memakai dress super ketat berbahan rajut itu melambaikan tangan pada kekasihnya tercinta. “Lama banget, Mas. Kalau aku diculik, gimana?” ucap wanita itu dengan manjanya. Arsya terkekeh geli, “Mana ada penculik siang-siang bolong begini, sayang.” “Huh, ya sudah kalau nggak percaya. Mas Arsya, sudah makan?” tanya Ratu, sembari membaca daftar menu. “Belum, sejak pagi. Ya namanya juga lajang,” sahut Arsya, kalimatnya jelas menyindir Ratu yang kini menatap tajam ke arahnya. “Sabar, Mas. sampai aku wisuda, kamu boleh melamarku, lalu kita menikah, dan hidup bahagia, selamanya!!” Ratu berseru tanpa malu ada pengunjung lain di sekitar mereka. “Aku akan setia menanti, sayang.” Arsya meraih tangan Ratu, lalu mengecupnya. Ya, dia benar-benar bucin terhadap wanita yang enam tahun lebih muda darinya itu. Apapun akan dilakukannya, sampai kapanpun, dia akan menunggu. Namun ada satu hal yang sulit dia lakukan, yaitu melawan restu bunda. Bagi Arsya, bunda adalah seseorang yang paling berharga di dalam hidupnya. Apa saja, akan dia lakukan demi bunda, meski mereka sering berselisih paham, dan tangis bunda adalah penyebab hatinya luluh. “Ada baiknya, kita pergi dari sini, sayang.” Arsya mengingatkan, tempat ini terlalu umum dan terbuka, bisa saja ada orang-orang yang mengenalnya, mengenal keluarganya dan melaporkan hubungan mereka dengan orang tuanya. “Aku lapar, Mas. Mau makan, sengaja nunggu kamu supaya bisa makan bareng!” Ratu merengek, layaknya wanita manja yang selalu ingin di turuti permintaannya. “Kita take away saja, makan di apartemenku, kamu bisa sambil revisi skirpsi kan? bukannya kamu konsul minggu depan?” saran Arsya, Ratu terlihat sedang berpikir. “Ya sudah boleh,” sahut Ratu, sembari memakai tas dan membawa laptopnya. * “Mas, kamu besok benar-benar nggak punya waktu buat aku?!” Ratu menyandarkan kepalanya di lengan Arsya yang sedang menyetir, tepat jam sepuluh malam, lelaki itu mengantar kekasihnya pulang ke rumah, setelah mereka menghabiskan waktu berjam-jam di apartemennya. Meski masih tinggal bersama orang tuanya, tapi dia sengaja membeli apartemen sendiri, area yang di pilihnya adalah sekitar gedung perusaahan. Arsya membeli apartemen itu sebagai tempatnya beristirahat jika harus pulang larut malam, atau jika sedang jenuh di rumah, namun alasan lebih tepatnya adalah agar dia bisa bertemu dan melepas rindu dengan Ratu, sesuka hati, tanpa gangguan. “Aku sudah bilang sama kamu sejak dua minggu lalu, kalau weekend kali ini kita masing-masing dulu. Aku terlanjur janji dengan bunda, maaf ya,” jelas Arysa. Ratu segera menjauh dari lengan lelaki itu. “Arisan keluarga lagi, kan?” keluhnya, berdecak kesal. “Ya, sayang. Nanti suatu saat kalau kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Pranaja, kamu akan merasakan ribetnya keluarga itu.” Arsya mengacak rambut Ratu dengan gemas. “Oke aku berusaha supaya bisa menahan rindu sama kamu, tapi sayang … boleh nggak aku beli ini?” Ratu menggigit bibirnya sambil menunjukkan sebuah sepatu sneakers dengan brand ternama sedunia. “Oke, boleh, cuma itu?” Arysa tidak perlu kaget dengan harga yang tertera pada sepatu yang diinginkan Ratu. Bahkan, wanita itu pernah meminta yang lebih fantastis dari itu. “Makasih, Mas. I Love you.” Ratu mengecup pipi kiri Arsya, sebagai hadiah karena selalu memenuhi permintaannya. Begitulah Arsya, lelaki tampan yang sudah terlanjur menjadi b***k cinta untuk kekasihnya yang molek. Tapi sejauh ini Arsya masih belum bisa memastikan, sudah benar-benar cintakah pada Ratu, atau hanya nafsu belaka. * Arsya ini memang agak beda kelakuannya dari Ayahnya ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD