"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidnk (pula) melampauinya.'' (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi
dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah
SWT memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di
sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari
kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita
tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat
yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak
tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak
mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah
SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang
tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di
belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan
bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam
wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada
di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya.
140
Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran
Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk
diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-
Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta
panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan
mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw
melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya ." (QS. an-
Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi
dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat
yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan
Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih
sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang
paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang
Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan
keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya
kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam
kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta
berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun
ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan:
141
"Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah
SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan
permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan
orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat
pada setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum
Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di
kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah
SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat
sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau
menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya
kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah
SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah
SWT telah menentukan lima puluh kali salat. Nabi Musa
berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk
melakukan salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu
dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi
umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga
Allah SWT meringankan salat hingga sepuluh kali.
Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian
Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai
diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali
sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama
dengan salat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki
sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar
teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa
142
orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan
mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng
khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul.
Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa
sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul
saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga
terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih
mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi
Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak
kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi
dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah
pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak
mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis
dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak
dapat dipahami oleh manusia biasa. Al-Qur’an al-Karim
sengaja tidak menyebutkan apa saja yang dilihat oleh
Nabi karena itu mempakan rahasia antara Nabi dan
Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan
baginya sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jadi
Al-Qur’an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk
menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda
kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal
yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi
bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau
menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah
143
hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan
setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali
menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali
ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya
masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali
sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama
waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan
tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui.
Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali
ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya
dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi
dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam
cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan
perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-
sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga
berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan
mendustakan kepadanya orang-orang yang
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan
semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya
dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw
mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah telah
mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan
sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah
saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT
mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian
mulAllah Nabi berhijrah dijalan Allah SWT setelah tiga
144
belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun
negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan
serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan
sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk
menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim.
Beliau berada di tempat yang bernama ’Aqabah, lalu
beliau bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah
saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka
menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj."
Beliau berkata, "apakah kalian tennasuk pembantu kaum
Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata,
"maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin
sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawab:
"Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu
beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah
SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada
mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw.
Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka
membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian
mereka menceritakan kepada Nabi saw bahwa mereka
meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat
peperangan dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT
mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi saw
yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahwa
145 mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang
mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka
untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang
berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang
sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah
SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam.
Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka
membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang
yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari
Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang
beriman yang di antara mereka terdapat enam orang
yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka
pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di
’Aqabah. Kemudian Nabi melakukan baiat pada mereka
agar mereka mempertahankan keimanan dan membela
dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah
seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab
bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di
Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama
mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan
menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga
tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai
bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum
Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar
146
untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau
justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita
akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di
Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah,
tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah.
Mereka pergi ke ’Aqabah dalam keadaan sendirian dan
berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka
dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta
kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim
mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari
mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan
dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu
datang dan berbaiat kepada Rasul saw untuk membela
beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk
mati di jalannya. Mereka datang setelah hati mereka
diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala
sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang
terjadi pada baiat ’Aqabah al-Kubra. Dalam kitab
tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib
datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam
agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak
pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan
suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa
Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya
147
dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih
untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk
Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan
melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian
khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya,
maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme
kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk
Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu
karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia
tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang
mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu
jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata
kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau
katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk
dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang yang
mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah
saw berbicara. Jawaban yang dicari oleh Abbas bin Abu
Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi.
Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan
kalimatnya, maka tidak keluar pernyataan apa pun.
Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya
menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang
beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan
tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT.
148
Kemudian beliau bebicara tentang Islam dan beliau
membaiat mereka agar membantu beliau sehingga
mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah
terjadinya baiat ’Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu
mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak
untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di bawah naungan pedang.
Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan
mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam
peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek
mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan
masalah yang penting. Abui Haitsyam berkata:
"sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan
Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh
jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus
kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi
orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong
Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali
kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah
kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada
kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap
bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan.
Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib
secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada
149
Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh
orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah.
Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah
perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka
di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat
yang justru menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat
daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku
dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-
orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai
dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan
mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke
negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai
ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik,
lalu mereka justru menambah penekanan kepada
Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah.
Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan
penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari
mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi
lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan.
Sebagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari
Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka
mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga
Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari
150
mereka diberi pedang yang terhunus dan hendaklah
mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika
mereka berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah
bertanggung jawab terhadap darah sang Nabi dan Bani
Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi
orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat
sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah
persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur’an al-Karim
menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-
orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan
tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.
Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih
Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia
berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana
untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan
tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang
akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang
penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang
gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang
mengherankan penunjuk jalan itu adalah seorang
musyrik. Demikianlah Nabi memita bantuan kepada
orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
151