2. Hari yang Buruk

2065 Words
Diary terkejut, apa dia tidak salah masuk kelas? Atau, mereka berdua yang mungkin salah masuk kelas? Prita dan Keyna, dua orang siswi yang semula Diary cap sebagai duo menyebalkan. Baru saja dibicarakan, kini mereka sudah muncul saja dengan sendirinya. Parahnya, ternyata mereka malah satu kelas lagi dengan Diary. Mimpi apa Diary semalam? Diary terpaku di tempat saat melihat bangku incarannya diserobot duluan oleh mereka berdua. Tatapannya masih setia ke arah bangku tersebut. Kebetulan, Prita yang sudah menaruh tasnya di atas meja melihat Diary yang kini sedang menatap nanar ke arah bangku yang tengah ia duduki. Merasa risi, Prita pun beranjak sembari menggebrak meja membuat semua orang yang ada di bangkunya masing-masing terperanjat kaget.      “Ngapain lo lihat ke arah gue kayak gitu, hah?” bentak Prita menyalang. Sigap, Diary menunduk spontan. Dia merutuk dalam hati, gak seharusnya dia mengarahkan pandangan ke arah bangku yang sudah diisi oleh orang lain seperti itu. Terlebih Pritalah yang mengisinya. Maka, wajar jika Prita memelotot marah seperti sekarang.      “Kenapa lo? Gak suka ngeliat gue di sini, HAH?“ lanjut Prita berteriak lantang. Di tengah semua pandangan mengarah ke satu titik, Diary justru tengah berusaha menggeleng dengan tubuh yang sedikit gemetar ketakutan.      “Eng-ngg... enggak kok, aku ... aku gak lihatin kamu. Aku--” cicit Diary tergagap.      “Alah bohong!" potong Keyna ikut nimbrung,"Lo gak suka kan ngeliat kita di sini?" tuduhnya mencoba mengompori. Prita semakin emosi, langkahnya terayun mendekat ke arah Diary. Prita bahkan berani mencekal kerah seragam Diary dengan seenaknya.      “Asal lo tau ya, gue Prita ... cewek terpopuler di SMA PERTIWI. Gue paling gak suka sama orang yang songong kaya lo. Apalagi lo itu cuma serpihan debu yang gak pernah ada harganya di mata gue. PAHAM LO ??” ungkapnya menatap angkuh. Lantas, Prita mengempaskan kerah baju Diary hingga membuat gadis itu terhuyung ke belakang. Diary hanya bisa tertunduk diam tanpa kata, membuat Prita dan Keyna serempak tersenyum puas sembari melipat tangan di d**a.       “Gue peringatin ya sama lo semua yang ada di sini ... jangan ada satu orang pun yang berani temenin cewek cupu kayak dia, " tunjuk Prita pada Diary, "Kalo ada satu orang aja yang berani temenin dia, gue gak akan segan-segan buat bikin hidupnya tersiksa jadi bulan-bulanan gue. NGERTI LO SEMUA?” teriak Prita layaknya bos yang tengah mengancam anak buahnya. Semuanya hanya terdiam. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara untuk berkutik. Diary meratap dalam hati. Diary pikir, di kelas 3 ini dia akan bisa bernapas dengan bebas. Tapi nyatanya, semuanya masih sama. Ya tuhaan ... harus sampai kapan aku menderita seperti ini? jerit Diary membatin.                                                                                         *** Sewaktu istirahat berlangsung, Diary memilih untuk menyendiri di taman sekolah. Lagi-lagi ia hanya bisa meratapi kemalangan yang menimpanya. Diary menangis seorang diri, mencoba mengeluarkan unek-unek yang tertimbun di dalam hatinya lewat buliran hangat tersebut. Mengeluh adalah hobi Diary. Menyalahkan Tuhan itu tidak baik, tapi Diary sudah merasa sangat jenuh atas apa yang terjadi kepadanya selama ini. Apakah Tuhan tahu apa yang Diary rasakan? Tak terasa jam istirahat pun berakhir. Bel berbunyi pertanda semua murid SMA PERTIWI harus segera memasuki kelas masing-masing. Diary menyadari hal itu, lalu ia pun segera menyeka air mata yang jatuh membasahi pipi. Kemudian, ia segera bergegas menuju kelas penuh penderitaannya. Saat Diary masuk ke dalam kelas, dilihatnya Prita sedang duduk di atas meja sambil ketawa-ketiwi bersama Keyna yang duduk di kursinya. Diary merasa ragu untuk melanjutkan langkah, namun kehadiran Ineu guru biologi yang sudah Diary kenal sejak kelas dua pun terpaksa mendorong Diary untuk melanjutkan langkahnya mendekati bangku. Semuanya tiba-tiba tertib saat derap langkah Ineu memenuhi seisi ruangan kelas 3 IPA A. Wanita bersanggul rendah itu pun menaruh buku dan tasnya di atas meja. Lalu ia berjalan ke tengah kelas untuk memperkenalkan diri kepada murid didik di tahun ajaran baru ini. Ineu sudah cukup mengenal Diary, bahkan Ineu sempat memuji-muji kecerdasan Diary di depan teman-teman barunya. Tentu saja hal itu membuat Prita dan Keyna geram kepada Diary yang mereka benci. Prita dan Keyna saling berbisik , mereka mempunyai rencana buruk untuk Diary di pulang sekolah nanti. Keduanya benar-benar sudah dibuat marah oleh sikap Diary yang selalu berlagak sopan dan santun di depan para guru termasuk Ineu. Sehingga, hal tersebut menyebabkan hampir seluruh guru yang pernah mengajar semakin suka hingga menyanjung Diary.                                                                                      ¤¤¤ JAHAAATTT !!! Semuanya jahat dan gak ada satu orang pun yang menghargai keberadaanku. Kenapa aku harus berada di dunia ini kalo ujung-ujungnya harus tersiksa seperti ini? Perundungan dan penghinaan selalu saja menimpaku. Seandainya aku bisa bernegosiasi dengan Tuhan, mungkin aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja daripada hidup tersiksa seperti ini. ...... Diary menghentikan tulisannya dan menelengkupkan muka ke atas meja belajar. Lagi-lagi Diary berhasil dijahili oleh Prita dan Keyna. Diary terisak seraya menerawang, mengingat hal buruk yang dilakukan Prita dan Keyna padanya sepulang sekolah tadi. Dua jam sebelumnya. Diary dibanting kasar ke tanah oleh Prita juga Keyna. Keduanya begitu kasar tanpa ampun. Diary berusaha berdiri dan hendak melarikan diri, namun Keyna mencegahnya dan kembali menjatuhkan Diary hingga terempas ke tanah.      “Kalian sebenarnya mau apa, sih? Apa salah aku sama kalian?” cicit Diary memberanikan diri. Air mata sudah bercucuran tanpa bisa dicegah.      “Asal lo tau, ya. Kita itu gak suka sama lo. Kita gak suka sama sikap lo yang berlagak dengan cara cari perhatian di depan para guru!!" kecam Prita garang. Sementara Keyna hanya manggut-manggut seolah setuju dengan ucapan Prita.      “Tapi aku gak pernah cari perhatian siapa pun ... aku emang udah lama dikenal para guru, tapi itu bukan berarti aku mau cari perhatian mereka. Aku cuma bersikap sewajarnya aja seperti murid yang lainnya. Sama sekali aku gak berniat buat cari-cari perhatian siapa pun...." urai Diary terus terang.      “Alasan aja lo!" sentak Prita tak percaya. "Jangan harap lo bisa pulang sebelum dapat hukuman yang pas banget buat lo!" ancam Prita tak main-main. "Urus dia, Key!” suruh Prita pada Keyna. Prita mundur beberapa langkah, membiarkan Diary tetap pada posisinya. Gudang sekolah memang cocok sebagai tempat membully. Maka Prita dan Keyna menyeret Diary ke tempat itu supaya tidak ada orang yang mengetahui perilaku buruk keduanya terhadap Diary saat ini. Keyna yang semula melengos beberapa saat kini kembali datang dengan membawa ember berisi air kotor, mungkin dia ambil dari comberan depan sana. Lalu tanpa aba-aba, disiramkanlah air comberan itu ke seluruh tubuh Diary. Membuat Diary terpekik kaget bahkan sampai menggigil kedinginan ketika air kotor tersebut membasahi seluruh tubuhnya. Selepas itu, Keyna melempar ember bekasnya ke pinggir Diary dan lekas mengajak Prita pergi meninggalkan gadis itu sendirian. Diary menangis meratapi penderitaannya, dengan tubuh yang basah dan bau, Diary berusaha berdiri untuk segera meninggalkan gudang sekolah yang kotor penuh debu. Langkahnya gontai bersamaan langit yang sudah terlihat mendung, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi. Beruntung sekolahan sudah sangat sepi, jadi Diary tidak harus menjadi bahan tontonan siapa pun saat berjalan menuju halaman sekolah. TOK TOK TOK !! Diary tersadar dari lamunannya, buru-buru Diary menutup buku harian yang ada di atas meja lalu menyimpannya di atas tumpukan buku lain. Lalu, Diary pun bergegas membuka pintu kamarnya setelah sebelumnya sempat menghapus dulu air mata yang masih tercetak di pipi.      “Non Diary ... Simbok datang, bring a hot milk....” seru Jenny dari balik pintu. Tak lama kemudian, Diary membuka pintu. Memperlihatkan Jenny yang tersenyum sembari mengangkat nampan berisi segelas s**u cokelat yang masih mengepulkan asap di atasnya. Setelah dipersilakan masuk oleh pemilik kamar, Jenny pun melangkah masuk mengikuti Diary yang memilih untuk duduk di tepi ranjang.  Ditaruhlah segelas s**u hangat itu di atas meja belajar. Diary sendiri duduk menyandar di atas tempat tidur dengan pandangan nanar ke depan.      “Sudah toh, Non, tidak usah terlalu dipikirkan ... i believe, mereka itu just iri sama Non Diary, “ kata Jenny mencoba menenangkan nonanya yang tengah dilanda kesedihan. Jenny beserta yang lainnya memang sudah tahu dengan apa yang menimpa Diary sepulang sekolah. Maka, Jenny berusaha menghibur nonanya agar tidak terus bersedih. Diary tersenyum samar, “Iya, Mbok." angguknya pelan, lalu mendesah panjang,"Ya udah, kalo gitu Mbok tinggalin Diary sendiri dulu ya, Diary mau istirahat,” pintanya sopan. Jenny mengacungkan jempol, “Sip. I will go,  tapi jangan lupa ... s**u hangatnya harus diminum ya, Non. Apalagi di luar kan sedang hujan, so ... a hot milk sangat cocok untuk Non Diary....” senyum Jenny mengembang bersamaan melengosnya dia dari kamar Diary. Diary hanya melirik sekilas ke arah s**u hangat yang ditaruh Jenny di atas meja tanpa meminumnya, Diary lebih memilih untuk tidur di tengah hujan yang sedang turun. Ia bahkan berharap mimpi indah mendatanginya supaya hatinya sedikit lebih membaik.                                                                                       ¤¤¤             Hujan mereda tepatnya menjelang petang, tetesan air bekas hujan menetes beraturan dari atas ranting pohon yang berada di samping rumah Diary. Gadis bermata belo itu sudah bangun dari tidurnya, sejenak meregangkan otot-otot demi membuang rasa pegal yang mendera karena selama tidur posisinya tak berubah-ubah. Setelah puas menggeliat, Diary beringsut membuka sedikit jendela kamarnya untuk melihat cuaca di luar. Hujannya sudah benar-benar reda. Rasanya, Diary ingin sekali jalan-jalan ke luar sebelum hari menggelap. Kemudian, tanpa melirik lagi segelas s**u yang masih terletak di atas meja Diary pun keluar kamar dengan menggunakan baju hangat yang melekat di tubuh rampingnya.      “Mau kemana, Non?” tanya Minah yang tak sengaja melihat nonanya berjalan keluar.      “Diary mau jalan-jalan sebentar, Bik, nyari angin....” sahutnya sambil meneruskan langkah. Minah yang tak paham dengan maksud kalimat yang Diary lontarkan pun menjadi bingung sampai ia harus menggaruk kepalanya saat mendengar ucapan majikannya tadi. Diiringi dengan muka polos tak mengerti apa-apa, Minah pun bergumam,“Aneh si Non Diary teh, angin kok dicari, ya mending nyari makanan atuh ya daripada angin mah....” gumamnya geleng-geleng. Diary sudah sampai di tengah-tengah komplek, pandangannya menunduk. Kedua kakinya melangkah beriringan menginjak genangan air yang tersisa sehabis hujan tadi, tangannya ia masukkan ke dalam saku baju hangat yang dikenakannya. Tanpa diduga, di sela langkah yang terus mengayun, mata Diary setengah menyipit ketika tak sengaja ia melihat sebuah benda tergeletak di dekat ujung kakinya. Menghentikan langkah, Diary pun merunduk guna mengambil benda yang dilihatnya barusan. Rupanya sebuah gantungan biola yang mengkilap dan menarik untuk dipandangi.      “Milik siapa gantungan sebagus ini....” gumamnya seraya menengok kiri-kanan. Karena tidak ada satu orang pun di sekitarnya, dan Diary merasa bahwa gantungan biolanya sangat bagus juga unik, Diary pun memutuskan untuk membawa benda tersebut pulang. Minimal, ia akan menjadikan benda tersebut sebagai pajangan di atas lampu tidurnya nanti. Selepas itu, Diary melanjutkan langkahnya lagi menuju ke arah taman komplek yang biasanya banyak orang hilir mudik di sana. Namun Diary tebak, setelah hujan seperti ini mana ada orang yang masih mau berkeliaran di sana. Diary tiba di lingkungan taman, lalu seperti dugaannya, suasana taman memang sepi. Tidak ada satu orang pun yang Diary temui. Namun meskipun sepi, Diary malah tetap meneruskan niatannya untuk sekadar nongkrong sendiri di bawah langit yang tak lama lagi akan menggelap. Kini dia tengah mencari tempat duduk yang tidak terlalu basah. Saat matanya tertuju ke sebuah tembokan kering di bawah atap berhiaskan rangkaian lampu-lampu kecil, Diary pun mencoba melangkah ke sana. Tepat di saat dia berniat duduk, tiba-tiba seseorang muncul dari arah yang berlawanan.      “Sorry, gue duluan !” ujarnya sambil mendahului duduk. Diary tertegun, lagi-lagi apa yang diinginkannya didahului orang lain. Gadis berambut sepunggung itu mendengus, selalu seperti itu. Ia tampak kecewa, lalu bersiap memutar tubuh untuk kembali saja pulang ke rumah. Tapi sebelum itu terjadi, tiba-tiba....      “Hei, tunggu sebentar!” serunya menghentikan. Diary berhenti, kemudian menoleh.      “Lo bisa duduk di sini kalo lo mau....” tawarnya dengan senyuman tersungging lebar. Mata Diary menyipit, sedikit tak menyangka kalau orang itu akan berbaik hati untuk berbagi tempat duduk. Diary pikir, duduk di sana untuk beberapa saat sambil menunggu hari gelap tidak masalah. Lagipula, Diary bosan diam di rumah terus. Maka, dengan senang hati Diary pun bersedia untuk duduk berdampingan dengan si penyerobot yang baik hati itu. Dari sana Diary berkenalan, rupanya usia mereka sama. Bahkan orang baru itu sekolah di SMA PEMUDA BANGSA. Loh, bukannya SMA itu jaraknya tak jauh dari SMA PELITA? Diary jadi tertarik untuk lebih mengenalnya. Alhasil, mereka pun akhirnya malah saling bertukar cerita dengan ditemani oleh desauan angin yang berembus pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD