7. Sebuah Rencana

1695 Words
Ketika Diary tiba-tiba pingsan, Diary pun segera dibopong ke UKS oleh beberapa murid laki-laki. Gerrald adalah salah satunya, meski ia murid baru tapi demi Diary dia pun menawarkan diri guna membantu membopong gadis itu hingga ke UKS. Amel setuju, lantas segera menyuruh Gerrald dan dua siswa lainnya bergegas membawa Diary ke UKS. Tentu saja Amel ikut mengantar, sebagai wali kelas ia harus memastikan bahwa anak didiknya baik-baik saja. Selama Amel pergi mengantar ke UKS, kelas pun kembali gaduh. Terutama Prita, ia adalah satu-satunya orang yang selalu keki pada apa-apa saja yang bersangkutan dengan Diary.             “Dasar cupu! Udah kuper, nyusahin pula. Mana Gerrald si anak baru itu ikut bantuin dia lagi. Berengsek!” umpat Prita geram.             “Iya ya, kenapa sih anak baru itu pake ikutan gotong si Diary segala. Padahal kan cewek cupu itu bukan siapa-siapa di sini! Misalkan gue yang pingsan, baru dia boleh ikut serta gotong gue ke UKS,” seloroh Keyna turut komentar. Mendengar pernyataan yang Keyna lontarkan, membuat Prita mendelik jengah dalam sesaat. Namun tidak dapat dipungkiri, Prita pun setuju akan hal yang Keyna utarakan sesaat lalu. “Awas aja kalo sampai dia balik ke kelas, gue bakalan kasih dia pelajaran.” tekad Prita penuh dendam.                                                                                 ¤¤¤ Sesampainya di UKS, Diary langsung dibaringkan di atas ranjang. Amel pun segera memberikan pertolongan pertama dengan mengoleskan sedikit minyak angin ke bawah hidung anak didiknya itu. Tak lama kemudian, Diary pun tersadar. Akan tetapi, dia tidak langsung bangun karena merasa bingung sendiri.             “Syukurlah ... akhirnya kamu sadar juga, Diary !!” ucap Amel bernapas lega. Begitu pun dengan Gerrald, Restu dan juga satu siswa lainnya yang ikut merasa lega karena melihat Diary tersadar dengan cepat.             “Saya di mana, Bu?” tanya Diary sembari menatap langit-langit UKS.             “Kamu ada di UKS, Diary. Tadi, tiba-tiba aja kamu pingsan. Karena khawatir kamu kenapa-kenapa, kami pun memutuskan untuk membawa kamu ke sini,” terang Amel lembut keibuan. Diary mengerjap. Lalu beralih memegang kepala untuk sesaat. Dia baru ingat bahwa kehadiran Gerrald di kelasnyalah yang membuat dia tak sadarkan diri seperti itu. Diary lantas menoleh ke sebelah kanan ranjang yang masih di tempatinya, dan ternyata Gerrald sedang berdiri memandangnya. Bahkan selain Gerrald, Restu juga ada di sana. Cowok berkacamata itu lekas melambaikan tangan kepada Diary.             “Ya sudah Diary, sebaiknya kamu istirahat saja dulu di sini. Kalau sudah baikan, kamu boleh kembali ke kelas.” saran Amel baik hati. Diary mengangguk pelan, “Makasih, Bu....” sahutnya. Sementara itu, Amel beralih menatap Gerrald dan dua murid lainnya, “Untuk Gerrald, Restu dan Andi ... kalian bisa kembali ke kelas. Diary biar istirahat dulu di sini.” ucap Amel mengomando.             “Maaf, Bu, apa sebaiknya ... ada satu orang yang menemani Diary di sini? Misalkan dia ditinggal sendiri saya khawatir kalau nanti tiba-tiba Diary pingsan lagi. Kita juga perlu tau keluhan apa yang Diary punya sampai bisa pingsan seperti tadi,” usul Gerrald membuat Amel berpikir sejenak.             “Benar juga kamu, " angguk Amel setuju, "Tapi, siapa yang mau menemani Diary di sini?” tanya Amel kemudian.             “Biar saya saja, Bu. Lagi pula, Diary kan sudah menjadi teman satu bangku saya. Jadi, saya berhak jagain Diary juga kan di sini....” ujar Gerrald bersemangat. Ucapan Gerrald membuat Restu kontan meliriknya tajam, tersirat ekspresi tidak suka dalam tatapan cowok berkacamata itu.             “Tapi, kamu kan baru pertama masuk Gerrald. Bagaimana dengan pelajaran saya yang harus kamu pelajari hari ini?” lontar Amel sedikit keberatan.             “Saya bisa pinjam buku catatan dari yang lain kok, Bu. Tenang saja, dalam waktu satu minggu ... saya pasti bisa menguasai pelajaran Ibu dengan baik.” ikrarnya meyakinkan. "Yakin kamu? Selain guru kimia, saya ini wali kelas kamu juga loh, saya bisa permasalahkan janji yang kamu buat seandainya kamu gak menepati," tukas Amel mewanti-wanti. "Saya janji, Bu. Saya jamin Ibu tidak akan kecewa sama saya," sahut Gerrald mantap. Merasa dapat dipercaya, Amel pun menghela napas, “Baiklah kalau begitu, kamu boleh menjaga Diary di sini. Pastikan kalau teman sebangkumu ini baik-baik saja, ya. Saat jam pelajaran saya berakhir, saya akan cek kalian lagi ke sini." tutur Amel mempercayakan segalanya pada Gerrald. "Baik, Bu. Saya akan pastikan Diary aman kalau sama saya," ucap Gerrald membuat hati Diary yang mendengarnya tiba-tiba saja bergetar. Amel mengangguk, lalu kembali mengarahkan perhatiannya pada dua murid lainnya yang hanya mampu diam menunggu interupsi. "Untuk kalian berdua, mari ikut saya kembali ke kelas!” titah Amel pada Restu dan Andi. Amel mengayunkan langkah ke luar dari UKS, diikuti oleh Andi dan Restu. Meskipun sebenarnya Restu juga ingin sekali menemani Diary di UKS dan tidak rela kalau temannya itu ditemani oleh si anak baru yang belum jelas asal usulnya, tapi mau tak mau dia pun harus tetap mengikuti aturan sang wali kelas.  Sepeninggal wali kelasnya, kini tinggal mereka berdua yang mengisi UKS.             “Diary, kamu baik-baik aja, kan?” tanya Gerrald segera duduk di kursi yang tersedia. Alih-alih menjawab, Diary malah bangun dari pembaringannya, “Gerrald, kenapa kamu bisa ada di sini ? Terus, kenapa kamu pindah sekolah juga? Bukannya kamu sekolah di SMA Pemuda Bangsa, lantas ... kenapa kamu malah pindah ke sini?” berondong Diary melontarkan sejumlah pertanyaan. Gerrald menghela napas, lalu dia meraih salah satu tangan Diary dan menggenggamnya, “Diary, lo gak perlu tau alasan gue pindah ke sini, yang jelas ... lo cuman perlu berpura-pura untuk jadi orang yang baru kenal aja sama gue terhitung hari ini. Lo bisa kan lakuin itu?” pinta Gerrald mengejutkan. Mengerjap, Diary pun mengutarakan kebingungannya, “Berpura-pura? Tapi, kenapa Gerrald? Maksudku, jelas-jelas kita udah lumayan kenal lama, tapi kenapa kamu minta aku buat pura-pura kenal mulai hari ini? Kamu malu kenal sama aku? Terus, kalo kamu malu ... kenapa kamu harus repot-repot pindah ke sini ??” cerocos Diary terbawa emosi.             “Enggak, Diary, enggak," geleng Gerrald, "Bukan itu maksud gue, justru ... di balik itu semua, gue punya rencana buat lo, hanya saja ... rencana itu gak bakalan bisa berjalan dengan lancar kalo lo gak bisa gue ajak kerja sama, paham?” ujar Gerrald tegas. Diary terdiam. Terus terang, gadis itu masih belum mengerti dengan tujuan Gerrald. Rencana apa yang Gerrald maksud, kenapa harus dengan cara seperti itu? Tidak ada kah jalan lain?             “Oke, gue bakal jelasin alasan kenapa gue mutusin buat pindah ke sini, tapi gue minta waktu buat jelasin secara bertahap. Gue gak mau kalo sampe apa yang udah gue susun tiba-tiba berantakan gitu aja, jadi plis ... lo mau kan nunggu sampe gue siap buat jelasin semuanya?” pinta Gerrald meremas lembut tangan Diary yang masih digenggamnya. Walau sebenarnya Diary masih sedikit bingung, namun pada akhirnya, Diary pun setuju untuk bersabar. Setidaknya, Gerrald sudah berjanji untuk mengutarakan maksud dan tujuannya berada di sini.                                                                                     ¤¤¤ Tepat ketika waktu istirahat tiba, Diary kembali ke kelas ditemani Gerrald. Rupanya, Prita dan Keyna sudah menunggu di ambang pintu. Prita pun meremas gelas plastik yang sudah tak berisi di tangannya tatkala ia melihat kedekatan Diary dengan si anak baru. Prita tidak terima kalau Gerrald harus dekat lebih dulu dengan Diary yang dianggapnya sebagai cewek cupu bin kuper di kelas. Hingga ketika Gerrald dan Diary sampai di depan kelas, Prita mengadang keduanya.             “Eits ... mau ke mana lo? Mau lewat sini ya?“ tahan Prita menatap Diary Diary tertunduk diam, sementara Keyna ikut menghalangi jalan untuk mereka. Prita mengalihkan pandangan pada Gerrald yang kini berdiri tepat di sebelah Diary.             “Hai, Gerrald? Kita belum sempat kenalan ya ... kenalin, gue Prita. Anak kepala sekolah di SMA PELITA....“ ucap Prita mengulurkan tangan, sekilas mendelik sinis pada Diary yang masih menunduk di tempat. Layaknya orang pada umumnya, Gerrald menerima uluran tangan Prita. Lalu kembali menyebutkan namanya dengan singkat. "Gerrald," Tak sampai di situ, Keyna pun turut serta memperkenalkan diri seperti Prita sebelumnya,“Gue Keyna, sahabat Prita....” sambar Keyna sembari merebut tangan Gerrad yang masih bersalaman dengan tangan Prita. Gerrald hanya tersenyum datar, namun Prita melempar tatapan marah pada Keyna. Seakan mengerti apa yang Prita mau, Keyna pun buru-buru melepaskan genggaman tangannya dari tangan Gerrald. Membuat suasana sedikit tegang, hingga tak lama kemudian Gerrald pun angkat bicara.             “Prita, Keyna ... kita kan udah kenalan, jadi boleh dong gue bawa Diary masuk ke kelas?” ujar Gerrald menatap dua perempuan di hadapannya silih berganti. Kemudian, tanpa menunggu persetujuan dari mereka pun Gerrald lekas mengajak Diary untuk masuk ke kelas dengan melewati Prita juga Keyna yang sukses dibuat ternganga dongkol. Saat mereka sudah berhasil masuk tanpa dihalangi lagi oleh Prita, Restu yang sedari tadi gelisah mencemaskan Diary pun lekas menghampiri tatkala mendapati sosok yang dicemaskannya telah kembali.             “Di-Diary ... ka-kamu gak apa-apa?” tegur Restu menatap khawatir.             “Enggak, kok. Aku gak apa-apa, Res. Mungkin tadi cuman pusing karena lupa sarapan, jadinya pingsan deh. Hehe,” jawab Diary tersenyum. Spontan, Restu pun mengembuskan napas lega, “Syukurlah ... a-aku khawatir sama ka-kamu, Diary. A-apalagi sejak ta-tadi kamu ditungguin sama anak baru ini,“ tukas Restu sembari mendelik Gerrald. Diary ikut melirik Gerrald dengan senyum di bibir, lalu beralih lagi ke Restu tanpa berkata apapun.             “Lo santai aja, Bro! Gue gak gigit, kok....” seloroh Gerrald menepuk bahu Restu akrab. Lalu, sebelum mendengar Restu berucap lagi, Gerrald pun menuntun Diary menuju bangku mereka. Sementara Restu dibiarkan berdiri di tempat ditemani dengan rasa geram yang mendera.                                                                                      ¤¤¤             “Prita, masa lo main terima aja sih dicuekin sama si Gerrald kayak tadi. Apalagi, si Gerrald malah perhatian banget tuh kayaknya sama si cupu Diary, “ tutur Keyna mengompori. Prita belum menyahut, dia sedang fokus dengan pikirannya sambil mengaduk-aduk jus alpukat yang di pesannya.             “Prita, lo kok diam aja sih?” sentak Keyna gemas. Kontan, Prita pun mendecak, “Lo bisa diam dulu gak sih?" protesnya tak kalah gemas, "Justru gue itu lagi mikirin gimana caranya biar si Gerrald bisa tertarik sama gue,” sambung Prita memelotot. Membuat Keyna lantas memanyunkan bibir sambil manggut-manggut mengerti.  Prita sendiri sudah beralih mengetuk-ngetuk kepalanya dengan telunjuk. Sampai akhirnya,             “AHAA!!“ teriak Prita membuat Keyna kaget. Tentu saja, beberapa orang yang duduk berdekatan dengan Prita dan Keyna di salah satu meja kantin pun ikut terperanjat kaget meski tak berani berkomentar. Prita membisikkan sesuatu ke telinga Keyna. Tampaknya, dia mempunyai rencana lagi untuk Diary.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD