Dia, Galaksi

494 Words
"Galaksi, kakekmu ingin kamu menikahi wanita ini." Abimana meletakkan selembar foto di atas meja di hadapan mereka. "Itu adalah keinginan terakhirnya dan tertulis di surat wasiatnya sebelum dia pergi meninggalkan kita semua." Sepasang mata bermanik hitam pekat itu menyipit tajam. Pandangannya lalu turun, melihat siapa sosok yang ada di dalam kertas berukuran 4 R itu. Seorang wanita berkacamata tebal dan bertubuh gemuk. "Siapa wanita itu? Kenapa kakek ingin aku menikahinya?" Abimana menatap lekat-lekat wajah putra sulungnya tersebut. "Cucu dari teman dekatnya. Kakekmu berhutang budi padanya dan dia berjanji akan memberikan kehidupan yang layak untuk keluarganya kelak." Galaksi mendengus. "Yang benar saja. Kenapa setelah pergi dia masih merepotkanku." Galaksi berdiri, membuang muka sembari berkata, "Aku tidak mau menikah dengan wanita itu." "Kamu harus. Itu adalah keinginan terbesar kakekmu. Jika tidak, kamu akan dicoret dari ahli waris dan Ayah akan menendangmu dari rumah ini." Galaksi mendengus. "Apa Ayah sedang mengancamku?" "Hanya bernegosiasi. Pertimbangkan lagi keputusanmu." Galaksi kemudian menolehkan tatapannya pada ibunya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Bahkan, ketika pembicaraan terjadi, dia terlihat senyum-senyum sendiri sambil menatap layar ponselnya. "Ibu? Apa Ibu mau punya menantu seperti dia?" Tanpa menoleh barang sedetikpun, Kartika menjawab, "Apalagi yang bisa kita lakukan selain menyetujui keputusan itu, Sayang?" "Apa ini? Kenapa Ibu terima begitu saja? Aku kan tidak mengenalnya sama sekali." Lagi-lagi, Kartika berseru dengan acuh tak acuh, "Nanti kalian juga akan saling mengenal." Galaksi melipat bibir, menahan jengkel. "Aku tidak yakin bisa hidup dengannya, apalagi mencintainya." "Kakekmu cuma ingin kamu menikahi gadis itu, bukan untuk mencintainya Apa susahnya menikahinya, lalu berikan dia hidup yang layak seperti yang kakekmu inginkan?" "A-apa?" Galaksi sungguh tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya tersebut, meskipun ucapannya ada benarnya. Dia hanya perlu menikahinya, bukan untuk mencintainya. Tetapi, Galaksi pernah memimpikan sebuah pernikahan atas nama cinta, bukan karena rasa terpaksa, lebih-lebih lantaran perjodohan tak masuk akal yang dilakukan kakeknya dulu. "Kakek sudah meninggal, kan? Kalau aku tidak menikahi wanita itu, tidak akan menjadi masalah, bukan?" Abimana menggeleng cepat. "Itu tertulis di surat wasiatnya. Kamu harus menikahi Bianca Ruby untuk bisa menjadi salah satu ahli waris semua harta yang keluarga kita miliki. Kamu tidak mau kan kalau semua jatahmu Ayah berikan pada adikmu, Langit?" Langit si anak nakal. Bagaimana bisa dia mengurus perusahaan? Pemuda berumur delapan belas tahun itu hanya tahu main-main dan menghabiskan duit saja! Sebenarnya, Galaksi bukanlah orang yang serakah. Namun, dia juga orang yang tidak bisa hidup tanpa uang. Tetapi, menikahi wanita itu juga bukan ide bagus. "Pikirkan lagi keputusanmu. Ayah tidak mau mendengar jawaban seperti tadi lagi." *** Galaksi melempar ponselnya ke atas ranjang dengan penuh rasa marah. Apa-apaan ini? Kakeknya yang sudah tiada, masih juga merepotkan dan membuat hidupnya menjadi kacau. Kenapa kakeknya itu tidak memintanya untuk melompat ke laut saja, daripada harus menikahi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan bahkan, sosoknya benar-benar jauh dari tipikal istri idamannya. Bukan saja tidak cantik, bobot tubuhnya juga membuat Galaksi sesak napas. Mungkinkah dia memiliki berat tubuh sebesar 100 kilogram? Atau, bahkan lebih? ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD