Jomblo Kenapa Tidak!

1785 Words
Hari ini kerjaan sangatlah banyak, membuat waktu sangatlah cepat berlalu sedangkan kerjaan belum juga selesai. Akhir bulan adalah masanya membuat laporan bulanan yang itu sangat menyita waktu, apalagi jika kegiatan harian tidak langsung dirapihkan. Beginilah kesibukanku sebagai wanita karir, dan aku masih sangat beruntung karena aku masih saja jomblo sampai saat ini. Jadi aku hanya sibuk dengan pekerjaanku, dengan dokumen dokumen yang berantakan di mana mana. Tidak kebayang kalau aku punya anak kecil pasti dokumen ini jadi salah satu alat untuk dicoret-coret olehnya. Aku Amerlin, gadis yang dibilang tidak seusia gadis lagi. Umurku sekarang sudah masuk 35 tahun tapi masih belum menemukan dambaan hati yang pas untuk menemani hidup ini. Sebenarnya, aku nyaman dengan keadaanku sekarang, dibilang mengeluh sih tidak. Tetapi hanya gerah mendapati rongrongan dari orang tua, saudara atau bahkan tetangga yang selalu memojokkan untuk aku segera menikah. Waktu saat ini sudah menunjukan pukul 23.10 WIB, tetapi pekerjaan ku masih belum juga selesai. Di tambah lagi ada berkas yang lupa aku letakkan di mana, membuat aku tambah pusing dan malas untuk melanjutkan pekerjaan ini. “Besok hari minggu ini, besok lagi ah gua cari nih berkas,” kataku pada diri sendiri saat buntu dengan pekerjaan yang sedang aku kerjakan. Sambil meletakkan kacamata yang biasa aku gunakan hanya saat aku sedang bekerja di depan laptop. Aku memang sudah terbiasa berbicara sendiri saat menghabiskan waktuku di rumah. Aku mulai nyaman berbicara dengan semua benda benda yang ada di sekitarku. Hanya Kitty sebagai pelampiasan senang dan gundah ku. Kitty adalah seekor kucing anggora yang sangat lucu. Dia terkurung di rumah ini bersamaku. Aku memilih punya rumah sendiri ketimbang harus tinggal dengan kedua orang tuaku. Padahal mereka juga menawarkan aku sebuah rumah yang lengkap dengan fasilitas tetapi dengan syarat aku harus menikah dengan seorang lelaki yang mama jodohkan untukku. Daripada menghabiskan waktu dengan pria yang tidak aku kenal, lebih baik aku tinggal sendiri. Aku akan tunjukkan ke orangtuaku aku bisa sukses tanpa harus hidup di bawah lindungan seorang laki-laki. Dan aku membuktikannya, aku bekerja di suatu perusahaan sebagai seorang sekertaris tetapi di satu sisi aku juga memiliki sebuah butik yang sudah sangat maju dan selalu ramai dikunjungi banyak orang. Karena hobi ku dalam fashion yang membuat aku sangat ingin mempunyai butik. Aku bekerja sama dengan temanku, dia sebagai pengelolah butik ku. Semua fashion yang ada di butik itu semuanya adalah ide-ide fashion dariku. Saat aku menginginkan menggunakan sesuatu yang tidak bisa aku cari aku menuangkan ide itu untuk diciptakan oleh temanku itu. Dia sangat multi talenta, dia memang bukan seorang desainer yang terkenal tetapi dia punya kemampuan yang aku sangat malas untuk mempelajarinya. Semua hal yang berhubungan dengan keputrian dari dulu adalah hal yang paling tidak menarik buat ku. Memasak, menjahit bahkan sampai disuruh mencuci aku juga tidak mau. Di rumah yang cukup luas untuk tinggal seorang diri, aku menyewa jasa ART harian yang tidak harus menetap di rumah. Dialah yang membersihkan semua kekacauan rumah yang aku buat setiap malam. Dia juga yang mencuci dan menyetrika pakaianku bahkan dia juga membuatkan aku makan malam. Biasanya masakan yang Bi Rina masak dimasukan ke dalam kulkas, sehingga malam hari aku bisa memanasi masakan yang Bibi masak siang hari. Aku sangat jarang bertemu Bi Rina, kadang-kadang kalau aku berangkat kesiangan baru aku bisa bertemu dengan Bi Rina. Jika pekerjaan Bi Rina sudah selesai maka dia akan kembali lagi ke rumahnya. Paling lambat Bi Rina pulang jam dua siang, sedangkan aku pulang selalu lewat jam delapan malam. “Hoaa….. capeknya,” kataku sambil menguap dan meletakan kepala ini di atas meja kerjaku. Laptop masih dalam keadaan menyala saat mataku sudah tidak sanggup menahan kantuk. Tanpa sadar aku tertidur dalam keadaan duduk dengan kepala di atas meja. ***. “Kring….” suara jam weker membangunkan ku. Dalam keadaan masih belum bangun sepenuhnya aku mematikan jam wekerku yang aku letakkan di atas nakas. Aku kembali menarik selimutku dan memeluk gulingku karena aku tahu hari ini hari minggu, waktu aku menghabiskan waktu lebih lama di atas kasur. “Kapan aku pindah ke kasur ya?” kataku masih dalam keadaan mata terpejam. Sesekali aku mengintip ke arah jendela yang terlihat sinar matahari berusaha masuk ke dalam kamarku tetapi masih tertutup dengan gorden. Lalu memejamkan kembali mata ini dan melanjutkan tidurku yang rasanya masih sangat singkat. “Sayang kamu sudah bangun?” tanya seseorang sambil membuka gorden pelan. “Pagi pagi aku udah halu dengar Bi Rina panggil sayang,” gumamku pelan dari dalam balik selimut tidak ingin menjawab panggilan Bi Rina, karena memang mataku masih sangat berat untuk terbuka. Tiba-tiba terasa hembusan hangat di sekitar telingaku mengusik tidur ku yang baru saja akan aku lanjutkan kembali. “Kitty…. Jangan ganggu dulu, nanti saja …. “ kataku terhenti karena yang aku berusaha dorong, bukan muka seekor kucing yang aku pegang, tetapi lebih terasa seperti pipi seseorang. Mengapa Bi Rina sampai segitunya membangunkan aku. Saat tanganku masih meraba pipi seseorang, tiba tiba tangan seseorang mencoba untuk melingkari pinggangku. Aku yang terkejut langsung memutar badanku seratus delapan puluh derajat menghadap ke arah orang yang berada di belakangku. “Bi…. Apa apaan ini!” kataku dengan nada marah yang baru menemukan perlakukan Bi Rina yang diluar batas. “Bi!!! Bi itu siapa sayang? “ tanya seseorang mencoba mendekati wajahnya ke wajahku. Begitu terkejutnya aku saat melihat sosok yang sangat tidak aku kenal. Dia bukan Bi Rina, bahkan dia seorang laki-laki dengan bagian badan atasnya tidak tertutupi apa pun. Terlihat otot dadanya yang bidang dan beberapa otot perut yang terlihat tidak tertutup dengan selimut. “Aaaaaa……….” Teriakku spontan dan mendorong tubuh kekar itu walaupun tubuh itu tidak bergeser sama sekali. “Siapa kamu!” Kataku dengan nada yang sangat tinggi. “Kamu kenapa sayang? Masak kamu lupa dengan suami sendiri?” katanya sambil membelai lembut rambutku. Aku segera menghentakkan tangan laki-laki itu dan keluar dari dalam selimut. Betapa terkejutnya aku melihat kondisi ku hanya menggunakan baju tidur tipis berbahan sutera dengan tali satu. Bahkan aku juga baru sadar bahwa aku juga tidak mengenakan pakaian dalam. Spontan aku langsung menyilang kan kedua tanganku menutupi belahan d**a agar tidak terlihat oleh lelaki itu. Aku melihat ke seluruh ruangan mencari sesuatu yang dapat menutupi tubuhku ini. “SUAMI” teriakku sambil mengenakan cardigan yang aku temukan di atas kursi rias. “Kapan aku punya suami??? Kapan juga aku nikah???” tanyaku sangat tidak percaya karena ini terlalu mendadak. Ini sangat tidak masuk akal. “Sayang…. Kita baru aja selesai resepsi semalam” katanya sambil bangun dari tempat tidur. “Masak kamu lupa???” lanjutnya “kita selesai resepsi jam sepuluh malam” jelas laki laki itu. “tidak…. Itu tidak mungkin…. Ini pasti rencana mama kan?” tanyaku “KAMU DI BAYAR BERAPA SAMA MAMA SAMPAI KAMU BERAKTING SEPERTI INI?” tanyaku dengan nada lebih tinggi dari suaraku tadi. “Kamu kenapa sayang? mama bayar aku!!” kata laki-laki itu bingung “Kita menikah karena emang kita saling cinta, sudah tiga tahun lebih kita pacaran. Wajar kan kalau selanjutnya kita menikah” “Kamu kenapa? kamu sakit?” tanya laki-laki itu sambil berjalan mendekati diriku. “Stop,” teriakku. Tetapi lelaki itu tetap berjalan mendekati diriku, kemudian memegang keningku dengan punggung tangannya. “Kamu enggak panas,” katanya sambil membandingkan suhu badannya dengan suhu badanku. Aku lalu menepis tangan laki-laki itu dan melangkah mundur. “Tolong bisa tinggalkan aku sendiri, ini sangat mengganggu,” kataku mulai menurunkan beberapa oktaf nada suaraku. Karena aku lihat pemuda ini tidak terlihat punya tujuan jahat padaku. “Oke… mungkin kamu masih lelah… kamu belum terbiasa ya kalau ada laki-laki di kamar kamu,” katanya dengan maksud menggodaku. Aku hanya membalas dengan raut muka masam menunjukan tidak suka dengan ucapan dia. “Oke oke aku keluar…. “ lanjutnya sambil melangkah mundur dan meninggalkan aku sendiri di kamar. “Apa apaan ini…. Mama bener bener kelewatan,” kataku kesal sendiri. “Bercandanya udah kelewatan, kalau emang nyuruh aku nikah enggak kayak gini juga kali,” lanjutku sambil meraih handphone yang tergeletak di atas nakas di samping tempat tidur. Lalu aku memasukan kode untuk membuka handphone, namun salah. Dua kali aku mencoba membuka kode handphone yang biasa aku gunakan, namun tetap salah juga. Akhirnya aku membuka handphone dengan kode finger, hingga handphone itu terbuka. Aku memasukan nomor hape mama yang sudah sangat aku hafal. Biasanya setelah memasukkan empat nomor awal akan segera muncul nama mama, tetapi mengapa ini tidak munculnya. Aku akhirnya memasukkan seluruh nomor mama secara manual, dan terdengar nada dari seberang sana “Nomor yang anda tuju belum terdaftar" suara yang terdengar dari dalam handphone. “Belum terdaftar?” kataku kesal. Kemudian aku mencoba sekali lagi, dan suara yang sama yang terdengar dari dalam hape. “Apa apaan ini… “ aku semakin kesal karena beberapa kali aku mencoba selalu gagal. Lalu aku mencoba memasukan nomor Papa, memang dua nomor ini yang hanya aku hafal. Sisanya aku biasa memasukkan nama dan akhirnya keluar nomor mereka. “Kenapa nomor mama sama papa belum terdaftar ya???” aku mulai panik dan kesal. “Apa apaan ini, sampai segitunya mereka mengerjai aku, sampai menghapus nomor mereka,” kataku kesal sambil melempar handphone ke atas kasur. Lalu aku menjatuhkan dengan pasrah tubuhku di atas tempat tidur sambil mengingat yang diucapkan laki laki yang berada di kamarku tadi. Suami? Sudah menikah? Tadi malam? Jelas jelas semalam aku sibuk merapihkan laporan bahkan laporan yang akan aku laporkan esok hari. Tapi sekarang aku sedang berada entah di mana ini, rumah siapa ini. Pada siapa aku harus bertanya, semua orang yang aku kenal tidak ada yang bisa aku hubungi. Apa aku harus percaya pada laki laki tadi, bahkan namanya saja aku tidak kenal. Aku masih jomblo. Emang kenapa juga harus menikah, jika belum ada jodoh. Aku yakin jodoh pasti ada untukku. Dan tuhan masih menyembunyikan jodohku yang terbaik untukku. Tidak perlu menggunakan cara seperti ini untuk membuat aku menikah. Masak iya, bisa menikah di dalam mimpi. Langsung punya suami setelah bangun tidur. Itu hal yang mustahil. Aku tidak suka. Jika ini benar akal muslihat mama dan papa, aku pasti akan sangat sangat marah kepada mereka. Ini tidak lucu. Dapat ide dari siapa lagi ini, pasti ada yang manas-manasin mama supaya ini terjadi. Dan mereka sengaja mematikan handphone, agar aku tidak bisa menghubungi mereka. Siapa sih, yang mengatur ini semua. Jomblo di saat belum tepat untuk menikah, emang salah. Ya tentu saja tidak. Aku bukan tidak ingin menikah, hanya sedikit tertunda. Tetapi bukan pernikahan seperti ini yang aku bayangkan. Menikah haruslah dengan laki-laki yang kita kenal. Dan pernikahan yang diharapkan adalah satu untuk selamanya. Lalu dimana aku sekarang apakah aku benar sudah menikah atau ini hanya rekayasa orangtuaku apakah aku tetap Amerlin
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD