BAB 5

1217 Words
Sepanjang perjalanan pulang menuju kost, Syifa terus saja menceritakan bagaimana perasaannya saat melihat sekawanan kakak kelas tadi. Rain yang masih kesal dengan mereka hanya bisa menganggukkan kepala atau bergumam tidak jelas. Selama ia hidup di dunia ini, orang yang berani bicara terus-menerus kepadanya hanyalah Syifa, tapi anehnya ia tidak bisa marah. "Rain nanti kamu mau makan siang bareng aku enggak? Kalau kamu mau nanti aku samper deh," ucap Syifa tepat saat ia masuk ke gerbang kost. Syifa membungkukkan badan sambil tersenyum ketika berpapasan dengan ibu kost, tapi tidak dengan Rain. Ibu kost yang dari awal tidak suka jadi tambah tidak suka. Di matanya, Rain hanya anak orang kaya yang sombong dan tidak tahu tatakrama. "Gimana, Rain? Kamu mau?" tanya Syifa setelah mereka masuk ke lorong kost lantai satu. Rain berpikir sejenak sambil mengelap keringat di dahinya, saat masih di Malang ia tidak akan dibiarkan berkeringat oleh asisten ayah dan ibunya. Panas dipayungi, hujan dipayungi, mungkin di sekolahnya dahulu itu biasa, bahkan ada yang lebih parah dari Rain, tidak terbayangkan kalau Rain datang ke sekolahnya yang sekarang bersama dua bodyguard ayahnya. "Yaudah," jawab Rain singkat. "Kamar aku di lantai satu nomor 22A, kamar kamu di mana?" "Lantai dua nomor 18B." Syifa mengangguk paham. "Yaudah nanti aku samper ke sana." Rain menggeleng. "Enggak usah, nanti gua aja yang ke kamar lu." Setelah mengatakan itu Rain langsung naik ke atas tangga, Syifa tersenyum kecil melihat punggung Rain yang semakin menjauh. Jujur saja ia senang mendapat teman yang duduknya berdekatan ditambah satu kost dan nasib yang sama yaitu, merantau dari tempat kelahiran. Sejak kecil ia memang suka bicara, teman-teman satu pondoknya dahulu mengenal Syifa dengan sebutan happy virus, sebab saat ada Syifa suasana yang sebelumnya monoton bisa jadi berwarna. Saat sampai di kamar Rain langsung melepas pakaian sekolahnya dan mengganti dengan pakaian santai. Karena sekarang ini matahari sedang panas-panasnya, Rain memilih baju yang lebih tipis tapi bisa menutup seluruh tubuhnya, seperti baju kaus silver lengan panjang dan celana levis hitam gombrang. Karena ia sudah mengatakan akan menghampiri Syifa lebih dulu, jadilah ia turun menuju kamar Syifa. Sepanjang jalan ia tatap nomor yang tertera di setiap pintu, sampai akhirnya ia tiba di paling ujung, tepat di bawah kamarnya berada. Saat sampai Rain hanya mengetuk pintu, sampai akhirnya Syifa menyembul dengan balutan mukena. Dia habis melaksanakan salat Zuhur. Sekolah memulangkan siswa dan siswinya di awal masuk setelah MPLS tepat saat suara azan Zuhur berkumandang. "Sini masuk dulu, Rain, kamu udah salat?" ucap Syifa sambil membukakan pintu untuk Rain. Rain menggeleng sambil masuk ke dalam kamar Syifa. Ia kira semua kamar memiliki fasilitas yang sama, ternyata tidak. Nampaknya kamar ia sudah direnovasi lebih dulu oleh ayahnya. "Kamu salat dulu aja, Rain, nanti kalau ditunda malah kelupaan," ucap Syifa sambil melepit mukenanya. "Nanti aja habis makan," ucap Rain sambil menatap Syifa yang kini tidak mengenakan jilbab. "Umur enggak ada yang tau, Rain, salat kan wajib hukumnya, sementara makan kan enggak wajib, sambil nunggu aku pakai jilbab kamu salat dulu aja nih. Sayang lho, kita udah ketinggalan waktu awal salat, ada baiknya segera dilaksanakan." Karena malas berdebat Rain pun akhirnya menuju kamar mandi Syifa untuk berwudu lalu segera melaksanakan salat Zuhur. Tepat saat Rain selesai melaksanakan salat Zuhur, Syifa sudah rapih dengan pakaiannya. Mata Rain memicing, pakaian sekolah dan pakaian santai yang Syifa kenakan sama-sama tebal dan tertutup. Padahal cuaca sekarang sangat panas. "Kenapa, Rain?" tanya Syifa, dia sadar kalau saat ini Rain sedang memerhatikannya. "Kok lu pakai pakaian tertutup banget, jilbab lu juga panjang banget, emang enggak gerah? Cuaca di luar panas banget padahal," ucap Rain sambil melepit mukena. Syifa tersenyum kecil. "Menutup aurat itu wajib hukumnya, enggak ada kata gerah-gerahan, Rain," ucap Syifa. "Tapi gua juga pakai kerudung," sanggah Rain. "Itu belum sempurna, Rain, Allah memerintahkan kita agar masuk Islam secara kaffah atau keseluruhan. Hal ini sesuai sama firman Allah surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." "Apanya yang enggak sempurna? Gua kan pakai kerudung, gua juga enggak ikutin langkah-langkah setan?" tanya Rain. Syifa berdehem. "Walaupun kita udah berkerudung, belum tentu kerudung itu menutupi aurat kita. Wanita itu hanya boleh menampakkan wajah dan telapak tangannya, sisanya ya ... aurat. Ada orang yang mengenakan kerudung tapi dadanya ke mana-mana, bajunya ketat sampai memperlihatkan tubuh mereka, ya ... itu sih sama aja belum sempurna, Rain, dan sama aja kita udah mengikuti langkah setan. "Lagi pula mengenakan kerudung syar'i itu enggak merugikan kok, panas? Panasnya dunia enggak seberapa dari panasnya akhirat. Dengan mengenakan kerudung syar'i kita bisa terlindungi, bukan cuma melindungi kita, tapi orang-orang yang melihat kita dari fitnah dan godaan, selain itu dapat menghalangi orang yang menilai kita dari fisik aja." Rain terdiam, seketika ia menatap pakaian yang kini membalut tubuhnya, ia tidak memakai pakaian ketat, tapi benar, kerudungnya masih menampakkan d**a yang kalau terkena angin bisa membentuk lekuk tubuh. Entah malu atau ingin marah, yang bisa Rain lakukan sekarang hanya diam. "Kenapa kamu enggak coba aja, Rain?" tanya Syifa. Rain mengerjapkan matanya. "Mungkin nanti, gua belum siap." "Malaikat maut enggak pernah mengeluh siap atau enggaknya untuk mencabut nyawa kita, jadi, selagi masih ada waktu, kita harus gunakan sebaik mungkin. Sebab kalau malaikat maut udah cabut nyawa kita lalu kita masih belum ada usaha buat bertaubat, cuma penyesalan aja yang akan kita dapatkan." Rain menghela napas pelan lalu mengangguk. "Doain aja, lu udah siap, kan? Langsung jalan aja, gua udah lapar." Tanpa mau mendengar penuturan Syifa lagi, Rain langsung bangun. Sebenarnya ia tidak lapar karena pas istirahat tadi sudah makan lumayan banyak, ia hanya menghindarkan diri dari perkataan Syifa saja. Syifa hanya tersenyum kecil melihat Rain, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia akan berusaha membuat Rain mau mengenakan pakaian yang lebih tertutup, tidak hanya itu, ia juga ingin membantu Rain agar bisa mengenal Islam lebih dalam lagi. Walaupun ilmu yang ia peroleh tidak banyak, ia akan berusaha untuk mencari ilmu untuk berbagi dengan Rain, atau ... mengajak Rain untuk mencari ilmu bersamanya. *** Sepanjang perjalanan menuju tukang makanan, Rain tetaplah Rain, orang yang tak banyak bicara, ia akan bicara kalau memang diajak bicara dan kalau memang ia harus bicara saja. "Nasi goreng Mas Jul, beli itu aja, Rain," ucap Syifa saat melihat gerobak nasi goreng yang sudah tidak asing lagi di mata Rain. Rain hanya mengangguk menanggapinya. Tepat saat ia sampai di samping tukang nasi goreng, ada laki-laki yang baru saja mendapatkan nasi gorengnya, dia ternyata Reza, untuk yang kedua kalinya Rain bertemu Reza di tukang nasi goreng, sepertinya Reza ini suka sekali dengan nasi goreng. "Itu teman sekelas kita, ya, kayaknya?" bisik Syifa saat Reza menaiki motornya. Rain hanya mengangguk lalu berkata kepada Mas Jul, "dua porsi." Dan untuk kedua kalinya Mas Jul dibuat terkejut oleh Rain. Syifa hanya tertawa kecil saat melihat Mas Jul menampakkan wajah terkejut. Setelah menunggu lama sambil memerhatikan Syifa dan Mas Jul yang terus berbicara pengalaman mereka masing-masing, akhirnya nasi goreng siap. Rain bangun ketika Mas Jul sudah memberikan dua bungkus nasi goreng kepada Syifa. Ia mengeluarkan uang lima puluhan. "Bayar dua-duanya pakai itu aja," ucap Rain. Syifa nampak ingin protes, tapi urung ketika Mas Jul sudah memberikan kembaliannya kepada Rain. "Rain aku ganti di kost, ya?" ucap Syifa sambil berjalan. Rain menggeleng. "Enggak usah." Baru saja Syifa hendak bicara lagi tapi Rain langsung menggelengkan kepalanya sambil menempelkan jari telunjuk di bibir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD