Don't Touch Me!

1292 Words
Clek “Berikan aku waktu sendiri Mom. Aku masih belum bisa menyetujui keputusan ini,” gumam Lylo pelan. Matanya tidak melihat orang yang masuk sama sekali, asik memandangi lapangan luas di daerah rumahnya dari jendela besar kamar miliknya. “Tidak perlu terburu-buru. Aku akan menunggu dengan sabar.” Lylo buru-buru berbalik, saat sadar bahwa suara yang membalasnya adalah suara orang asing yang sangat menyebalkan. Mata Lylo menajam, apalagi saat melihat Lion dengan santainya duduk di ranjang king size milik Lylo tanpa ijin terlebih dahulu. Serius, Lylo bertanya-tanya sebenarnya bodyguard macam apa Lion ini?! Oh di lupa. Lion juga merupakan calon tunagannya bukan? “Aku tidak pernah mengijinkanmu masuk ke ruang pribadiku. Jangan masuk jika aku tidak memanggil di masa depan, ini perintah pertamaku,” desis Lylo dingin. Lion di sisi lain, malah terkekeh pelan lalu menyeringai kecil setelah mendengar ucapan Lylo. “Maaf Tuan Muda. Tapi Saya hanya menerima perintah dari Ayahmu, oh salah. Saya hanya menerima perintah dari Dadmu, Tuan Muda. Dan lagi, Tuan Besar sendiri yang mengatakan pada Tuan Muda bahwa mulai sekarang Saya akan menjaga Tuan Muda 24 jam setiap harinya. Tambah, Saya bebas memasuki fasilitas mana pun selama itu untuk menemani Tuan Muda,” balas Lion santai. Yang kesannya, Lion malah sedang mengejek Lylo. Alpha muda itu menggeretakkan giginya kesal. Siapa lelaki ini berani menentangnya? Dan apa-apaan dengan semua pernyataan itu? “Siapa kamu sebenarnya? Apa yang kepala keluarga Kekaray inginkan dari keluarga Tritas? Kenapa..... Dad sampai mengijinkanmu melakukan hal selancang ini?” Mata tajam Lylo tidak lepas dari wajah penuh senyum milik Lion, yang mendekati Lylo lalu membisikan sesuatu di telinganya. “Aku Lion Kekaray, satu-satunya keturunan Kekaray yang tersisa dan aku menginginkanmu. Ada satu hal yang Ayahmu tidak bisa langgar hingga mau tidak mau dia harus setuju dengan pertunangan ini.” Lylo menepis tangan Lion yang hampir menyentuh pipinya. Lylo bangkit dan menarik kemeja hitam Lion secara kasar. “Aku mungkin belum bisa mengeluarkan feromoneku kali ini. Namun Lion, jika kamu berani lancang padaku sekali lagi, maka kupastikan.......” Lylo mengeratkn pegangannya pada kemeja Lion. “Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Tidak peduli kamu seorang kepala keluarga atau siapa pun. Aku tidak takut dan tidak akan pernah takut pada dirimu,” ancam Lylo serius. Kamar itu hening untuk sementara. Lylo masih menunggu reaksi Lion, namun tidak menyangka bahwa Lion malah tertawa kecil, lama-lama semakin kencang sampai Lion akhirnya tertawa lepas. Tangannya menutupi matanya yang memerah karena terlalu berlebihan dalam tertawa, lalu menatap Lylo sambil menjilat bibirnya lambat. “Membunuhku? Kamu hanya Tuan Muda manja yang tidak mau menerima kenyataan di mataku. Tidak mungkin bagimu untuk membunuhku, Manis,” goda Lion santai. Lylo menghempaskan pegangannya kasar, lalu bergerak untuk meninju Lion dengan semua kekuatannya. Lion menahannya. Namun itulah reaksi yang sebenarnya Lylo inginkan. Karena setelahnya, Lylo mengeluarkan pisau bedah kecil yang terletak di sakunya dan bergerak untuk menebas daerah vital Lion di saat lelaki itu sibuk menahan tangannya yang lain. Sayang Lion tidak cukup bodoh untuk terkena serangan mematikan itu. Kakinya dengan cepat terangkat untuk menepis tangan Lylo sementara tangan kirinya mengambil pisau yang terlepas dari tangan Lylo dan tangan kanannya bergerak untuk menangkap pinggang Lylo. Keributan telah selesai. Lylo tidak bisa bergerak karena Lion dengan tenang tengah mengunci pergerakannya. “Anak nakal harus dihukum,” bisik Lion s*****l, di mana tangannya perlahan mulai meraba-raba bongkahan padat bagian bawah Lylo yang tertutup celana bahannya. Lylo murka, wajahnya semakin memerah dan bersiap untuk meledak kapan pun ia mau. “Kau b******n-umpht.” Mata Lylo terbuka lebar, Lion menciumnya tepat di bibir kali ini. Tidak, Lion bukan menciumnya. Dia melumat bibir Lylo dengan ganas, memaksa Lylo untuk membuka mulutnya lalu mengeksplor mulut Lylo dengan panas, seakan ini adalah hari terakhir mereka hidup di dunia ini. Tangan yang telah bebas setelah diam-diam menyimpan pisau bedah milik Lylo kini menekan leher Lylo agar mereka berciuman lebih dalam lagi. Lylo mencoba memberontak, namun tenaga Lion seperti monster hingga Lylo tidak bisa berbuat apapun selain pasrah dalam pelukan Lion. Matanya mulai berkunang-kunang, apalagi saat Lion tak kunjung melepaskan ciuman mereka. Saat Lylo telah merosot ke lantai, barulah Lion melepaskan ciumannya. Jari-jarinya yang besar bergerak menghapus saliva yang keluar dari sela-sela bibir Lylo, mengecupnya lagi sekilas lalu memandang puas pada Lylo yang masih terengah-engah akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang cukup lama. “Aku akan menghukummu tiap kamu nakal begini, Tuan Muda. Jangan bertindak seperti tadi lagi, kamu bisa saja melukai dirimu sendiri tadi,” nasihat Lion lembut, penuh dengan senyuman manisnya. Lylo mengusap bibirnya kasar, berusaha bangkit berdiri lalu duduk di pinggir ranjangnya. Masih merasa sedikit pusing sebenarnya. Tentu saja begitu, karena mereka berciuman lama sekali tadi. Tanpa mengambil nafas sedikit pun. “b******k. Aku akan membunuhmu Sialan! Aku membencimu, aku akan menghilangkan senyum menyendihkanmu itu dari muka bumi. Jangan pernah kamu mencoba untuk memandang rendah diriku dengan wajah menyebalkanmu itu. Aku juga seorang Alpha sepertimu! Dan aku bisa membunuh seseorang tanpa rasa takut sedikit pun!” geram Lylo emosi. Lylo adalah anak yang sopan biasanya, namun hari ini dia kehilangan kesabarannya karena seorang Alpha yang menjabat sebagai bodyguard dan calon tunagan barunya. Lylo geram, rasanya ingin membelah tubuh itu menjadi beberapa bagian lalu memberinya sebagai hadiah untuk anjing-anjingnya. Lylo ingin melakukan itu, saat ini juga. Alis Lion terangkat, terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja Lylo katakan. “Kamu hanya setengah Alpha bagaimana pun jugs. Terserahlah, lagipula aku senang bisa menciummu berkali-kali jika kau melakukan itu lagi,” gurau Lion, di mana sedetik kemudian wajahnya menggelap dan berubah dingin seperti Lion yang sebelumnya tidak pernah ada dan hanya ilusi Lylo semata. Feromone alphanya menguar, menusuk penciuman Lylo yang tanpa sadar bergetar saat tahu bahkan feromone kakaknya Lussac sampai kalah dengan ketajaman feromone Lion yang misterius namun menyesakkan. Lion mendekat, menekan Lylo yang semakin terpaku ke tempat tidur lalu menatapnya dalam, seakan Lylo tengah ditelanjangi saat itu juga. Mata biru terang itu menggelap, sangat gelap dan bewarna sedikit kehitaman. Sarat akan bentuk ancaman yang paling kuat. Tubuh Lylo rasanya kaku, dan nafasnya sesak saat itu juga. “Kamu belum tahu rasa membunuh yang sebenarnya Lylo. Membunuh tidaklah sesederhana yang kamu mungkin pikirkan selama ini. Kita akan melihat mereka mengejang saat menemui malaikat maut didepan kita. Bersuara lirih saat kita memotong lehernya dan memandang kita dengan penuh rasa horror ketika kita mengarahkan senjata padanya. Kamu belum pernah melihat kepala yang hancur berkeping-keping setelah kamu tembak, melihat bola mata yang keluar dari tempatnya, tangan dan kaki yang terputus, lidah yang terpotong, atau bentuk penyiksaan lainnya. Orang rapuh sepertimu tidak akan mengerti. Jadi jangan katakan bagaimana itu rasanya membunuh padaku yang telah membunuh ratusan jiwa sayang. Aku tidak suka.” Suara Lion begitu dingin dan berat, diucapkan perlahan sementara matanya masih mengunci mata Lylo dalam. Tangan Lion membelai pipi Lylo pelan, lalu sekali lagi Lion mengecup kening Lylo lembut. “Kamu akan kulindungi mulai sekarang. Kamu akan aman bersamaku, karena mulai sekarang aku lah yang akan menjadi iblismu sehingga kamu tetap bisa menjadi malaikatku yang polos.” Lion terkekeh kecil melihat ekspresi terkejut di wajah Lylo, sebari turun dari ranjang dan memberi Lylo sedikit ruang. “Saya mohon istirahatlah untuk kali ini Tuan Muda, Anda membutuhkannya. Saya akan membangunkan Anda untuk makan malam nanti.” Nada suara Lion berubah lagi, kini terdengar lebih sopan dan hangat. Lylo merasa ragu ragu untuk tidur disaat Lion masih ada di kamarnya sambil berdiri dan tersenyum. Namun karena jetlagnya yang semakin terasa, dengan terpaksa Lylo perlahan tertidur tanpa sadar bahwa Lion tengah memandangnya puas. Lion menghampiri Lylo yang kini tertidur pulas, menyingkirkan rambut yang menutupi pahatan indah milik Tuhan lalu menyenandungkan lagu pengantar tidur dengan baik sambil sesekali tersenyum kecil. “Kamu harus menjadi anak yang baik Lylo. Karena aku tidak suka anak yang nakal,” gumam Lion sambil sesekali mengecupi wajah mulus itu. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD