Lylo terbangun, saat mendengar suara gemericik hujan diluar sana. Matanya melirik jam yang diletakan di nakas kecil samping ranjangnya. Masih jam tiga pagi, udara sangat dingin pada jam seperti ini ditambah hujan rincik membuat Lylo mengigil pelan dalam balutan selimutnya.
Lylo bangun untuk mencari remote pengatur suhu kamarnya, menaikannya beberapa derajat sebelum rasa hangat yang dirasa benar-benar pas memuaskan Lylo.
Lylo mengamati kamarnya yang sepi. Tidak ada Lion di sini, sekalipun lelaki itu berjanji akan ada di samping Lylo selama 24 jam penuh.
Lylo pikir Lion tidur di kamar lain, sebelum matanya tanpa sengaja menangkap kemeja hitam yang Lion pakai sebelumnya tergantung dengan rapi di gantungan baju kamarnya. Sepatu Lion juga ada di rak sepatu. Lalu ke mana perginya bodyguardnya itu?
Lylo mengecek kamar mandi, yang ternyata kosong.
Walk in closet, yang tentu saja kosong.
Lylo berhenti mencari, lalu membuak gorden yang menutup jendela besar kamarnya karena rasa penasaran.
Tadinya hanya penasaran. Namun mata Lylo membola kaget saat melihat siluet manusia yang hanya mengenakan kaus polos sederhana dan celana pendek tengah berlari di lapangan di tengah hujan rincik, tanpa pelindung apa pun.
Suhu saat ini sudah sangat dingin, apalagi ini musim gugur. Bagaimana bisa orang bodoh itu berlari dini hari begini dan ditengah hujan?
Lylo terus saja menggerutu, melihatnya dengan tatapan malas sebelum mengingat sesuatu yang membuat wajahnya panas.
“Kamu akan kulindungi mulai sekarang. Kamu akan aman bersamaku, karena mulai sekarang akulah yang akan menjadi iblismu sehingga kamu bisa menjadi malaikatku yang polos.”
Tidak, Lylo tidak akan mudah terpengaruh oleh bualan itu. Lylo berjalan untuk kembali tidur, cuaca ini terlalu dingin untuknya.
Kakinya hampir naik ke ranjang, sebelum dengan penuh gerutuan Lylo akhirmya keluar dari kamarnya menuju lantai satu.
Masih menggenakan piyama, Lylo akhirnya keluar, menerobos hujan dengan sama cerobohnya.
Lylo berjalan ke arah lapangan, dimana Lion masih asik berlari dengan kencang di sana.
“Hei kau!”
Lion berhenti berlari, terkejut saat melihat Lylo berdiri tidak jauh darinya tanpa payung dan tengah menatapnya kesal.
“Apa apa dengan otakmu itu sebenarnya? Ini masih dini hari bodoh! Dan kamu sudah berlari hanya dengan menggunakan pakaian minim itu. Bahkan tentara khusus pun tidak akan berlatih segila ini!” omel Lylo kesal. Lion tidak peduli, dia segera berlari ke arah Lylo dan menarik anak itu ke dalam rumah.
Lion berdecak kesal saat merasakan tangan Lylo sedingin mayat, sementara bibirnya mulai membiru saking dinginnya.
Lylo pun baru sadar akan kebodohannya. Hujan itu rasanya seperti butiran es yang terus menghujam tubuhnya. Sangat dingin memang. Jika saja Lylo bukan seorang Alpha, dirinya mungkin sudah terkena hipotermia saat ini juga.
Giginya terus bergemeletuk menahan dingin yang semakin merayap. Pasrah saja saja Lion menyeretnya kembali ke kamar dengan cepat.
Liok tidak menidurkannya di kasur, malah berbelok menuju kamar mandi dan membuka semua pakaiannya terburu-buru.
Lylo tentu saja memberontak begitu diperlakukan begitu.
“Diam dan biarkan aku merawatmu! Kamu akan sakit jika terus memakai pakaian ini!” bentak Lion kesal, hingga akhirnya Lylo mengalah dan menghentikan gerakan perlawanannya.
Lylo semakin kedinginan, tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan Lion saat ini.
Lion membuka baju Lylo dengan cepat, tidak sempat berpikir macam-macam lalu menyalakan keran bathtub dengan cekatan sampai airnya penuh, lalu memasukan Lylo ke dalamnya.
Hangatnya pas, membuat warna kulit Lylo yang asli mulai terlihat seperti sedia kala.
Lion mengambil pancuran shower dan menyetel suhunya, lalu mengarahkannya tepat ke rambut Lylo dan mulai mengusapnya lembut.
Tadinya Lylo hanya pasrah, efek kedinginan sebelum dia sadar dan menyingkirkan tangan Lion kasar.
“Aku baik-baik saja.”
Lylo memalingkan wajahnya, apalagi saat aura Lion tiba-tiba tidak terlalu enak untuk didekati.
Lion tiba-tiba mengangkat tubuh Lylo dari bathtub, tidak peduli jika Lylo melakukan sedikit perlawanan lagi.
“Aku bisa-”
“Diam,” potong Lion dingin. Lylo cemberut, merasa kesal memikirkan siapa sebenarnya tuan aslinya di sini.
Lylo diturunkan di depan walk in closet miliknya. Lalu tanpa diminta pun Lylo segera masuk dan dan mengganti pakaiannya. Dia keluar kembali dengan raut muram.
“Kamu tahu apa kesalahanmu?”
Ingin rasanya Lylo menyumpahi dan mengusir lelaki yang baru saja mendapatkan niat baiknya, jika saja Lylo bisa tentu saja.
Saat ini tangannya tengah disatukan dan dipegang erat oleh Lion yang menatapnya tajam. Tetesan air berjatuhan dari rambutnya yang basah, namun aneh sekali karena Lylo tidak merasakan hawa dingin sekalipun dari tubuh Lion. Padahal baju basah masih melekat ditubuhnya yang ber abs.
“Aku tidak salah apa pun di sini. Segala perbuatanku adalah tanggung jawabku. Aku paham mana yang benar dan salah. Kamu tidak perlu mengajariku,” desis Lylo tajam. Lion meremat tangan Lylo keras, sampai anak itu sedikit mendesis sakit akibat perbedaan kekuatan.
“Lylo, jangan paksa aku memperkosamu di sini agar ka.u tahu kapan kamu harus mentaati segala perintahku dengan jelas. Aku hanya memintamu untuk tidak membahayakan dirinu sendiri! Itu tidak pernah begitu sulit! Bagaimana bisa pria dewasa sepertimu tidak bisa mengerti perintah paling sederhana seperti itu?!” bentak Lion kasar.
Lylo menghempaskan tangan Lion kasar, hendak memukulnya jika saja Lion tidak refleks menahan gerakannya.
“Kamu Alpha tidak bermoral! Aku sudah cukup sabar menghadapi semua perlakuan kurang ajarmu sampai sekarang. Kita baru bertemu kemarin! Apa yang kamu harapkan dariku hah?! Aku ini seorang Alpha! Bukan Omega yang akan dengan mudah tunduk di bawah feromone Alpha sepertimu!” bentak Lylo kesal.
“Tapi kamu alergi hujan!”
“Lalu apa?! Aku sudah dinyatakan sembuh dari alergi itu sejak dulu kala!”
Nafas keduanya terengah-engah setelah saling berteriak seperti itu. Mereka saling memandang dengan sorotan kemarahan yang jelas. Sebuah anugerah kamar Lylo terletak di sayap rumah paling sepi, atau mungkin mereka akan membangunkan seluruh masion dengan suara teriakan mereka.
“Tunggu” Lylo baru menyadari sesuatu di sini. “Bagaimana kamu tahu bahwa aku memiliki alergi hujan? Semua data kesehatan keluarga merupakan data rahasia yang disembunyikan dari publik,” tanya Lylo dengan curiga. Lion masih cukup marah pada Lylo yang keras kepala. Pria itu memijat hidungnya dengan kesal, lalu menarik nafas panjang untuk meredakan emosinya sebelum menjawab pertanyaan Lylo.
“Tuan Ryan yang memberitahuku,” jawabmya jujur.
Lylp memutar bola matanya jengah. “Bagus. Dad tampaknya benar-benar percaya padamu kini,” sinisnya kesal lalu menjatuhkan diri ke ranjangnya yang super empuk.
Kedua tangan Lylo berusaha menutupi wajahnya yang terlihat frustasi, hanya menampakan bibir tipis yang menarik perhatian Lion.
“Kamu akan membuatku membenci keluargaku jika tetap begini,” lirih Lylo pelan.
“Kenapa harus begitu?” balas Lion tidak kalah lembut. Lion ikut mendudukan tubuhnya di pinggiran ranjang sambil terus memperhatikan Lylo. Dia bahkan tanpa rasa canggung kini mampu bertingkah layaknya sekarang kamar Lylo adalah kamarnya juga.
“Aku tidak lemah, dan aku sendiri seorang Alpha. Aku memiliki adik untuk dilindungi, aku memiliki pekerjaan untuk kupegang. Jangan perlakukan aku seperti orang lemah layaknya para Omega.” Lylo menggigit bibirnya frustasi, masih enggan untuk menyingkirkan tangan yang menutupi sebagian wajahnya.
“Aku tidak benar-benar menganggapmu lemah Lylo. Tidak pernah dan tidak akan. Hanya..... Aku ingin kamu selalu sehat, bahagia, dengan caraku sendiri untuk mewujudkannya.”
“Itu sama saja dengan cara Alpha memperlakukan seoarang Omega, bodoh,” ejek Lylo kecil. Hatinya sedikit menghangat mendengar pernyataan jujur Lion. Walaupun nyatanya, dia adalah seorang Alpha yang biasanya sulit terpengaruh dengan kata-kata Alpha lainnya.
Lion tersenyum, sedikit menghangat saat Lylo tidak lagi semarah tadi.
Mereka berdua kini menikmati keheningan yang ada, sebelum Lion tiba-tiba saja tersenyum licik.
“Tapi tentu saja kamu harus dihukum karena keluar rumah sepagi ini, Tuan Muda.”
Lylo memandang Lion tidak suka, tersenyum sinis dan memutar bola matanya.
“Cih, memangnya kamu sendiri tadi melakukan apa hah?” balas Lylo kesal. Memangnya dia anak kecil apa tidak diijinkan untuk melakukan ini dan itu?
Lion berguling ke dekat Lylo, memandang mata biru terang yang mirip seperti miliknya dari dekat.
“Aku hanya lari pagi Lylo. Aku segaja lari dini hari begini ditengah hujan, yang kebetulan turun, sampai tubuhku panas. Latihan ini biasa dilakukan di militer, namun jangan sekali-kali kamu mencobanya atau kamu akan sakit sebelum bisa memulai, Lylo.”
Lylo mengejek Lion, mendecihkan suaranya dengan sengaja agar Lion mendengarnya.
“Sudah kubilang ini hidupku. Kamu hanyalah bodguardku, jangan lupa bahwa aku masih belum terima kamu adalah calon tunaganku."
“Haruskah aku membuktikannya sekarang?”
Lylo yang baru saja tersentak bangun didorong kembali ke tempat tidur oleh Lion dengan cepat. Tempat tidur empuk itu sedikit berderit, karena tiba-tiba dipaksa menahan dua beban dalam satu titik.
Lion menindih Lylo, mengunci kedua tangan Alpha dibawahnya ini dengan satu tangan miliknya.
“Sudah kubilang bukan? Anak nakal harus dihukum agar ingat akan kesalahannya.”
Bibir Lion mendekat, sementara Lylo meronta dengan keras. The f**k okay?! Dia bukan submisif yang akan senang ketika dirinya akan dicium oleh seorang Alpha!
Namun apa Lion peduli? Tentu saja tidak. Anak itu malah menggunakan tangan lainnya yang bebas untuk menahan kepala Lylo, lalu mencium bibir anak itu dengan lembut.
Hanya pada awalnya, sebelum berubah semakin ganas karena Lylo keras kepala sekali tidak mau membuka mulutnya.
Tidak kehabisan akal, tangan Lion turun untuk bergerak ke arah s**********n Lylo, yang sontak membuat anak itu terkejut sampai tanpa sadar membuka mulutnya kecil.
Tidak menyia-nyiakam kesempatan, Lion segera memasukan lidahnya sendiri untuk melumat lidah Lylo dengan rakus, seakan isi mulut Lylo adalah makanan kesukaaannya.
Tangannya kembali ia arahkan untuk menahan kepala Lylo yang tidak mau diam. Mereka berciuman lama, sangat lama untuk kesekian kalinya sampai badan Lylo mulai melemas akibat kekurangan oksigen. Baru saat itulah Lion melepas ciumannya itu.
Lion mengusap air liur yang membasahi leher Lylo. Tersenyum puas melihat Lylo terengah-engah lagi di bawah tubuhnya.
“Tenanglah. Lama-kelamaan kamu juga akan terbiasa dengan hukumanku,” kekeh Lion yang dibalas tatapan tajam dari Lylo. Lylo menyingkirkan tubuh Lion dengan kasar, lalu berdiri dan melangkah menuju walk in closet nya lagi.
Lylo tidak lagi marah seperti yang Lion harapkan, dan ini cukup aneh bagi Lion.
“Kamu tidak marah?” Lion bertanya dengan nada menggoda, walaupun nyatanya dia tengah bertanya dengan serius saat ini.
“f**k off. Aku ini bukan Omega yang akan kehilangan harga dirinya jika dicium oleh Alpha lain.” Lylo menjawab seenaknya, mengambil handuk basah lalu membersihkan bekas liur yang mengotori lehernya dengan kesal.
“Kamu menjijikan Lion, sungguh,” sarkas Lylo sebari membuka pakaiannya. Alis Lion sedikit terangkat, apa tujuan Lylo membuka pakaian di depannya?
Lylo ingin menggoda pertahanannya?
“Sayang, kamu ini memang sengaja ingin menggodaku atau apa? Memperlihatkan tubuhmu seperti itu di depanku.”
Trak
Satu pisau terbang tepat disebelah kuping Lion, menancap di dinding dengan sangat kuat.
“Ups, aku sebenarnya mengharapkan itu menembus mulut kotormu tadi,” ujar Lylo sambil memasang wajah pura-pura menyesal, lalu melanjutkan acara memakai bajunya.
Lion mengambil pisau itu, melihatnya hati-hati lalu tersenyum cerah ke arah Lylo.
“Kamu hebat dalam melempar pisau. Siapa yang mengajarimu? Pisau ini dibuat dengan sangat baik, jauh lebih baik dari pisau yang kemarin kamu pakai,” tanya Lion penasaran.
“Bukan urusanmu. Dan jangan lupa bahwa aku juga seorang Alpha. Aku telah membuat janji untuk kembali belajar bela diri agar aku bisa menghilangkan ekspresi congkak itu dari wajahmu. Seandainya pertunangan ini tidak dapat dibatalkan pun, aku tersumpah akan menjadi dominan dalam hubungan ini. Kau akan menyesali keputusanmu sampai akhir hidupmu, memohon agar aku membebaskanmu namun tidak. Aku tidak akan melakukannya. Aku, anak kedua keluarga Tritas berjanji, akan menaklukanmu dan membuatmu merintih di bawahku.”
Lylo memainkan pisau baru yang berjejer dengan rapih di laci miliknya. Lalu menatap Lion dengan menggeretakan giginya kesal.
“Keluarga Tritas selalu mendapatkan apa yang mereka mau asal kamu tahu. Aku pun sama. Aku membencimu, yang datang seenaknya ke kehidupanku dan berusaha menguasaiku. Akan kubuktikan siapa yang lebih kuat nanti,” ancam Lylo serius.
Tak
“Dan kuharap kamu tidak menyesal nanti tuan m***m sialan.”
Pisau itu menancap tepat di titik hitam sasaran yang tersimpan di kamarnya. Sebelum Lylo kembali tidur di ranjang setelah merasa berhasil untuk mengancam Lion.
“Minggir, aku akan tidur sekarang,” usir Lylo tegas. Anak itu menggulung tubuhnya dengan selimut, meninggalkan Lion yang terkekeh kecil dibelakangnya.
“Mencoba terlihat kuat huh? Kita akan lihat siapa pemenanganya nanti manis,” ujar Lion yang merasa terhibur.
To be continued