Bab 2

1928 Words
Gue mengumpat untuk kesekian kalinya di pagi ini, kesialan seolah menerpa gue berkali-kali, setelah lupa hari, lupa pr dan sekarang gue lupa bawa topi yang sukses membuat gue berdiri di barisan paling depan saat upacara bendera hari Senin, barisan para murid yang selalu di hukum dengan kebandelan mereka, banyak hal yang membuat mereka berdiri di sini, seperti gue yang tak memakai topi, mereka pun ada yang tak memakai dasi, sepatu berwarna merah ungu dan sebagainya, tak memakai ikat pinggang dan parahnya ada yang tertidur saat upacara dan membuat mereka berbaris bersama gue di dekat tiang bendera. Sialnya lagi hari ini matahari seolah menertawakan gue dengan bersinar terang dan cahaya yang sukses membakar kulit putih gue  "s****n!" Gue mengumpat lagi, mengedar pandang menilik tiap barisan para kelas dan terhenti tepat di sudut kiri gue, barisan yang tertutupi dahan pohon yang rindang, di mana menjadi barisan favorit gue setiap hari Senin. Di sana gue melihat Elina, Anjar dan Rangga yang seolah meledek gue dengan ekspresi santainya, apalagi posisi mereka yang tepat di bawah naungan pohon membuat mereka terbebas dari trik matahari pagi s****n ini. Ingin rasanya gue pura-pura pingsan agar bisa ke UKS dan terbebas dari hukuman ini, hanya saja gue cowok. Yakali gue pingsan cuma karena di jemur doang, Cemen amat gue. Gue berdecih mencoba menikmati hukuman gue pagi ini dengan berfikir jika ini tak akan lama dan anggap saja masih berjemur di pantai dengan santainya. Bahkan ocehan kepala sekolah yang masih berceramah di tempatnya tak gue pedulikan. Se-bodo amat dengan ocehan mu pak, gue panas dan gue pengen ini cepat berlalu     °°berlawanan arah... "Haus nggak, Dit?" Gue melirik pada tiga teman gue yang dengan kurang ajarnya asik bersandar di bawah pohon beringin kecil tak jauh dari tiang bendera, "gue ada minum nih kalo-kalo Lo haus, mau?" Gue meneguk silvia dengan kasar, tahan dit tahan, godaan Saiton jangan di peduliin. Gue melengos, kembali menatap tiang bendera dengan tangan posisi hormat. Kesialan kesekian gue efek ceroboh dan lupa dengan hari. Gue merutuki diri untuk tak melakukan tindakan bodoh seperti ini lagi, sudah cukup bagi gue. Kalau Sampek nanti jam kedua gue masih kena hukum, nggak peduli sama poin deh, bolos aja udah se-bodo amat. Yakali, gue udah coba ngejelasin ke guru kalau emang gue salah buku dan lupa kalau hari ini adalah hari Senin, tapi tanggapan bu Anggel seolah cuek dan tak peduli dan akhirnya gue di hukum. "Serius, dit. Lo nggak mau? Seger loh ini," Anjar b*****t emang, dia ini temen gue yang paling rese, anak pindahan yang belagu setengah mati, ya walau emang dia jago dan wajar aja kalo misa belagu sih, tapi nggak habis pikir aja dulu awal dia pindahan ke sini dia paling juara urusan bolos dan kabur dari kelas, lah sekarang dia teladan parah. Gue aja kalah. "Nggak usah bacot. Gue lagi fokus menikmati terik matahari yang cerahnya nggak secerah wajah Elina nih," "Idih masih sempet aja Lo, panas-panas masih ngegombal, keselek air ludah mampus lu!" Balas Elina sengit dan gue cuma bisa terkekeh pelan, enggak tau kenapa ngeliat Elina kesel tuh kayak hiburan aja buat gue. "Aelah El, coba sini Lo gantiin matahari pasti gue rela deh di hukum tiap hari kayak gini," "Bicit! milit-milit bicit," Anjar menirukan suara gue dengan lafal yang alay, gue tertawa lantang, tiga temen gue ini memang terbaik kalo udah urusan ngebacot, cuma Rangga yang terkesan kalem, bukan kalem juga sih sebenernya, dia juga suka ngebacot cuma kalo udah sama hape dan berurusan sama ayang beb udahlah lupakan dunia, seolah dunia milik berdua. "Lo seriusan nggak mau nih minum, dit?" Gue mengintip dari ekor mata gue, melirik Elina yang dengan wajah berubah cemas menyodorkan teh botol kearah gue, dan sebenernya gue haus, tapi demi hukuman tenang aja gue masih tahan. Gue menggeleng pelan. "Nggak el, nanggung bentar lagi juga istirahat." "Tapi muka Lo udah pucet elah, dit. Ambil aja kenapa sih!" Gue tersenyum lebar mendengar ucapan Elina. "Acie perhatian banget sih El, gemes deh gue kalo Lo perhatian gini, bawaannya pengen gue kekepin tau nggak," "Nggak usah bacot, gue nggak mau aja ya Lo pingsan dan ngerepotin kita nantinya!" "Yah Abang kuciwa dek, gue kira lo beneran care sama gue. Ya Allah apa salah aim ya Allah!" Ucap gue dengan mimik yang gue buat sesedih mungkin. "Mati ae lah lo, dit!" Teriak Anjar jijik dengan apa yang gue ucapkan, dia merebut teh botol di tangan Elina lalu membuka dan meminumnya hingga tersisah setengah. "Lo bacot gue aus. Bodo amat gue abisin minuman lo." "Bacot!" Teriak gue cuek lalu kembali menghadap tiang bendera.                 °°^berlawanan_arah... "Lo langsung pulang atau mau ikut kita abis ini?" Gue menoleh, menatap Anjar yang sudah siap dengan tas gendongnya, di belakangnya Rangga dan juga Elina yang masih sibuk merapikan buku. Beruntung setelah mata pelajaran MTK dengan guru Bu Angel yang galak, gue bisa lolos dari hukuman setelahnya dengan catatan gue harus mentalis rangkuman yang gua Catet di buku pelajaran lainnya  "Gue langsung balik aja kayaknya, mau ambil si Pino di bengkel," Anjar mengangguk lalu menoleh kearah Elina dan Rangga seolah mengkonfirmasi bawasanya gue nggak bisa ikut bareng mereka yang rencananya hari ini pengen latihan band bareng tapi apalah daya Pino kesayangan gue nunggu gue di bengkel. Gue nggak tega dan kasihan kalau ngebiarin pino sendirian. "Yah, masa Lo nggak ikut kita sih, dit. Nggak rame lah." "Lain kali aja el, nggak enak ninggalin Pino kelamaan ngambek berabe gue, bisa ngerepotin bapak gue lagi besok." "Serius nggak bisa, emang ngak bisa nyusul setelah Pino selesai?"  Sebenernya bisa aja sih gue nyusul mereka setelah Pino selesai, tau gue masih ada tugas buat nyalin semua catatan pelajaran hari ini, kalo Sampai malem ini gue nggak nyelesain itu catatan bakal lupa lagi besok. "Iya deh gue usahain nyusul nanti," "Nah gitu dong!" seru Elina "yaudah kita duluan ya, lo ngojol aja, sorry gue nggak bisa anter," Gue mengangguk lalu mengikuti langkah mereka. "Nggak masalah." Kami berpisah di lorong kelas, mereka lewat gerbang belakang karena memang lokasi studio band lebih dekat jika lewat belakang. Sedangkan gue harus lewat gerbang depan. Di sepanjang koridor gue mengeluarkan ponsel yang sedari tadi akan di dalam saku gue, membuka aplikasi ojol dan memesan ojek dari sana setelah itu tangan gue yang gatal langsung membuka aplikasi chat dan melihat beberapa chat yang masuk. Dari sekian banyak chat yang masuk, gue men-scroll kebawah dan menemukan chat gue yang sama sekali belum di buka. Jum'at, 17:02 Me : Hey kak, udah balik? Gue tersenyum miring membaca chat yang hampir dua hari di abaikan. Entah kenapa gue yang biasanya rutin chat dia dengan banyak celoteh ringan walau di abaikan seolah malas untuk hari ini. Gue memilih menyimpan ponsel gue dalam saku sambil menunggu Abang ojol di depan gerbang sekolah.      °°°berlawanan_arah.... "Kak, nggak sarapan dulu!?" "Enggak, Mak. Kakak sarapan di sekolah aja udah telat banget." Gue membalas teriakan mamak Sabil berlari, meraih sepatu gua yang ada di rak sepatu dan memakainya secara asal.  Pagi ini gue telat bangun. Semua karena nyalin catatan semalam yang membuat gue harus lembur sampai jam 12 malam dan hasilnya gue nggak bisa bangun pagi hanya sekedar untuk menjalankan kewajiban gue. Bahkan alarm yang gue pasang tadi malam sama sekali tak berfungsi menjalankan kewajibannya untuk membangunkan gue. "Bawa roti kalo emang nggak sarapan, jangan kebiasaan!" Gue mendongak melihat mamak yang udah berdiri di samping gue dengan daster kebanggaannya dan rambut khas ibu-ibu di pagi hari, dengan tangan mengulurkan tuperwere bening berisikan roti bakar selai kacang kearah gue "Iya mak, Adit berangkat dulu. Assalamualaikum" Gue menyalami mamak, mencium pipinya sebelum beranjak sambil menenteng tuperwere yang gue cantelin di motor gue. "Waalaikumsalam, ati-ati di jalan! Jangan ngebut!" Teriak emak setelah gue beranjak dari garasi rumah. "Iya mak, love you to!"     °°°berlawanan_arah... "Tumben siangan?"  Gue meletakan tas di laci lalu duduk di kursi, mengabaikan ucapan Rangga dan membuka tuperwere, mengeluarkan sepotong roti bakar untuk sarapan yang udah gue lewatkan pagi tadi. "Woy, elah malah sarapan ini anak!" Gue mendengus saat kepala gue di geplak dengan kurang ajarnya oleh Rangga. Gue melirik menatap tajam. "Gue keselek abis Lo sama gue!" "Aelah timbang sarapan doang!" Gue acuh, memilih menikmati sarapan gue dengan khidmat. "Kenapa kemaren nggak dateng?" "Bengkel rame, Pino kelar udah sore jadi nggak sempet mau nyusul." Kemarin Pino motor kesayangan gue emang selesai servis udah sore, dan itu juga yang ngebuat gue harus begadang untuk nyalin catatan. "Terus kenapa Lo kesiangan, tumben amat?" "Begadang nyalain catatan" "Lah, sibuk amat pake di salin biarin aja kenapa?" Gue menoleh saat itu juga, mendengar ucapan sepele dari murid terpintar di kelas kok agak nyentil perasaan ya? "Gue bukan elo, inget? Otak gue nggak se-encer otak elo jadi jangan nyentil sesuatu yang bikin gue baper!" "Idih udah kayak cewek aja Lo! Baperan dih!" Ucap Rangga menjauh seolah jijik dengan keberadaan gue, yang sukses membuat gue terbahak setelahnya. "Apaan nih rame-rame?" Gue menoleh dan menemukan Elina sudah berdiri di sebelah gue dengan tatapan heran. "Eh, mentari penyemangat hari gue udah Dateng, makin hari makin cantik aja sih, El." Ucap gue menarik turunkan alis gue, melihat tampang jijik dari El entah kenapa membuat gue doyan buat godain dia. "Makasih, gue emang selalu cantik setiap harinya." Balasnya cuek yang membuat gue sedikit terkikik. "Ho'oh, sangking cantiknya Sampek mata gue nggak mau berpaling dari Lo." El menatap gue dari ekor matanya lalu memilih meletakan tas di atas meja dengan wajah s***s. "Sumpah pengen muntah gue tiap hari denger gombalan dari mulut busuk elu! "Jangankan elu, El. Gue yang cuma ikutan denger aja pengen muntah." balas Rangga dengan wajah di sengit. "Heran gue, itu anak makan sabun kali ya saban hari makin wangi aja itu omongan!" "Parfum emak gue makan. Sirik ae Lo liat temen enjoy!" sengit gue yang kadang suka jengkel sama omongan si tampan ini, secara Tanpa ngebacot pun dia bisa dapetin cewek yang dia suka dengan mudahnya, cukup diem stay cool dan ngangguk-ngangguk, udah pada ngintil tuh para kaum hawa. Lah gue yang muka aja pas-pasan kepintaran di bawah standar, kudu pinter nyepik dan nebelin muka biar bisa di lirik cewek, kadang walau suka nyepik aja belum tentu di lirik. Nasib orang pas-pasan emang. "Dih! Pagi udah sewot!"  Rangga terkekeh pelan yang membuat gue manyun. "Bodo amat!" Malas mengomentari mereka gue lebih memilih sok ngambek manja. Walau sebenernya susah juga buat nahan senyum dan pasang tampang marah. "Aelah! udah kayak anak perawan ae Lo ambekan." Balas sinis dari El. Gue berdecak, menggembungkan wajah agar terlihat se-unyuk mungkin pada Elina. "El mah, jahat banget sama gue, fix nggak temen kita." "Si anying! Se-bodo amat dah mau temenan apa kagak!" "Yodah gue pindah!" Gue beranjak mengangkut tas gue dan bergerak ke barisan tengah dimana fajar si cupu di kelas duduk. "Oy, dit. Elah heran amat gue, pms apa dapet Lo ambekan amat hari ini." Gue mengacuhkan El, sebenernya agak geli sih sama tingkah gue sendiri tapi seru kali ah dapet perhatian dari El dengan cara kayak gini. "Woy! Dit, itung Sampek tiga nih," abaikan ancaman itu dit, abaikan! "Satu_" "Jar, tuker tempat gih, Lo sama El, gue biar sama Nita" Mendengar ucapan gue dan teriakan dari el tentu saja membuat si cupu kebingungan. "Em tapi..." "Dua_" "Udeh selah, lama amat, nggak ada tapi-tapian, Lo sama El..." "Balik atau no contekan sela sebulan!" Gue bungkam, tanpa banyak kata gue berbalik dan duduk bagai orang bodoh di sebelah el, mengacuhkan semburan tawa dari Rangga dan juga temen sekelas lainnya. Se-bodo amat deh asal contekan gue aman. "Good boy! Gini kan enak, nggak usah ambekan kek bocah deh!" Gue mendengus, menyembunyikan kepala gue di lipatan kedua tangan yang gue tumpukan di atas meja. Membiarkan mereka tertawa puas atas diri gue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD