bc

Berlawanan arah

book_age12+
57
FOLLOW
1K
READ
family
badboy
goodgirl
comedy
bxg
basketball
first love
chubby
like
intro-logo
Blurb

aku tak tau apa yang kamu lihat dari dia hingga kamu begitu tergila untuk mengikuti setiap langkahnya.

aku tak pernah tau apa yang ada di pikiranmu hingga rela berkorban hati hanya untuk bisa bersamanya.

mengejar hingga terpanting dan terjatuh, patah dan hancur, bahkan kamu tak peduli dengan perasaan mu sendiri. menyakiti tanpa kamu sadari.

kamu terlalu larut dalam pesona nya hingga lupa orang yang selalu ada di belakangmu. mengikutimu menjagamu dan menjadi tiang untuk kamu bersandar saat kamu merasa lelah memperjuanhkan rasa darinya.

-Aditya raksa Mahendra

Aku menyukainya, terlepas apakah dia menyukaiku atau tidak, dia Arman, sosok yang begitu sempurna di mataku, cara dia menatap seoalah membuatku larut akan sebuah ikatan cinta.

Larut hingga aku lupa dengan sebuah rasa sakit dan kecewa yang sering aku terima dari abai yang dia berikan. Aku mencoba kuat, hingga aku lupa ada sosok yang selalu ada untuk ku bersandar dan sekedar berceloteh riang.

Remaja yang ku anggap sebagai anak kemarin sore nyatanya berhasil membuatku jatuh akan pesonanya. Dia Adit sosok yang menyadarkan aku cintanya akan selamanya untukku.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Dering alarm yang entah keberapa kali membuat gue terbangun karena rasa kesal yang sudah memuncak. Gue meraih ponsel yang sengaja gue letakan di bawah bantal, mematikan alarm dan memeriksa sekilas untuk melihat beberapa notifikasi yang mungkin penting. Setelahnya gue melempar asal ponsel yang masih menyala menunjukkan foto gadis yang sudah lama menjadi wallpaper di sana. Gue beranjak kearah kamar mandi menuntaskan segala hajat dan keperluan pagi seperti biasannya. Jam masih menunjukkan pukul 3.30 membuat gue memilih untuk membuka materi pembelajaran hari ini. Kebiasaan yang sudah gue terapkan sejak SMP ini membuat gue seolah terbiasa dan hapal dengan rutinitas pagi. Bukan tanpa alasan kenapa gue lebih memilih mengulang pelajaran di pagi hari seperti ini, gue menyadari kelemahan terbesar gue dalam menyerap pelajaran yang tergolong lemah dan tak sepintar mereka teman sekelas gue, dan ini salah satu cara gue untuk bisa mengimbangi mereka. Belajar dan membaca materi yang akan di bahas nantinya di pagi hari terbukti memberi banyak efek untuk diri gue sendiri, gue lebih bisa memahami semua penjelasan guru saat di kelas dari pada gue belajar di malam hari dan akan lupa saat gue terbangun di pagi hari. Gue udah coba teori ini sendiri dan udah gue terapkan sejak SMP. Gue menguap untuk kesekian kalinya, materi hari ini sudah selesai gue baca, tinggal membuka google dan mencari contoh soal yang berkaitan dengan materi hari ini. Gue merasa kurang lengkap jika membaca materi tanpa latihan soal setelahnya. Satu jam lamanya gue berkutat dengan segala buku yang ada sebelum suara adzan berkumandang dan pintu gue di ketuk dari luar. Gue tersenyum, merenggangkan tangan sebelum memberesi semua peralatan sekolah dan memasukan kedalam tas. Kekutan itu kembali terdengar dan semakin kuat. "Iya, Mak. Adit udah bangun nih!" Ucap gue sedikit berteriak lalu beranjak dan membuka pintu, di sana mamak gue berdiri dengan wajah mengantuk ia menatap gue. "Emak kira kamu belum bangun, berbenah gih di ajak bapak ke masjid nanti." Ucap emak sebelum berlalu meninggalkan kamar tanpa menunggu jawaban gue. Sudah menjadi rutinitas pagi jika bapak nggak kecapean kami selalu sholat di masjid yang memang letaknya tak jauh dari rumah, tepat di depan g**g masuk ke rumah. Gue memilih berbenah, mengenakan baju kokoh berwarna biru tua dan bawahan sarung tak lupa dengan peci yang sudah lama menemani gue. Gue melangkah keluar saat gue sudah siap, dan di ruang keluarga sudah terlihat adek gue dengan wajah mengantuk duduk di sofa dengan tubuh yang bersandar di sana, tangannya sibuk mengotak atik ponsel. "Pagi udah maen hape aja." Gue meledek dengan menurunkan pecinya hingga menutupi mata yang membuatnya sukses berteriak. "Abang, ihh!" Adik gue memajukan bibirnya membuatnya terlihat imut dan juga lucu, gue terlalu suka meledek dengan segala hal hingga membuatnya kesal karena itu adalah salah satu keharusan bagi gue. "Ngapain pagi-pagi maen hape. Udah belajar belom lu?" Dia masih sewot melirik gue yang terkekeh pelan. "Udeh, di bangunin mamak jam 4 Tadi." balasnya meletakan ponsel di atas meja dan merapihkan pecinya. "gue tuh ngantuk tau. Tiap pagi suruh bangun jam 4 terus." Gue terkekeh melihat raut wajahnya. Gue pernah mengalami hal itu dulu, bahkan sampai males dan tidur lagi kalo di suruh belajar sama mamak. Tapi itu dulu saat gue berpikir untuk apa sih gue belajar, dan sekarang saat gue menginjak kaki di SMK gue baru sadar pentingnya sekolah dan pentingnya nilai. Bukan hanya untuk membuat orang tua bangga tapi juga berguna untuk masadepan gue. Apalagi gue yang susah banget nangkep materi pelajaran di sekolah, dan gue bersyukur memiliki mamak yang disiplin dan berhasil membentuk kedisiplinan dalam diri gue, walau kadang masih malas dan suka bolong pas di waktu-waktu tertentu. "Mamak emang reseh, Lo baru sadar emang?" Ucap gue meledek dengan lirikan mengejek. "Siapa yang ngomongin mamak, Hem?" Gue terkesiap lalu menoleh kearah meja makan melihat mamak tengah menata makanan bakal sarapan kita tadi, gue hanya meringis pas omongan gue terdengar sama mamak. "Kakak nih, Mak. Ngomongin mamak kayak nenek lampir!" Gue menoleh cepat kearah adek gue dan menatap tajam, kapan gue ngomongin mamak gue nenek lampir? Anak satu ini emang ya bikin gue dalam posisi yang nggak menguntungkan, alamat bisa kena potong ya jajan ini mah. "Ehh nggak Mak, ngaco nih Ajriel, nggak ada aku ngomongin mamak nenek lampir." Mamak hanya melirikku sekilas sebelum beranjak kembali ke dapur. Gue menoleh, menerjang dan menyerang adik gue dengan memiting kepalanya di ketiak gue. "Aaa... Makk tolong Mak." Teriakan Ajriel memang selalu menjadi sumber keramaian di rumah ini, kami kalau sudah berdekatan seperti ini selalu saja membuat keributan dengan tingkah konyol dan nggak masuk akal. "Salah lo sendiri ngomong sembarang, bisa potong uang jajan gue!" "Bodo amat, Lo yang mulai!" "Mana ada! nggak mau tau gue Sampek kena potong duit lu gua palakin!" "Mamak! Kakak nih nakal!" "Kalian ya, pagi-pagi udah ribut aja!" Suara itu sontak membuat gue berhenti buat nguyel-nguyel kepala adek gue, gue mendongak dan melihat bapak udah siap dengan pakaian khas mau ke masjid. Sama kayak gue dan adek gue. "bapak! kakak nih nyiksa Ajriel." Rengek adek gue mencoba melepas pitingan gue yang masih membelenggu lehernya . "Dit, udah. Udah mau iqomah, buru berangkat!" Ucapan bapak sukses membuat gue melepas leher Ajriel dan langsung beranjak mengikuti bapak. Ajriel pun langsung berlari dan menendang kaki gue lalu berlalu menyeruduk lengan kanan bapak dan meminta perlindungan beliau yang langsung menatap gue sambil menggelengkan kepala. Adek gue selalu cari masalah emang kalo udah deket sama bapak. Sementang ada yang melindunginya. °°berlawanan_arah... "Dit, nanti kamu berangkat bareng bapak ya?" Gue yang sedari tadi sibuk mencari sandal swallow kesayangan gue langsung mendongak, menatap bapak yang sudah menggandeng Ajriel dan masih menunggu gue buat nemuin sendal swallow biru. "Lah kenapa emang pak?" Tanya gue heran, memakai sandal swallow yang ternyata pindah posisi di ujung kanan dekat tempat wudhu, gue lega bisa liat sandal kesayangan gue masih ada, padahal udah mikir kalo sandal gue di embat orang kayak beberapa Minggu lalu yang membuat gue beli sandal baru. "Motor kamu mau bapak servis. Udah bulannya kan?" Gue mendekat dan kami berjalan beriringan. "Iya udah bulannya pak, yaudah nanti Adit berangkat bareng bapak." "Terus kalo kak Adit berangkat sama bapak, yang anter aku siapa, pak? Ajriel nggak mau jalan ah. Capek!" Gue memincingkan mata melirik Ajriel dari ekor mata gue sambil berdecih, kebiasaan suka dimanja sekolah pun malas jalan kaki, apa kabar gue dulu yang selalu jalan pulang pergi karena belum memiliki kendaraan seperti sekarang. "Jalan aja males, gimana mau pinter huu!" "Bodo, aku capek kali jalan tuh, terus kalo capek Sampek sekolah ngantuk, udah ngantuk ketiduran pas Bu guru nerangin pelajaran kalo udah tidur siapa yang rugi? Aku kan?" Tanya adek gue mendramatisir keadaan seolah kesalahan besar kalo dia jalan kaki. Dasar pinter cari alasan emang! "Aku nggak mau ya, nilai aku turun karena kecapean pas di sekolah!" "Ngesot aja udah biar nggak capek!" "Males lah malu, apa kata temen-temen cewek Ajriel nanti kalo Ajriel jalan kaki. Nggak keren lah." Nah kan beda lagi alasannya, bocah satu ini emang pinter banget kalo suruh ngeles. "Nanti kalo jalan aku keringetan, terus nggak ganteng lagi, Ajriel nggak mau, pak." Kata adek gue yang mendongakkan kepalanya memasang puppy eyes andalannya ke bapak. Dan bisa gue tebak sebentar lagi bapak pasti bakalan luluh. Di perjalanan pulang mata gue nggak bisa diem hanya melihat jalanan, mata gue selalu jelalatan untuk melihat sekitar. Kali aja Nemu duit di jalan kan lumayan bisa buat tambah sangu sekolah, hingga sampai persimpangan tatapan mata gue menatap sebuah rumah elegan yang cukup besar dengan pagar dan taman yang cukup lebar, di sana gue melarikan tatapan kearah jendela berwarna putih di bagian kanan rumah, berharap jendela itu terbuka dan menampakan sosok indah yang selama ini menjadi bahan cuci mata gue setiap hari. Namun sepertinya hari masih terlalu dini untuk gue bisa melihat sosok itu muncul. Gue berlalu menyusul langkah bapak dan adek gue yang masih berceloteh ria entah membicarakan apa. Gue mengeluarkan ponsel yang sedari tadi ada di saku celana gue, membuka aplikasi chat dan melihat beberapa chat di sana yang berisikan chat dari temen temen sekolah yang isi nya cuma menanyakan tugas dan pr, gue yang malas memilih men-scroll kebawah hingga menemukan sebuah chat yang terakhir gue kirim. 'Hey kak, udah balik' Chat yang sama sekali belum di baca oleh pemilik nomor itu, gue menyimpan ponsel gue setelah gue sampai di pekarangan rumah dan memilih bersiap untuk berangkat sekolah nanti. °°berlawanan_arah... Pagi riuh di sekolah sudah menjadi hal wajar bagi gue, setelah turun dari mobil bapak gue memilih masuk kedalam sekolah dan menyusuri lorong koridor menuju kelas. "Pagi, Adit?" Gue menoleh ke sumber suara, seorang cewek cantik dengan rambut kuncir kuda tengah berjalan menyusul di belakang, berhenti sejenak sembari memasang senyum tampan gue nunggu dia. "Pagi cantik, sihh makin makin aja sih tiap hari, apalagi kuncir kuda gitu makin cantik lo, El." "Apaan sih! Nggak usah gombal masih pagi." "Nggak papa lah, lagian gue nggak gombal kok, gue ngomong apa adanya dari lubuk hati gue yang paling dalam nih." "Preet...!" Gue terbahak di tiap langkah gue, dia Elina, Kawan sebangku gue dan temen se-contekan gue saat gue mentok dan nggak tau soal pelajaran, dan dia juga tempat gue pinjem buku catatan. Anaknya cantik, putih, pintar, tapi sayang dia cebol. Iya dia cebol. Tingginya bahkan hanya sepundak gue tapi walau pendek tetep aja dia primadona di sekolah gue, anaknya supel dan mudah bergaul, dan cantik. Itu yang gue lihat dari dia. Kalo di tanya gue tertarik atau nggak sama dia, gue bakal jawab enggak karena menurut gue pertemanan gue sama dia itu udah akrab banget, dan gue nggak mau pertemanan gue sama dia renggang hanya karena di antara kami ada perasaan yang buat canggung nantinya. Mau sesuka apa gue sama Elina gue masih memilih mengenyahkan perasaan itu untuk kebaikan kamu nantinya. "Aelah, masih aja kagak percaya. Lo itu pagi ini cerah banget tau nggak, cuaca aja kalah cerah sama elu." "Si anying, lu nyindir apa gimana? Jelas cerah gue orang pagi ini mendung!" Elina terkekeh, tak lama tangannya noyor kening gue sambil berlalu ninggalin gue. Gue menoleh menatap awan yang memang tengah gelap tak seperti hari-hari biasanya. "Mendung tak berarti hujan kan?" Lanjut gue mensejajarkan langkah gue dengan Elina. "Sekarang boleh mendung tapi nanti, akan ada hari cerah yang menanti. Sama kayak elo butek sekarang bakal cerah nantinya." Tak tersindir Elina malah terbahak dengan ucapan gue, tangannya ia angkat lalu melambai kecil "nggak usah ngebacot deh, enek gue dengernya," ucapnya tanpa menoleh ke arah gue. Gue menyusul masuk kedalam kelas, meletakan tas di laci meja dan setelahnya gue mengedar pandang, menilik tiap sosok yang sudah hadir di kelas, dan hanya beberapa orang yang terlihat tengah duduk di meja mereka masing-masing mungkin karena hari masih pagi dan gue juga bareng bapak jadi jelas gue kepagian hari ini. "Pr MTK Lo udah?" Gue menoleh menatap Elina dengan kening berkerut, "emang ada? bukannya hari nggak ada pelajaran MTK ya?" "Ada b**o, ini emang hari apa coba?" "Hari sen_ mampus salah jadwal gue," Astaga kenapa bisa gue lupa hari coba, b**o amat ini mah. Gue panik dan mengeluarkan buku di dalam tas gue memeriksa dan benar gue lupa hari dan gue bawa jadwal buat hari Selasa dan semua jelas karena bapak yang pagi tadi buru buru. "Mana Bu Angel lagi, Ais bakal kena hukum ini mah." Tubuh gue luruh di atas meja. Gue melirik sekilas saat mendengar tawa pelan dari El yang seolah senang dengan kondisi gue sekarang. Gue acuh dan memilih diam dan meratapi kebodohan gue kali ini. Berdoa agar Bu Angel mau memberi keringanan bagi gue dan nggak hukum gue nanti.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
579.1K
bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
580.1K
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Everything

read
278.3K
bc

The Prince Meet The Princess

read
182.0K
bc

Perfect Marriage Partner

read
810.4K
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook