BAB II. Asdante

1761 Words
Author’s pov     Asdante.     Sebuah negeri, dimana para malaikat hitam tinggal, negeri ini dipenuhi oleh kegelapan, Bisa dibilang pagi, siang atau malam tidak akan jauh berbeda karena matahari tak pernah bersinar di negeri ini. Hal ini bisa terjadi, karena negeri ini terkena kutukan tuhan atas perbuatan malaikat hitam yang telah bersekutu dengan penyihir di masa lampau.     Penyihir merupakan makhluk yang sangat dibenci oleh Tuhan. Tidak satupun makhluk di dunia ini memberi kasih kepada penyihir, mulai dari malaikat, peri, dan bahkan manusia sekalipun. Karena, seringkali sihir yang mereka miliki digunakan untuk menebarkan berbagai macam kejahatan ke dunia.     Di antara negeri Astande dan Crestel terdapat sebuah tembok transparan yang hanya bisa dilewati oleh makhluk suci yang dikasihi oleh tuhan, seperti malaikat putih. Jadi, malaikat putih bisa saja melewati tembok ini untuk pergi ke negeri Asdante, hanya saja tidak pernah ada yang mau melakukannya. Karena kedua ras malaikat itu saling membenci, masuk kedalam sana sama saja seperti bunuh diri. Tembok ini diperkirakan ada di tengah hutan, begitu tersembunyi dan sulit di temukan.     Sementara penyihir dan malaikat hitam tak akan mampu melewati tembok tersebut. karena mereka sudah bukan makhluk suci, Sihir sudah mengalir di darah mereka. Ini juga upaya agar mereka tidak membuat onar di negeri Crestel,  malaikat hitam juga memiliki sihir. Penyihir telah berhutang budi kepada malaikat hitam, karena telah memberikan tempat tinggal. Karena itulah, penyihir membalas budi dengan mengajari malaikat hitam sihir, meskipun sihir yang diajarkan bukanlah sihir yang begitu kuat, hanya sebatas sihir kecil saja.     Para penyihir takut jika mereka memberikat kekuatan sihir yang lebih malaikat hitam bisa saja menjadi s*****a makan tuan. *** Nicholas’s pov     Melihat kegelapan dimanapun sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Indra penglihatanku sudah terlatih melihat dalam gelap sejak aku lahir. Bahkan kulitku sudah sangat putih pucat seperti mayat. Karena dalam seumur hidup, aku belum pernah terkena sinar matahari. terkadang aku juga memiliki keinginan untuk merasakan hangatnya cahaya matahari ataupun birunya langit indah yang hanya bisa kubayangkan dalam imajinasi. Seandainya jika tidak ada penyihir terkutuk itu. Aku pasti masih bisa melihat dunia luar yang tidak segelap ini, berteman baik dengan malaikat putih yang katanya di kenal ramah. Aku tidak pernah mengerti, mengapa leluhur malaikat hitam di masa lalu menolong penyihir yang merupakan makhluk paling hina. Berkat perbuatan bodoh mereka, para keturunan merekalah yang menderita dalam kegelapan.     Aku membenci penyihir.     walaupun sebenarnya aku juga bisa menggunakan sihir. Akan tetapi sejak awal aku sudah menolak keras belajar sihir. Memohon kepada kedua orang tuaku agar diperbolehkan tidak belajar menggunakan sihir, Karena aku sangat mengerti, bila aku sudah bisa menggunakan sihir, maka aku bukanlah lagi makhluk suci di mata Tuhan. Harusnya ayah tidak memaksaku saat itu.     “Pangeran, maaf telah mengganggu tapi anda dipanggil oleh Paduka Raja.” Ucap pelayan pribadiku.     “Baiklah, Aku akan segera kesana sebentar lagi.” ucapku kepada Alex seraya tersenyum tipis.     Dia hanya mengangguk dan memohon untuk undur diri. Tak terasa sudah lebih dari dua jam aku duduk di kursi taman belakang kerajaan. Di tempat ini memang tidak ada matahari tapi berkat ramuan sihir yang diberikan para penyihir tanaman disini bisa tumbuh sebagaimana mestinya. dan juga berkat kristal cahaya yang bisa dibuat dengan sihir, negeri Asdante tidak terlalu gelap.     Tanpa memikirkan banyak hal lagi aku langsung melahkahkan kaki ke dalam Istana dan masuk kedalam sebuah ruangan yang didalamnya terdapat singgasana keluarga kerajaan.     Aku melihat Ayah, Ibu dan Kakaku, Harry yang sudah duduk disinggasana mereka, harusnya aku duduk disamping Harry tapi sepertinya ayah ingin aku berdiri menghadap dengannya. Aku melihat ayahku mengambil napasnya dalam dalam sebelum memulai pembicaraan. Ada guratan lelah tercetak di wajahnya.     “Menolak belajar sihir lagi?” katanya dengan sedikit heran dengan sikapku selama ini.     “Memang kenapa? bukankah sejak lahir aku dilahirkan sebagai malaikat bukan penyihir.” Belaku.     Aku melihat ayah sedang menahan emosinya.     “Sudah berapa kali ayah katakan agar kamu belajar sihir, supaya kekuatanmu bertambah. Nicholas kita tidak bisa mengandalkan kekuatan kita sendiri. karena kekuatan kita sudah hampir melemah dan tidak terlalu kuat untuk menyerang. Kita harus mempelajari sihir untuk bisa membela diri. Kenapa kamu selalu menolak belajar sihir dan malah keluar istana untuk memetik bunga Zeruta” ucap ayahku panjang lebar.     Dapat kupastikan, pasti penyihir itu yang telah mengadukan hal ini kepada ayah. Kedua obsidian emeraldku langsung memandang sinir guru sihir yang ada di sebelah singgasana kerajaan. Dia segera membuang wajahnya, tak ingin menatapku.     “Tentu saja aku lebih tertarik dengan memetik bungan zeruta dibanding belajar sihir, bunga itu sangat cantik dan selalu bercahaya sehingga kupikir itu lebih menyenangkan dibanding Belajar sihir dengan Tuan brownis. lagipula kekuatan kita melemah karena penyihir juga kan" ucapku     “Hei namaku brown bukan brownis.” Kata Tuan brownis yang tidak lain adalah guru sihir ku, aku lebih suka memanggilnya brownis dibanding brown karena nama itu lebih terasa nyaman di telingaku     “Nicholas apa yang kamu katakana? Jika raja zafora tahu kamu bisa dihukum berat atas tindakan mu tadi!” Bentak ayahku, sepertinya api emosi sudah menguasai dirinya. Itu wajar.     “Yang Mulia Raja Cleton, Anda lah Raja di Asdante yang harusnya  memiliki kedudukan lebih tinggi dari Raja penyihir itu. Leluhur kita sudah disini sebelum mereka ada.”     Aku ingin berusaha membuatnya sadar bahwa ialah kedudukan tertinggi di negeri ini. Bukan penyihir ataupun Raja Zafora. Namun, sepertinya perkataanku tadi semakin menyulut emosinya.     “Nicholas, Ayah sudah bosan berdebat denganmu. Sekarang kamu ayah hukum tidak boleh keluar kamar hingga satu bulan.” tegas ayahku.     Baiklah, Hukuman ini lebih berat dari pada hukumanku dua bulan lalu, waktu itu aku hanya dikurung selama tujuh hari dan inilah pembelaan ku satu satunya yang aku punya     Aku mengalihkan pandanganku kepada kakaku, harry dan wajahku lebih terlihat memelas dengan harapan dia juga membelaku. Tapi dia hanya menggelengkan kepalanya. Senyuman kecil langsung tercetak di wajahku, baiklah artinya kali ini dia tidak mau membelaku, aku memakluminya karena dia selalu membelaku disaat aku dihukum agar hukumanku di ringankan tapi sepertinya kali ini dia sudah bosan melihat tingkah adiknya yang semakin lama semakin nakal saja.     “Kakamu sudah tidak akan membelamu lagi Nicholas, dia juga sudah bosan melihat tingkahmu.” kata ibuku, ibuku memang mengucapkannya dengan lembut tapi tetap saja aku menganggap mereka bersekongkol untuk menghukum ku kali ini.     Aku hanya mendengus sebal dan berjalan menuju kamarku, sudah berkali kali aku dihukum seperti ini. Dikurung, Disuruh membersihkan istana, Di larang terbang, dan masih banyak hukuman lainnya. Namun, baru kali ini kaka tidak membelaku.     “Harry.” Panggil Ratu Anne.     “Iya, Ibu.” Jawabnya.     “Kamu merupakan orang yang paling dekat dengan Nicholas. Ibu berharap kamu bisa mengubah sifat adikmu agar bisa lebih bertanggung jawab dan mandiri.” kata Ibu lembut.     Harry mengangguk, ada senyuman kecil di wajahnya, “Saya akan berusaha sebisa mungkin,  selama ini sepertinya saya terlalu memanjakannya sehingga membuat Nicholas menjadi sulit diatur.” Kemudian, ia langsung melangkah keluar dari ruang singgasana. Sepertinya sudah lebih dari satu jam aku memandangi langit kamar dengan kosong. Kemudian pandanganku langsung teralih kearah pintu. Menghitung satu, dua, dan tiga dalam hati.     'Tok...Tok...Tok...'     Aku tersenyum, seperti yang selalu dilakukan oleh Harry. Ia akan selalu berkunjung kekamarku ketika aku tengah menjalani hukuman.     “Masuk, ka.” Ucapku.     “Kamu bisa tahu aku yang dating?” kata Harry seraya membuka pintu kamar.     “Aku tahu kaka pasti akan sangat merasa bersalah.”     Harry tertawa, “untuk apa aku merasa bersalah?”     Dia bahkan tidak menyadari kesalahan yang telah ia perbuat, Harry mengayunkan tangan kesamping, Menggunakan sihir untuk menggeser kursi ke samping tempat tidur dan duduk disana. Ia bahkan terlalu malas menggunakan tangannya sendiri.     Aku berguling malas ke arahnya, “Kenapa?”     “Kenapa apa nya?” Harry mengupas sebuah apel merah yang diletakkan diatas meja disamping tempat tidur.     “Kenapa kaka tidak membelaku?” Rengutku kesal.     “Bukankah tadi ibu sudah jelaskan.” Harry tersenyum seraya menyodorkan potongan apel.     Aku mengambil potongan apel tersebut, lalu memakannya. “Memangnya seberapa sering aku dihukum sampai kamu bosan?”     Harry berfikir sejenak, “Setiap tahun setidaknya kamu dihukum lima sampai tujuh kali. Bisa kamu bayangkan aku sudah membelamu dari kamu umur empat tahun dan sampai sekarang umurmu 19 tahun, harusnya dengan umurmu yang segini kamu harus bisa bertanggung jawab dan bersikap dewasa.”     “Umurkan bukan patokan.” Belaku sambil bangun dari posisi berbaring.     “Nicholas dengarlah.” katanya sambil menghela napas.     “Sekarang coba kamu fikirkan, Umurku sekarang sudah dua puluh dua tahun dan sekarang aku sudah tidak bisa selalu mengurusimu. Aku juga punya banyak urusan, aku ini adalah pangeran mahkota dan aku akan menggantikan ayah nanti menjadi raja. Jadi sekarang aku harus bekerja membantu ayah dan belajar bagaimana menjadi Raja yang baik.” Jelasnya panjang lebar.     “Lalu apa?”     “Apa kamu tidak mengerti. Kamu harus mulai belajar berdiri dengan kaki mu sendiri, kita sudah bukan anak umur lima tahun lagi Nicholas. Aku sangat menyayangimu, jadi aku sudah tidak mau membela mu lagi. Aku ingin kamu mempertanggung jawabkan masalahmu sendiri.” katanya dengan sabar dia memang tidak pernah marah padauk.     Sebenarnya aku selalu ingin waktu berhenti disaat umurku masih anak anak karena aku bisa bebas bermain dengan Harry sepuasnya dan sekarang semenjak kakaku berumur Dua puluh dua tahun dia jadi selalu saja sibuk dan jarang memperhatikan aku padahal sebenarnya aku sangat kesepian.     Kami hanya terdiam sampai beberapa saat sampai akhirnya dia bicara.     “Mau jadi pangeran seperti apa kamu? Kalau terus mengandalkan kakamu ini.”     Aku tersenyum lebar dan tertawa, “Tentu saja jadi adikmu.”     Harry tersenyum lembut, “Kubunuh kamu.”     “Aku bercanda, aku bercanda. Baiklah, aku akan mulai merubah diriku.”     Harry memberikan potongan apel terakhir kepadaku, kemudian ia menengok ke arah jam kecil diatas nakas.     “Sepertinya aku harus Kembali keruang kerja untuk membantu ayah mengurus beberapa dokumen. Sebaiknya kamu istirahat, setelah selesai aku akan kembali kekamarmu.” katanya seraya mengusak rambutku dan tersenyum, Harry memang selalu tersenyum.     “Berjanjilah untuk Kembali. Aku sangat kesepian!” Rengekku berpura – pura.     “Aku janji.”     Bisa dibilang memang aku sangat manja terhadapnya, tapi itu juga karena salah Harry yang selalu memperlakukanku seperti anak kecil setiap saat. Sehingga aku tidak bisa melepaskan diri darinya. Harry kemudian keluar dan menutup pintu, meninggalkan ku sendirian di kamar ini.     ***     Alice’s Pov     Oh tuhan apa yang harus aku lakukan kenapa aku harus dijodohkan, lagi pula peraturan bodoh macam apa ini. Putri harus menikahi bangsawan pilihan raja, Mungkin dulu ibu sangat beruntung karena sebagai putri dia mendapatkan ayah yang memang sudah dicintai nya sejak lama, Tapi bagaimana dengan diriku? mengobrol dengan Hamish saja aku tidak pernah, Tentu aku mengenal Hamish karena istanaku terkadang mengadakan pesta dansa di istana.     Melihatnya berlama lama pun tidak akan membuat ku jatuh cinta padanya karena mungkin saja dia    memang bukan jodohku. Sebagai putri tunggal sudah pasti aku akan menjadi ratu bagi negeri ini. Tapi disini ratu tidak diperbolehkan menjadi pemimpin negeri tunggal harus ada raja yang menikah dengan nya.     Kenapa harus punya raja jika bisa memimpin sendiri. Lagi pula aku sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan ku sendiri. aku tak menyadari bahwa sayapku sudah terbentang sepenuhnya. mungkin karena aku gugup sehingga tanpa sengaja aku membentangkan sayapku yang lebih mirip seperti sayap merpati hanya saja dengan ukuran yang lebih besar, seandainya aku bisa kabur lebih baik melarikan diri. Sekarang bahkan aku sudah putus asa.     Berfikirlah Alice. Dimana semua ide cemerlangmu. Kenapa ide - ide ini tak muncul disaat seperti ini, aku tak menyadari bahwa sudah ber jam – jam aku berfikir sehingga langit sudah mulai gelap aku pun juga jadi lelah karena sejak awal berputar – putar kecil didalam ruangan. Sebaiknya aku tidur dan kembali berfikir besok.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD