Dosen Ganteng

1881 Words
Di kelas, ternyata dosen masih belum datang. Aliana bisa bernapas lega. Pasalnya, tadi dia habis berlarian melewati lorong panjang. Lumayan menguras tenaga memang, tapi semua itu ia lakukan agar tidak terlambat mengikuti kelas Pak Andri. Pak Andri adalah salah satu dosen yang terkenal dengan kedisiplinannya. Meskipun usianya sudah hampir setengah baya, namun karisma dan wibawanya tidak bisa diragukan lagi. Aliana masuk dan duduk di tempatnya. Ia melihat Rida yang duduk manis dengan santai. Ya, Rida adalah teman Aliana semasa SMA. Sudah tiga tahun Rida menjadi teman dekat Aliana. Mungkin, bisa dibilang seperti saudara karena mereka selalu bersama dalam suka dan duka. Mereka juga sering menginap di rumah satu sama lain. Keluarga Aliana dan Rida pun sudah saling mengenal. Sudah tidak bisa diragukan lagi pertemanan mereka yang benar-benar sejati. "Rida, tumben duduk manis, biasanya kamu selalu dag, dig, dug, kalau ada kelasnya Pak Andri?" tanya Aliana sedikit heran. Biasanya, Rida akan menjadi sangat parno saat ada di kelas Pak Andri. Pak Andri memang sedikit unik dan penuh kejutan. Kebiasaan beliau adalah mendadak mengadakan kuis tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Otomatis, banyak mahasiswa yang kurang siap dengan kuis dadakan itu, termasuk Rida, teman satu-satunya Aliana yang sangat parnoan. Wajar saja jika Rida selalu was-was ketika kelas Pak Andri dimulai. "Hehehe ... tau nggak, Al?" tanya Rida antusias. "Ya, enggak!" potong Aliana cepat sebelum Rida menyelesaikan ucapannya. Siapa suruh bicara pakai dijeda. "Ishhh, main potong aja! 'Kan aku belum selesai bicara, Al?" rajuk Rida yang tidak terima karena ucapannya dipotong Aliana. "Lha, siapa suruh ngomong pakai dijeda lama." tukas Aliana tak mau kalah. "Ehehe ... 'kan sambil napas, Beb." Sangkal Rida membuat Aliana memutar bola matanya. Memang, temannya yang satu ini sering sekali menguji kesabaran dirinya. "Ya udah iya, tadi katanya mau ngomong, emang mau ngomong apaan sih? Antusias banget kelihatannya." Aliana dibuat heran sekaligus penasaran dengan tingkah aneh Rida. Tidak biasanya Rida bisa sebahagia ini saat berada di kelas Pak Andri seperti ini. "Emmm ... jadi, hari ini Pak Andri gak masuk. Katanya, ada dosen baru yang bakalan gantiin mengajar mata kuliahnya Pak Andri. Denger-denger sih Pak Andri dikirim kampus buat mengikuti penelitian para professor di Australia." Rida menjelaskan dengan sangat antusias. "Wih, keren, àkeren. Hebat banget Pak Andri. Aku juga mau gitu nanti." Aliana terkagum-kagum dengan cerita Rida barusan. Pak Andri memang patut dijadikan panutan. "Eits, jangan salah. Ada yang lebih mengagumkan lagi." Rida masih antusias. Semangatnya tak berkurang sedikit pun. "Emang apaan?" tanya Aliana bingung. "Tau nggak sih? Katanya nih ya, dosen pengganti Pak Andri itu cogan, Al. Huaaa ...." cerocosnya heboh "dan yang jadi nilai plusnya itu, dia masih muda. Kalau gak salah sih umurnya masih 26, Al. Dia juga Pinter banget, iiihhh ... idaman banget." Terlihat jelas dari ekspresinya, Rida benar-benar sangat antusias dengan dosen barunya itu. "Isshhh ... kamu tuh ya, gosip dipercaya! Iya kalau beneran cogan, kalau dia udah tua terus jenggotan gimana? Mau sama bapak-bapak? Makan itu cogan, hahaha ...." Aliana tertawa geli melihat ekspresi sahabatnya yang masam itu. Dasar Rida! Cogan terus yang ada di otaknya. "Iihhh ... percaya deh, Al. Dosennya tuh bener-bener ganteng tau .... Aku udah cek infonya di kelas sebelah. Kata si Fanya tuh dosennya beneran ganteng. Ganteng banget malah. Kalau gak percaya, tunggu setengah jam lagi. Beliau akan datang mengisi kelas kita." kata Rida masih tetap kukuh dengan keyakinannya mengenai gosip dosen ganteng itu. "Iya deh iya, kita lihat nanti, hemmm ... seganteng apa sih sampai membuat seorang Rida seantusias ini?" Aliana jadi ikut penasaran. "Hahaha ... penasaran juga 'kan kamu? Huh! dasar," ejek Rida penuh kemenangan. "Enak aja, siapa juga yang penasaran," elak Aliana. "eh, masih ada waktu setengah jam lagi nih, mau ikut ke kantin gak? Aku tadi belum sempet sarapan, Rid. Tadi buru-buru soalnya matkul Pak Andri, jadi takut telat. Eh, sampai sini ternyata jam kosong," lanjutnya sembari curcol. "Boleh, boleh, aku juga lagi pengen siomay Mang Ujang nih, kuy kantin," ajak Rida bersemangat. Mereka berjalan ke kantin bersama. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Lebih tepatnya ke arah Aliana. Kaum Adam benar-benar memandang ciptaan Tuhan yang luar biasa itu dengan tatapan memuja. "Rid, aku malu nih, kenapa banyak banget sih yang ngelihatin kita? Apa penampilanku ada yang salah? Apa dandananku terlalu mencolok ya?" bisik Aliana pada Rida. Aliana merasa tidak nyaman dipandang seperti itu. Apalagi, yang memandang adalah para kaum Adam. "Bukan kita kali, Al, tapi kamu. Tuh, lihat! Banyak banget yang ngelihat ke arah kamu. Dari senior sampai adek tingkat," balas Rida tersenyum geli. "udah, santai aja. Anggep mereka gak ada. Toh, kamu juga gak salah. Kamu juga pakai baju. Ngapain malu coba? Cukup berjalan dan tundukkan pandangan," lanjutnya lagi dan tetap berjalan dengan santai. Rida tahu bagaimana sahabatnya ini. Aliana akan merasa sangat tidak percaya diri saat diperhatikan seperti itu. Ia benar-benar wanita baik-baik yang selalu menundukkan pandangannya saat bertemu dengan laki-laki. Namun, ia akan berani menatap laki-laki itu jika mereka sudah kenal dekat dan melakukan obrolan dengan serius, dengan tujuan untuk menghargai lawan bicaranya saja. Sesampainya di kantin, mereka memilih duduk di pojok agar tidak dilihat banyak orang. Kantin memang tidak terlalu ramai karena ini masih sangat pagi. "Al, mau pesen apa? Biar sekalian aku pesenin." tawar Rida pada Aliana. Tangannya masih sibuk mengambil uang di dompet. "Emmm ... Aku mau nasi goreng deh. Tambah telor dadar ya," jawab Aliana dengan senang hati. Sahabatnya ini memang paling perhatian. "Oke, siap Tuan Putri. Ditunggu ya?" "Makasih, Rida. Kamu emang paling perhatian deh," ujar Aliana dengan senyum tulusnya. "Lebay, ah!" tukas Rida cepat. Setelahnya, Rida berjalan menghampiri Mang Ujang. Untung kantin tidak terlalu ramai. jadi, Rida tidak perlu repot-repot dan menghabiskan kesabarannya untuk mengantri. "Mang, siomay satu, nasi goreng satu tambah telor dadar. Teh manis dua, Mang. Rida tunggu di bangku pojok ya, Mang?" Rida memesan makanan sesuai pesanan Aliana. "Siap Non Rida. Ditunggu ya?" "Oke, Mang Ujang. Cepet ya, Mang? Rida udah laper, Hehe ...." Rida berjalan kembali ke bangku pojok. Menghampiri Aliana dan menyeret kursi lalu duduk di depannya. "Udah beres, tinggal nunggu pesanan jadi." Rida terlihat lesu. Ia sudah tidak sabar untuk menyantap siomay pesanannya. "Siap, deh. Emang paling bisa diandelin, jadi Makin sayang aku tuh .... " Aliana tersenyum dengan wajah dibuat-buat. Ah! Aliana. Udah imut banget kamu tuh. Jangan digituin ekspresinya, jadi bikin kaum Adam makin tergila-gila tau nggak? "Hilih, jijay! Plis deh gak usah sok imut. Gak tertarik!" canda Rida. Setelah itu mereka tertawa bersama. "Hahaha .... " Dari kejauhan, terlihat Mang Ujang sedang berjalan ke arah mereka. Tentunya, dengan membawa nampan yang berisi pesanan mereka berdua. "Pesanan siap santap," ujar Mang Ujang saat berada di bangku yang sudah ditempati Rida dan Aliana. "Huaaaa ... Akhirnya dateng juga!!!" teriak Rida heboh. "Aliana udah kelaparan banget tuh, Mang. Kasihan dia." lanjutnya lagi sambil mengambil alih semangkuk siomay yang ada di tangan Mang Ujang. Mendengar itu, Aliana tak terima. Ia merasa terzolimi. Sudah jelas-jelas, Rida yang tidak sabaran. "Si Rida bohong itu Mang. Gak usah dipercaya! Padahal 'kan dia yang gak sabar pengen makan siomay Mang Ujang, tapi Aliana yang dijadiin kambing hitam. Rida jahat 'kan Mang?" Aliana mau mencari pembelaan dari Mang ujang. "Kalian teh, kalau sama-sama laper mah jujur aja. Sok atuh dimakan. Nanti keburu dingin, jadi gak enak." Mang ujang bicara dengan logat sundanya. Ya, memang benar yang mang ujang bilang, kalau debat terus makanannya keburu dingin dan kurang mantap kalau dimakan. "Ehehe ... iya, Mang. siap." Rida dan Aliana menjawab dengan kompak. Mang Ujang pun pamit dan kembali ke tempatnya berjualan. Rida dan Aliana juga langsung menyantap pesanan masing-masing karena mereka sama-sama kelaparan. "Pelan-pelan, Rida!" tegur Aliana saat Rida makan siomay itu dengan kalap. Itu lapar apa doyan, Mbak? "Eh, iya. Maaf, maaf. Habisnya, siomay Mang Ujang enak banget, Al. Gak ada tandingannya, jadi kelepasan deh," balas Rida setelah menelan habis siomay yang penuh di dalam mulutnya. "Kamu udah selesai? Itu nasinya masih setengah loh, Al?" tanya Rida melirik ke arah piring Aliana yang masih banyak isinya. "Udah. Nggak tau kenapa jadi badmood, Rid. Nggak selera makan. Mungkin, mau PMS kali ya?" Terlihat sekali wajah muram Aliana. Aliana memainkan ujung sendok yang sudah bertengger rapi di atas piring. "Ya sudah deh, aku habisin dulu siomay–nya. Sayang kalau dianggurin, hehe .... " Dengan kecepatan super, Rida memakan siomay yang tinggal sedikit. Tak butuh waktu lama untuk Rida menghabiskan siomay itu. "Udah?" tanya Aliana yang sedari tadi masih setia menunggu Rida makan. "Udah," jawab Rida singkat. "Cepet banget?" tanya Aliana heran. "Mana ada. Kamu aja yang ngelamun dari tadi. Lesu amat sih, Al? Bentar lagi ketemu cogan, yang semangat gitu kek," celetuk Rida setelah menegak habis segelas teh manis. Aliana melotot tajam. "Apaan sih, cogan mulu yang dipikirin!" kesal Aliana. "Ehehe ... ya kali aja ketemu jodoh." Rida ngarep banget deh. "Ngehalu aja terus! Selera kamu 'kan oppa-oppa gitu?" sindir Aliana. Rida langsung kicep. "Yeee!!! Aamiinin kek." Ekspresi Rida langsung berubah menjadi sarkas. "Iya deh iya, Aamiin." Aliana meng–iya–kan saja ucapan Rida. "Kalau gak ikhlas, gak usah!" sergah Rida yang terlihat masih merajuk. "Dasar ya, kamu!!! Udah, ah! Ayo masuk kelas. Entar telat, lagi. Katanya kamu mau lihat cogan?" final Aliana. Mendengar kata cogan, semangat Rida kembali membara. Rida menepuk keningnya. "Oh, iya lupa. Untung kamu ingetin." Aliana bangkit dari duduknya. Diliriknya Rida sekilas. "Dasar! Giliran cogan aja gercep," dumel Aliana. Rida hanya Meringis, memamerkan deretan giginya yang rapi. Mereka berlalu meninggalkan kantin dan berjalan menuju fakultas kedokteran. Memang, jarak dari kantin menuju fakultas lumayan jauh. Mereka harus melewati lorong yang panjang. Rida tiba-tiba berhenti. Ia teringat sesuatu. "Al, bentar deh, sepertinya ada yang terlupa." Mendengar itu, Aliana sontak ikut menghentikan langkahnya. "Ckck, Dasar! Aliana berkacak pinggang. "Emang apa yang ketinggalan? HP?" lanjutnya lagi. Memang, kebiasaan Rida yang tidak bisa hilang sampai sekarang adalah sifat pelupanya. "Bukan!" jawab Rida sambil mengingat-ingat apa yang mengganjal di pikirannya sedari tadi. Lama bepikir, akhirnya otaknya bekerja. Rida menepuk jidatnya keras, setelah mengingat sesuatu yang terlupa. "Aku ingat sekarang." "Apaan?" Aliana heran. Sahabatnya ini memang benar-benar unik. "Aku lupa bayar makanan kita," terang Rida sambil cengar-cengir. "Astaghfirullah, Rida!!! Kok bisa? Bukannya tadi kamu udah ambil uang ya? Kamu tuh, ya. Kebiasaan banget deh. Udah berapa kali kamu lupa bayar di kantin Mang Ujang? Untung Mang Ujang sabar. Kalo ngga, pasti diusir kamu dari kantinnya," sarkas Aliana. Sahabatnya ini memang hobi sekali membuat dirinya geram, tapi tetap saja Aliana Sayang. "Ehehe ... sabar, Buk. Sabar." Bukannya sabar, Aliana malah semakin gemas. Aliana mendekat ke arah Rida. Dia sudah bersiap mengangkat kedua tangannya. "Cekek nih?" "Bukannya mundur, Rida malah semakin memajukan tubuhnya. "Coba aja nih, emang tega?" tantang Rida. Aliana melotot geram. Detik kemudian ia melangkah mundur, lalu berkata, "Enggak." Rida tertawa puas. "Hahaha ... Aliana, Aliana. Aku udah kenal kamu lama. Cewek kek kamu mana tega nyakitin orang. Bunuh semut aja sambil nangis." Memang benar yang Rida katakan. Gadis selembut Aliana, mana tega nyakitin orang. Hatinya saja selembut sutra. Aliana yang merasa terejek langsung mengalihkan pembicaraan. "Udah deh, buruan sana bayar! Kasihan Mang Ujang, siapa tahu uangnya dibutuhin 'kan buat kembalian?" ucap Aliana tegas. Kalau tidak digitukan, pasti Aliana kena ledek Rida terus menerus. "Ehehe ... iya deh iya. Aku bayar dulu, kamu di sini aja. Tunggu!!! Lima menit lagi aku kembali. Gak usah rindu, bye-bye." Dengan langkah seribu, Rida berlari meninggalkan Aliana. Aliana sendiri hanya bisa menggelengkan kepala. Bisa-bisanya ia bersahabat dengan orang yang warasnya kelewatan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD