Di kelas, suasana masih terlihat tenang. Hanya ada bisikan-bisikan gosip yang terdengar dari beberapa mahasiswi yang penasaran dengan dosen baru pengganti Pak Andri.
Aliana dan Rida sudah duduk manis di bangkunya masing-masing. Bangku mereka memang bersebelahan, sudah tidak heran jika Rida selalu mengajak Aliana mengobrol ria sembari menunggu dosen datang.
"Guys, dosen baru dateng. Gilaaaa, beneran ganteng, Coy!" teriak salah satu mahasiswi yang terkenal super centil di kelas. Lihat saja, dari penampilan yang terlalu terbuka dan dandanan yang sangat menor, bisa dipastikan kalau cewek itu memang suka cari perhatian. Ya, namanya Maya. Lihat saja bagaimana sikapnya nanti dengan dosen baru yang katanya ganteng itu. Pastinya sangat gatel.
"Biasa aja kaleee, gantengan juga gue!" seru cowok di pojokan.
"Iri bilang, Bos!" Maya langsung sewot.
"Udah dong, masih pagi. Jangan ribut gitu." Aliana bermaksud menengahi, tapi ucapannya justru membuat Maya semakin sewot.
"Cih, dasar sok bijak!" cela Maya.
Mendengar sahabatnya dimaki, Rida tak terima. Ia menjadi ikut emosi. Berani sekali Maya mencela sahabatnya seperti itu. "Eh, lo bilang apa tadi?" tanya Rida sinis.
"Sok bijak! Kenapa? Gak terima?" Maya mengulang ucapannya dengan ekspresi menantang, membuat Rida menjadi semakin muak dibuatnya. Rida bersiap untuk berdiri. Ingin sekali ia meladenin gadis itu. Namun, Aliana mencegahnya. Aliana mendekat ke arah Rida. Aliana merangkul dan mengusap kedua pundak Rida untuk menenangkan sahabatnya itu. "Udah Rid, gak usah diladenin ih, gak ada gunanya," gumam Aliana pelan.
Rida yang masih tidak terima, tetap mencoba untuk membantah. "Tapi, Al?"
"Udah, kalau kamu ladenin dia, terus apa bedanya kamu sama dia?" Aliana tetep keukeh menahan Rida, karena ia tidak ingin sahabatnya ribut dan bermasalah. "kontrol emosimu, jangan mudah terpancing cuman karena masalah sepele. Jangan bertindak konyol saat sedang emosi. Inget, penyesalan datang di akhir!" lanjutnya lagi.
"Kalau di awal namanya pendaftaran, Al." Bisa-bisanya Rida nyeletuk seperti itu. Jangan salah jika dia mendapatkan cubitan pedas Aliana di pipi gembulnya. Setelah apa yang sudah Rida perbuat, Rida malah bercanda seperti itu? Dasar si Biang Keringat!
"Aduh, duh. Sakit, Al!" rintihnya. Wajahnya berubah masam.
"Ya maaf, kelepasan," ujar Aliana santai dan kembali duduk di bangkunya. Rida terlihat semakin kesal membuat Aliana tersenyum menahan tawa.
Apa yang dikatakan Maya memang benar. Tak lama setelah keributan kecil itu, seorang laki-laki dengan langkah tegapnya masuk ke kelas, berjalan melewati pintu yang menjulang tinggi, sangat serasi dengan tubuhnya yang jakung.
"Selamat pagi, semua," sapanya ramah dengan rahang yang kokoh, sungguh sangat menawan. Hidung mancung bak perosotan, alis melengkung seperti bulan sabit, mata hitam kecoklatan dengan bibir ranum yang sulit dijelaskan. Maha karya Tuhan yang luar biasa.
"Pagi, Pak," balas semua dengan kompak.
Banyak pasang mata yang terkagum melihat laki-laki yang masih setia berdiri tegap di depan sana. Tak sedikit pula yang berbisik lirih dengan kata pujian yang terucap.
"Masyaa Allah, ganteng banget," gumam seseorang di belakang Aliana.
"Ini toh dosen barunya? Kalo gini ya aku mau jadi pacarnya." Gadis manis berucap lirih dengan logat jawanya.
"Pokoknya gue harus bisa dapetin perhatian dosen ganteng itu! Parah, ini sih bukan ganteng lagi namanya, tapi ganteng banget." Maya berbisik pada teman sebangkunya membuat Rida menatapnya penuh kesinisan.
"Fiyuhhh, jijay deh." Rida ngedumel pelan. Hanya Aliana yang bisa mendengarnya.
"Husttt, gak boleh gitu, Rid!" tegur Aliana.
"Maaf, Al. Habisnya ... kesel deh lihat dia sok caper." Rida yang sedari tadi masih muak dengan Maya, dirinya semakin sewot melihat Maya yang sok mencari perhatian.
"Udah sih, biarin aja. Gak usah dilihatin kalau gak suka." Aliana geli melihat Rida yang masih cemberut seperti itu. Kalau boleh jujur, sebenarnya Aliana juga agak risih sama Maya, tapi ya mau gimana lagi, ia tidak mau mencari masalah.
"Aku punya mata kali, Al!" protes Rida.
"Pake kacamata." Aliana tak mau kalah. ia tetap menanggapi Rida.
"Dipikir kuda?" Rida mencebikkan bibirnya. Ya kali disamain dengan kuda.
"Eh, bukan aku yang bilang." Aliana ikutan kesal.
Melihat ada yang asyik mengobrol, membuat perhatian dosen baru itu beralih ke arah mereka.
"Bangku nomer dua, apa yang kalian debatin? Sepertinya asyik sekali?" tegur Pak Dosen.
"Eh, iya. Kacamata kuda, Pak." Jawaban refleks Rida sontak membuat semua teman-temannya tertawa, termasuk Aliana yang berusaha menahan tawanya. Ya begitulah Rida. Uh! Bikin malu saja.
Rida yang pipinya sudah memerah, hanya bisa menutup muka dengan kedua tangannya. "Al, maluuu," bisiknya pada Aliana.
"Maaf, Pak. Kami mengaku salah, dan kami berdua siap menerima konsekuensinya." Aliana berucap mantap. Untung masih ada Aliana yang normal. Duh, Aliana memang panutan. Tidak seperti Rida yang warasnya kelewatan.
"Oke, kali ini saya maklumin, tapi kalau nanti diulang lagi, konsekuensi akan berlaku," ujar dosen tampan itu dengan tegas dan lugas.
"Baik, Pak." Aliana dan Rida menjawab bersamaan.
Dosen ganteng kembali fokus pada semua mahasiswa.
"Oke, perkenalkan nama saya Ferdhyansyah Orlandion, kalian bisa panggil saya Ferdhy. Usia saya 26 tahun, saya dosen pengganti sementara yang ditugaskan untuk menggantikan Pak Andri yang sedang bertugas di Australia. Saya rasa cukup sekian perkenalan singkat ini, barangkali ada yang mau ditanyakan lagi, bisa berdiri dan angkat tangannya," terang Ferdhy.
Seorang gadis berdiri dengan percaya diri. Ia mengangkat tangannya cepat. Gadis itu diketahui bernama Rara. "Perkenalkan, nama saya Rara. Saya boleh bertanya?" ucap Rara ragu-ragu.
"Silahkan," jawab Ferdhy serius. Cieee, jadi pengen diseriusin juga, Bang!
"Seisi kelas dibuat tegang dengan pertanyaan yang ingin diajukan Rara. Suasana menjadi hening seketika. "Pak Ferdhy udah nikah?" Ya, itulah yang Rara tanyakan pada Ferdhy. Namun, siapa sangka, jika pertanyaan Rara yang tak berbobot itu membuatnya disorakin ramai-ramai. Terutama para kaum Adam yang merasa iri dengan Ferdhy. Namun, berbeda dengan kaum Hawa yang masih setia menunggu jawaban itu, termasuk Aliana. Meskipun dirinya tidak tertarik dengan ketampanan Ferdhy, tapi ia juga ikut penasaran.
"Oke, Rara. Terima kasih sudah bertanya. Silahkan duduk kembali." Ferdhy mempersilahkan Rara untuk kembali duduk. Rara pun duduk kembali dengan wajah merah merona karena merasa malu.
"Sebelum saya menjawab, saya ingin bertanya balik. Apakah menurut kalian, saya sudah berkeluarga?" Sebelum menjawab pertanyaan dari Rara, Ferdhy sengaja bertanya balik pada para mahasiswanya. Ia ingin tahu, jawaban apa yang ia dapat dari mereka.
"Belum, Pak," jawab beberapa kaum Hawa kompak.
"Gak tahu, Pak!" Seru kaum Adam serempak.
"Jomblo, Pak," ucap Aliana dan Rida bersamaan. Seketika, tawa semuanya pecah kecuali Ferdhy yang tetap memasang ekspresi dinginnya, meskipun berusaha menahan tawa.
"Yang jawab jomblo, sepertinya kalian kurang minum ya? 'Kan saya tanyanya 'Apakah saya terlihat sudah berkeluarga atau belom?' jadi, jawaban mutlaknya cuman ada tiga, antara iya, tidak dan tidak tahu. Jawaban jomblo dari mana?" Ya, Ferdhy menang telak. Aliana refleks menutup wajahnya dengan kedua tangan. Aliana sangat malu. Wajah polosnya terlihat begitu menggemaskan. Kalau Rida, tidak usah ditanya lagi. Rida cuman cengar-cengir tidak jelas. Sepertinya, urat malunya sudah putus. Jadi, harap maklum.
"Tau tuh, Aliana. Gak jelas banget," sindir Maya. Maya terlihat begitu kesal Karena jawaban Aliana dan Rida barusan, berhasil menarik perhatian Ferdhy. Sedangkan Aliana sendiri lebih memilih diam daripada menanggapi ucapan Maya. Percuma, gak ada gunanya. Lagian, ia juga malas cari ribut.
"Sudah, sudah, saya akan jawab pertanyaan dari Rere. Meskipun, ini sifatnya pribadi ya, tapi oke lah, no problem." Para mahasiswi terlihat begitu antusias. Mereka sudah bersiap mendengarkan jawaban dari Ferdhy dengan memasang pendengaran tajam-tajam.
"Saya sudah berkeluarga." Ya, pernyataan Ferdhy mampu membuat beberapa mahasiswi mendadak lesu. Hati mereka seketika hancur setelah mengetahui jika dosen idaman mereka sudah tidak jomblo lagi. "Saya punya ayah, ibu, abang dan adik. Kalau istri, saya masih belum punya," lanjut Ferdhy membuat mata mereka berbinar, bahkan ada yang sampai berteriak histeris.
"Jadi, Pak Ferdhy belum menikah?" tanya seorang mahasiswi yang ingin memastikan lagi kebenarannya. Takut-takut jika pendengarannya tadi bermasalah.
"Betul, saya belum menikah." Terlihat jelas raut kebahagian terpancar dari beberapa mahasiswi. Jawaban Ferdhy benar-benar mampu merubah suasana. Akhirnya, mereka bisa bernapas dengan lega. Semangat mereka kembali menyala untuk mengejar cinta sang dosen idaman.
"Kalau pacar, udah punya belum, Pak?" Kini, giliran Maya yang bertanya. Ia ingin mencari perhatian dari dosen tampan ini, tapi sepertinya Pak Dosen tidak tertarik. Terlebih setelah melihat pakaian dan dandanan Maya yang kurang cocok untuk gadis seusia dirinya, terlalu menor dan terbuka. Maya tidak termasuk dalam kriterianya Ferdhy. Karena Ferdhy sangat suka dengan gadis sederhana yang tidak banyak bertingkah seperti Aliana. Pantas saja sedari tadi Ferdhy sering curi-curi pandang ke arah Aliana
"Saya masih sendiri, lebih tepatnya masih single. Saya juga tidak berniat untuk pacaran. Karena laki-laki seusia saya, sudah tidak pantas lagi untuk sekedar berhubungan yang main-main," jawab Ferdhy dengan tegas dan penuh wibawa. Idaman banget!
Mendengar jawaban Ferdhy, seketika harapan mereka langsung lenyap. Tak terkecuali dengan Maya. Kalau Aliana sih biasa saja, karena dirinya sendiri juga tidak mau berpacaran. Perinsipnya, jomblo until sah.
~Pada harap yang berakhir lenyap, ku titipkan sepenggal kata. Ku tuliskan pengakuan, bahwa aku mencintainya~. –Jeritan Hati Sang Patah Hati–