Sang Penyelamat?

1523 Words
Tiga bulan yang lalu. "Aku sudah memerintahkah orang-orangku untuk berjaga ditempat yang sudah mereka rencanakan. Kau tidak perlu kuatir." "Apa kau yakin dia akan baik-baik saja?" Tanya seorang wanita berjilbab, dengan mata menerawang. "Mereka berencana akan membuatnya pingsan, baru kemudian membuangnya kejurang bersama dengan mobilnya." Sejenak wanita berjilbab itu terdiam, ia kemudian menghela nafas panjang sebelum kemudian kembali membuka suara. "Apa aku bisa? Dan mengapa mereka begitu kejam," ucapnya. "Untuk itu kau harus benar-benar berhasil kali ini. Jangan mundur satu jengkal pun. Kami akan terus membantumu agar kau bisa mendapatkannya, kau tidak perlu takut. Kau pasti berhasil." "Trima kasih Karina, sudah mau membantuku selama ini," ucap wanita berjilbab. "Aku hanya menjalankan tugasku. Kau tidak perlu berterima kasih. Berterima kasihlah padanya nanti. Sekarang turunlah dan bersiap ditempatmu." Ujar wanita yang bernama Karina itu. Malam semakin larut. Dinginnya angin malam disertai hujan rintik-rintik membuat suasana malam itu semakin sunyi dan sepi. Sebuah mobil sport berwarna hitam terlihat menepi di sisi jalan yang cukup sepi dan lengang. Entah apa yang terjadi. Sang pengendara turun, lalu memeriksa keadaan ban mobilnya. Terlihat pengendara mobil sport yang ternyata seorang pria tampan itu menendang salah satu ban mobilnya yang terlihat kempes. "Mengapa bisa kempes begini? Mana ditempat sepi seperti ini," gerutu pria tampan tersebut, sambil menyugar rambutnya kebelakang. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja muncul beberapa orang pria bertubuh gempal dengan memakai topeng diwajahnya. "Hahaha, akhirnya kita dapat mangsa besar juga," ucap salah seorang pria bertopeng dengan tato elang dilengannya, sambil terus mendekat kearah pengendara mobil sport itu. "Hei, siapa kalian!" Pria tampan pengendara mobil sport itu langsung mundur beberapa langkah kebelakang. "Habisi dia!" Perintah pria bertato elang. Dan tanpa dapat dielakkan lagi, perkelahianpun terjadi. Satu lawan lima. Tapi sepertinya pria tampan pengendara mobil sport itu bukan pria biasa. Untuk beberapa saat lamanya pria itu mampu membuat kelima penjahat itu kewalahan. Hingga sebuah balok kayu menghantam kepalanya dari belakang, yang membuat pria tampan itu langsung tersungkur keaspal. Disusul kemudian dengan pukulan dan tendangan bertubi-tubi mendarat ditubuh pria tampan tersebut. "Cepat, masukkan dia kedalam mobil, jangan lupa, ambil semua barang-barangnya!" Perintah pria bertato elang. Keempat anak buahnya itu langsung bergegas menjalankan perintahnya. "Hei, berhenti! Tolong!! Ada rampok! Ada begal!" Tiba-tiba muncul seorang wanita berjilbab dengan membawa payung ditangannya. Dengan wajah mengenakan masker, berteriak sekuat tenaga meminta tolong. "Tolooong! Tolooong!" Wanita berjilbab itu kembali berteriak. "Bagaimana ini Bos?" Tanya salah seorang penjahat itu dengan nada panik. "Singkirkan juga wanita sialan itu!" Perintah pria bertato. Keempat pria bertopeng itu langsung mendekat kearah wanita berjilbab itu yang sudah terlihat ketakutan. Namun belum sempat mereka beraksi, tiba-tiba muncul sekelompok pengendara sepedah motor, yang langsung mengepung tempat tersebut. "Habisi para begal itu, mereka sangat meresahkan!" Teriak seorang pengendara. "Bos! Bagaimana ini?" Tanya salah satu anak buah pria bertato itu. "Jumlah mereka terlalu banyak, ayo cabut!" Perintah pria bertato, lalu segera kabur meninggalkan tempat itu. "Hei! Jangan kabur! Kejar mereka!!" Beberapa pengendara motor itu langsung mengejar kearah rombongan pria bertopeng, yang ternyata telah menyiapkan sebuah mobil jeep tidak jauh dari tempat itu dan langsung kabur menggunakan mobil tersebut. Sementara wanita berjilbab itu segera menghampiri pria tampan yang tergeletak tidak sadarkan diri, setelah beberapa saat tadi sempat mendengar suara teriakan wanita tersebut. ***** ***** Aroma sedap yang berasal dari dapur, membuat seorang pria tampan yang sejak semalam terus memejamkan kedua matanya, perlahan terbangun sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. Pria tampan itu kemudian bangkit, lalu menyandarkan tubuhnya kebelakang. "Aku ada dimana ini?" Pria itu memutar pandangan matanya, mengamati suasana kamar yang sangat asing baginya. Sejenak ia terdiam sambil mencoba mengingat kejadian apa yang menimpanya sehingga berakhir ditempat itu. Setelah mengingat semua peristiwa yang menimpanya, pria tampan itu perlahan turun dari tempat tidur. Sambil terus memegangi kepalanya yang diperban, pria itu melangkah tertatih-tatih menuju kearah dapur, asal aroma sedap dan lezat itu berasal. Pria itu menghentikan langkahnya didepan pintu dapur, begitu melihat sesosok wanita sedang asyik memasak sesuatu diatas kompor, hingga membuatnya menelan ludah beberapa kali. Wanita yang sedang berdiri memunggunginya, mengenakan drees lengan pendek selutut, memperlihatkan kedua kakinya yang jenjang dan putih mulus. Rambutnya dicepol keatas dengan asal, menyisakan anak rambut yang berantakan, yang membuat leher jejangnya semakin terlihat indah dan menggoda. Ekhem ekhem Wanita itu langsung terlonjak kaget mendengar suara deheman dibelakangnya. Ia langsung membalikkan tubuhnya kebelakang. "Eh, M-mas sudah sadar? Apa masih pusing? Apa masih sakit?" Tanya wanita cantik itu sambil mendekat kearah pria tampan yang justru menatapnya tanpa berkedip. "Mas. Mas baik-baik saja?" Wanita itu melambaikan tangannya didepan wajah pria tersebut dengan wajah cemas. Pria tampan itu langsung mengerjapkan matanya berulang kali, lalu mengalihkan pandangannya kesudut lain dengan wajah salah tingkah. "A-aku haus," ucap pria tampan itu dengan nada gugup. "Oh, i-iya. Nanti aku siapkan sekalian sarapan ya. Sekarang Mas kekamar mandi dulu cuci mukanya dulu ya," ujar wanita cantik itu sambil menuntun pria tampan itu kekamar mandi yang terletak didekat dapur tersebut. "Mas bisa sendiri kan cuci mukanya?" "A-aku tidak yakin," jawab pria tampan itu. "Ya sudah, biar aku bantu ya," sahut wanita tersebut. Wanita itu kemudian mengambil air digayung, kemudian membasuh wajah pria tampan itu menggunakan kedua telapak tangannya yang sudah dibasahi dengan air. "Sikat gigi dulu ya Mas." Pria tampan itu hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan matanya dari wajah wanita cantik didepannya. Setelah selesai membantu pria itu mencuci wajah dan menyikat gigi, wanita itu kembali membawa pria tersebut keluar dari kamar mandi, lalu menyuruhnya duduk dikursi meja makan sederhana yang ada didapur. "Minum dulu ya Mas," ucap wanita itu sambil membantu pria tersebut untuk meminum lemon tea hangat buatannya. "Kau yang menyelamatkan aku malam itu?" Tanya pria tersebut setelah meminum lemon tea hangat, yang rasanya seolah tidak asing dilidahnya. "Bukan hanya aku Mas, tapi juga beberapa warga yang kebetulan melintas ditempat itu," jawab wanita tersebut. "Trima kasih," ucap pria tersebut. "Sama-sama Mas." "Siapa namamu?" "Aleena Mas." "Aku Arfa." "Oh Mas Arfa. Mas Arfa sarapan dulu ya, setelah itu minum obatnya lagi," ucap Aleena, lalu mulai menyuapi Arfa bubur ayam buatannya. "Bubur buatanmu sangat enak. Aku seperti tidak asing dengan rasanya," ucap Arfa sambil terus menelan suapan demi suapan bubur ayam dari tangan Aleena. "Benarkah? Mungkin Mas Arfa pernah memakannya disuatu tempat yang kebetulan rasanya hampir sama," sahut Aleena sambil memberikan suapan terakhir kepada Arfa. "Entahlah. Aku juga seperti tidak asing dengan tatapan matamu," gumam Arfa. "Oh ya? Tapi hanya aku satu-satunya wanita yang memiliki tatapan mata seperti ini. Lalu dimana Mas Arfa pernah melihatnya?" "Entahlah," cicit Arfa, seperti orang bingung. "Ya sudah, tidak perlu memaksa untuk mengingatnya. Sekarang Mas Arfa minum obatnya dulu ya, biar cepat sembuh," ucap Aleena dengan lembut, lalu kembali membantu Arfa untuk meminum obat. "Kau tinggal sendiri disini?" Tanya Arfa. "Iya, sebelum aku membawa Mas Arfa pulang kerumah," jawab Aleena dengan tersenyum lembut. "Apa kau keberatan kalau aku tetap tinggal disini sampai sembuh?" Tanya Arfa dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tentu saja tidak. Aku justru senang bisa merawat Mas Arfa sampai sembuh," jawab Aleena dengan lembut. "Kau sudah punya suami? Atau pacar?" "Pacar? Aku tidak punya pacar. Suami? Aku sudah sangat lama berpisah dengan suamiku. Tapi sekarang aku harus merawat pria asing seperti suamiku sendiri," jawab Aleena sambil tertawa pelan. Empat hari sudah Arfa tinggal bersama Aleena. Wanita itu dengan telaten dan penuh kesabaran merawat dirinya. Bahkan wanita itu seolah tau dengan kebiasaan Arfa, makanan kesukaan Arfa, hingga ukuran pakaian dalam pria tersebut. "Kau sedang memasak apa?" Tanya Arfa, yang tiba-tiba saja sudah berada dibelakang punggung Aleena. "Mas Arfa bikin kaget saja. Ini, masak semur ayam untuk makan malam kita," jawab Aleena, lalu kembali fokus mengaduk masakannya. "Aku langsung lapar jadinya," ucap Arfa, lalu melingkarkan kedua tangannya diperut Aleena yang rata, meletakkan dagunya diatas bahu wanita tersebut. Tubuh Aleena seketika membeku. Jantungnya berdebar tidak menentu. Sekuat tenaga wanita itu mencoba untuk tetap tenang, dengan terus melanjutkan aktivitas memasaknya. "Terus ini kenapa tangan Mas Arfa main peluk-peluk segala? Bikin enggak fokus saja," ucap Aleena setenang mungkin. "Terus tangan kamu ini sampai gemetar begini kenapa Aleena?" Tanya Arfa berbisik ditelinga Aleena. Pria itu lalu meraih tangan Aleena, membantu memegangi spatula lalu mengaduk semur ayam diatas wajan. "Mas Arfa yang membuatnya gemetar," cicit Aleena. "Kau yang membuatku berdebar," bisik Arfa. "Sudah sembuh kan? Kalau sudah pulang sana, anak istrimu menunggumu dirumah," ucap Aleena, mencoba mengabaikan Arfa yang semakin erat memeluk tubuhnya dari belakang. "Aku ingin menikmati suasana seperti pasangan suami istri denganmu," bisik Arfa. "Ngawur! Tak suruh nikahin aku nanti baru tau rasa," sahut Aleena sambil menepuk lengan Arfa yang melingkar erat diperutnya. "Kau pikir aku takut?" "Aku mau jadi yang pertama dan yang terakhir. Bukan yang pertama terus diduain, apalagi jadi yang kedua. Berani? Orang tampang Mas Arfa tampang suami takut istri gitu, gaya," sahut Aleena, menahan senyum. "Apa kau bilang? Aku? Suami takut istri?" Arfa lalu mematikan api kompor yang masih menyala. Pria itu kemudian membalikkan tubuh Aleena menghadap kearahnya, sambil menarik tubuh wanita itu lalu memepetnya kemeja makan. "Coba bilang sekali lagi," tuntut Arfa. "Yang mana Mas?" Aleena memasang wajah bingung. "Kau bilang aku suami apa tadi?" "Ooh, i-itu." "Ayo katakan," desak Arfa. "Ma-mas Arfa suami yang tampan, penyayang, baik hati, setia, lemah lembut dan ... " Heemmpptt Arfa membungkam mulut Aleena dengan mendaratkan sebuah ciuman lembut dibibir wanita itu. Bibir yang sejak kemarin sudah membuatnya begitu tergoda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD