Chapter 004

1598 Words
Hwa Seung menghunuskan pedangnya ke leher pimpinan bandit yang saat ini tengah terduduk di tanah dengan gemetaran melihat anak buahnya yang sudah terkapar tak berdaya. Pria itu kemudian menyatukan telapak tangannya dan menaruhnya di depan wajah, memohon ampun pada Hwa Seung. "Aku mohon ampuni aku, aku bersalah. Tolong jangan bunuh aku, aku tidak tahu jika Nona Bangsawan itu milik Tuan. Aku benar-benar minta maaf, aku mohon ampuni nyawaku." Hwa Seung menatapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi, tapi sudut matanya masih terlihat berapi-api. "Kim Hwa Seung." "Ye?" ujar pimpinan bandit tersebut dan memberanikan diri untuk mendongak menatap Hwa Seung yang tidak juga menarik pedangnya menjauh. "Jika kita bertemu lagi, ingat nama itu agar aku tidak membunuhmu." Hwa Seung menarik kembali pedangnya dan berbalik, lalu berkata, "dan jangan membuat masalah di desa lagi karena jika kau beruntung, kita akan bertemu lagi dan kupastikan pedang ini akan menembus lehermu ketika kau berulah." "Baik, baiklah Tuan. Aku berjanji, aku berjanji. Terima kasih," ujar pimpinan bandit itu sembari bersujud berberapa kali dan menarik anak buahnya untuk mundur. Hwa Seung mengambil kembali sarung pedangnya yang tergeletak di tanah dan menyimpan kembali pedangnya. Dia kemudian melangkahkan kakinya menaiki teras rumah dan berjalan menuju ruangan di mana ia melihat Hwa Jung masuk sebelumnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Hwa Seung langsung membukanya dan membuat Yeo Wol terkejut. Gadis itu berpikir bahwa Hwa Seung adalah para bandit, tapi apa bedanya dengan para bandit itu jika dia juga tidak mengenal siapa Hwa Seung. Hwa Seung tidak mempedulikan Yeo Wol dan bahkan seperti tidak menganggap gadis itu ada. Dia menghampiri Hwa Jung di sudut ruangan yang sudah mengganti bajunya seperti seorang prajurit wanita. Hampir mirip dengan pakaian yang ia kenakan dengan warna biru tua yang mendominan. Dia kemudian menarik bahu Hwa Jung dan membuat wanita muda itu berhadapan dengannya. "Bukankah sudah kukatakan untuk tidak memegang pedang dengan pakaian seperti itu," protes Hwa Seung yang sudah kembali ke sifat aslinya. "Aku harus bagaimana? Mereka tiba-tiba saja datang dan mengganggu," jawab Hwa Jung dengan nada yang lembut bak seorang bangsawan. Yeo Wol yang masih terkejut melihat celah di pintu. Dia diam-diam merangkak menuju pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu kedua tamu bangsawannya. "Apa kau terluka?" Hwa Seung terus menuntut, tak peduli berapa kali pun Hwa Jung mengatakan bahwa dia baik-baik saja. "Tidak." "Bagian mana yang terluka? Biar kulihat apakah lukanya parah." "Aku bilang aku tidak terluka, aku baik baik saja" "Bagaimana bisa kau bilang tidak apa-apa?" suara Hwa Seung meninggi, membuat orang yang mendengarnya pasti mengira bahwa dia sedang marah. Yeo Wol menghela napas ketika dia sampai di luar ruangan. Gadis itu bersandar sejenak di pintu dan menghirup naoas sepuas yang ia mau. Tapi panggilan seseorang membuatnya langsung beranjak. "Bibi ..." teriak Yeo Wol sembari menghampiri bibi di halaman."Bibi baik-baik saja? Apa Bibi terluka?" "Tidak, tidak. Aku baik-baik saja ... bagaimana dengan Agassi? Apa dia baik-baik saja?" Yeo Wol mengangguk. "Tapi Tuan Bangsawan tadi, apa dia orang yang di tunggu oleh Agassi? Mereka terlihat sangat dekat, bahkan terlalu dekat," ujar Yeo Wol dengan nada menerawang. Si bibi memukul lengan Yeo Wol. "Itu bukan urusanmu, kita pergi dulu dari sini," lantas menarik Yeo Wol menuju halaman belakang karena tak ingin mengganggu kedua tamunya yang masih terlibat perdebatan. °°°° Jung Hwan berjalan mengendap-endap di dalam paviliun belajarnya setelah memastikan keadaan di luar melalui celah pintu. Pemuda itu berbalik dan berjalan seperti seorang pencuri menuju jendela yang menghadap ke halaman belakang. Dia lalu membuka jendela dengan pelan agar tidak menimbulkan suara dan melihat ke sekelilingnya, hingga senyum kemenangan itu terukir di bibirnya ketika tidak ada satupun orang yang berada di halaman belakang saat itu. Perlahan Jung Hwan menaikkan kakinya ke jendela lalu melompat keluar dan jatuh di halaman belakang dengan sempurna tanpa lecet ataupun suara sama sekali. Kali ini dia sudah membulatkan tekadnya bahwa hari ini dia harus bertemu dengan Putra Mahkota, setelah insiden kemarin di mana dia tidak bisa melihat Putra Mahkota seperti yang telah dijanjikan oleh Kasim Cha padanya Dan sebagai pelampiasan akan kekesalannya kemarin, Jung Hwan memutuskan untuk keluar dari paviliunnya dengan cara sembunyi-sembunyi. Biarlah Kasim Cha kebingungan saat menyadari bahwa dia tidak berada di paviliunnya. Senyum simpul mengiringi langkah Jung Hwan yang terlihat sangat berhati-hati, bahkan dia tidak bisa berjalan dengan normal ketika masih berada di area paviliunnya. Dia kemudian berlari ke arah tembok yang hanya setinggi satu meter dan kemudian melompatinya tanpa mengalami kesulitan, lalu segera duduk di tanah dan merapatkan tubuhnya ke tembok ketika dia sampai di luar. Lagi, senyum itu seperti tidak bisa hilang dari wajah Jung Hwan. Setelah memastikan keadaan di sekitarnya kembali, tanpa buang-buang waktu lagi sang Pangeran langsung berlari secepat mungkin menuju istana Timur, tepatnya ke arah Paviliun Belajar Putra Mahkota. Setelah beberapa waktu, Jung Hwan akhirnya sampai di luar tembok paviliun belajar Putra Mahkota meski tidak tahu di bagian mana dia sekarang karena akan sangat berbahaya jika dia masuk melalui pintu. Dan itulah sebabnya dia memutuskan untuk memanjat tembok setinggi dua meter di hadapannya yang berarti lebih tinggi dua kali lipat dari pada tembok di paviliunnya. Pangeran kecil itu membuang napasnya pelan dan melihat ke arah tembok yang sepertinya tidak akan membiarkannya lewat dengan mudah. Beruntung dia menemukan tangga yang meski tidak terlalu panjang namun cukup untuk membantunya. Tapi tembok bukanlah satu-satunya masalah besar karena Jung Hwan sendiri pun sudah terbiasa dalam hal memanjat tembok. Mungkin juga bisa di bilang bahwa Jung Hwan memiliki hubungan yang cukup baik dengan para tembok di seluruh Hanyang. Pasalnya dia sering mengendap-endap keluar dengan cara memanjat tembok dan bahkan saat ia berada di luar pun dia sering memanjat tembok hanya untuk menghindari kejaran dari para bandit Ibu Kota yang sering bercekcok dengannya. Bisa dikatakan jika kehidupan Jung Hwan sangat bebas, berbanding terbalik dengan Tae Hyung yang bahkan sama sekali belum pernah melihat bagaimana kehidupan di luar istana Gyeongbok. Bahkan Gwanghwamun sekalipun dia belum pernah melihatnya. Dan oleh sebab itu Tae Hyung menyandang nama baik sebagai seorang Putra Mahkota yang patut menjadi panutan untuk generasi penerus takhta yang bahkan mungkin Jung Hwan pun tidak bisa mengimbanginya termasuk dalam hal kebijaksanaan. Setelah berusaha untuk bisa memanjat tembok penjara Putra Mahkota, Jung Hwan akhirnya bisa sampai di atas. Dia menghembuskan napasnya dengan berat yang membuat tubuhnya menjadi ringan seketika. Tapi sedetik kemudian tubuhnya memberat ketika ekor matanya menangkap sosok yang berdiri di dalam tembok. Matanya yang jernih membulat seketika, mengarah pada siluet yang ia lihat dan ketika berhasil menemukan siapa pemilik siluet tersebut, senyum sang Pangeran mengembang dengan sempurna. Tidak salah lagi, baju berwarna biru gelap dan juga senyum yang penuh kedamaian, tidak salah lagi. Jung Hwan sudah menemukannya, orang yang selalu ia kagumi dan dalam beberapa hari ini menjadi buronannya. "Di sana sangat berbahaya, apa yang kau lakukan di sana?" tegur Tae Hyung yang penuh dengan ketulusan saat dia melangkahkan kakinya mendekati Jung Hwan. "Turunlah." Jung Hwan menatap ke bawah dan terlihat ragu. Tempat ia berada saat ini cukup tinggi, dan tentunya kaki bocah lima belas tahun itu belum bisa menjangkau tanah. Berbeda dengan kaki panjang Tae Hyung yang kini berusia 18 tahun. Tapi sayangnya sang Putra Mahkota bahkan belum pernah mencoba memanjat pohon sekali pun. "Kau tidak bisa turun?" tanya Tae Hyung ketika Jung Hwan tak juga beranjak. Jung Hwan tersenyum lebar sembari menggaruk tengkuknya. "Aku harus memindahkan tangganya dulu jika ingin turun." Tae Hyung mengulas senyum lembutnya. "Ada pintu di sana, kenapa kau malah memanjat tembok?" "Jika aku lewat pintu, Kasim Cha akan segera menangkapku." "Apa maksudmu kali ini kau melarikan diri lagi?" Jung Hwan mengangguk dan membuat Tae Hyung tertawa ringan. Seandainya dia memiliki keberanian seperti Jung Hwan, pasti akan menyenangkan jika melihat Kasim Seo dan Chang Kyun panik mencarinya. Jung Hwan kemudian berbicara seakan tengah mengadu, "mereka selalu mengurungku di paviliun belajar, bahkan aku selalu menghadap buku setiap hari." "Bukankah kau sering keluar dari istana?" Jung Hwan membulatkan matanya, menegaskan bahwa yang diucapkan oleh Tae Hyung merupakan sebuah kebenaran. "Bagaimana Putra Mahkota bisa tahu? Apa Putra Mahkota juga pernah keluar?" "Tidak, tidak. Chang Kyun yang mengatakannya padaku. Dia pernah mengikutimu dan mengatakan bahwa kau tengah dikejar-kejar oleh bandit," ujar Tae Hyung, menghindari tuduhan Jung Hwan. Jung Hwan menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal, lalu bergumam, "aku hanya melakukannya sesekali dan tidak sering." Tae Hyung tersenyum sedikit lebih lebar. "Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan duduk di situ?" "Aku hanya ingin mengunjungi Putra Mahkota." "Panggil aku 'Hyeongnim' ketika tidak ada orang. Kau sudah melupakan permintaanku?" Hyeongnim : Panggilan untuk kakak laki-laki oleh adik laki-laki. Jung Hwan tersenyum canggung. "Bagaimana jika aku dimarahi?" "Tidak akan ada yang memarahimu. Sekarang turunlah dan masuklah melalui pintu." Jung Hwan menggeleng. "Kenapa?" "Jika Kasim Cha sampai tahu aku ada di sini, pria tua itu pasti akan menyeretku kembali ke paviliun." Senyum Tae Hyung kembali melebar, menyadari betapa menggemaskannya adik kecilnya itu. Meski mereka dilahirkan oleh wanita yang berbeda, namun hubungan mereka terbilang sangat dekat. "Lalu, apa kau akan duduk di situ seharian?" Jung Hwan tampak berpikir sebelum suara lantang seseorang dari kejauhan berhasil mengejutkannya. "Putra Mahkota .... di mana Putra Mahkota sekarang?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD