Bab 11 Dilema

1026 Words
Kenan menangkupkan wajah Kinanti dan mengusap bibir seksi wanita itu. Menatap lamat-lamat seraut wajah yang ia rindukan siang dan malam. "Aku tahu kau sulit memaafkan bahkan masih membenciku dan keluargaku. Namun, setidaknya kau bisa memberikan aku kesempatan memperbaiki dan menebus kesalahanku padamu. Aku mohon, Kinanti," pinta Kenan penuh harap. Kinanti menggerakkan kedua bola matanya, mengalihkan pandangan dari tatapan Kenan. Meski wajah wanita itu masih dicekal Kenan. "Kinanti," panggil Kenan lembut. Kinanti menelan susah payah ludah. Kedua tangannya meremas kuat ujung baju. Dadanya kembali sesak, ingatan itu datang lagi. ~~~ Tiga tahun lalu. "Mami sudah bilang kau tidak usah menikahi wanita yang tidak bisa memberikanmu keturunan! Untuk apa? Hanya menyusahkan saja! Kebahagiaan dalam rumah tangga adalah ada anak, jika tidak bisa memberikan keturunan, tidak perlu kau pertahankan! Lebih baik kalian berpisah saja!" Suara Kesya begitu lantang terdengar hampir memekakkan gendang telinga. Begitu menohok dan membuat Kinanti terasa sakit mendengarnya. "Mi, tolong jangan bicara seperti itu. Aku tidak akan pernah menceraikan Kinanti, apa pun yang terjadi. Sekali pun kami tidak punya keturunan!" tegas Kenan menatap tajam ke arah maminya. "Kau, beraninya menentang dan bicara keras kepada Mami demi membela wanita ini?" marah Kesya. "Bukan begitu, Mi. aku hanya ...." "Mami tidak mau tahu, kau tinggal pilih, mempertahankan wanita mandul ini atau Mami!" seru Kesya sambil berlalu. "Mami!" seru Kenan. Namun, Kesya terus melangkah kesal meninggalkan Kenan dan Kinanti. Kenan memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan hati dan pikirannya sejenak. Kinanti tertunduk, meremas ujung roknya sambil terisak. Kenan mendekat. "Sayang, maafkan Mami, ya. Tolong, jangan dimasukkan hati. Aku bersumpah, tidak akan pernah menceraikan-mu selamanya." Kinanti masih terdiam. Hatinya masih sakit dengan ucapan Kesya. Tidak pernah terpikir sekali pun dalam ingatan Kinanti jika mertuanya begitu membenci dirinya. "Mas, kenapa mami begitu membenci dan tidak bisa menerimaku hanya karena aku belum bisa hamil dan memberikan mami cucu? Padahal, selama ini aku selalu berusaha melakukan berbagai cara untuk bisa hamil. Aku juga menuruti keinginan mami untuk berhenti bekerja. Kenapa mami masih tetap membenciku?" Kinanti meluapkan semua beban pikiran yang terpendam selama dua tahun menikah dengan Kenan. Penghinaan, cacian, dan makian kerap kali ia terima dari mertua perempuannya itu. Bahkan, berkali-kali Kenan hendak di jodohkan dengan perempuan lain, terang-terangan di depan Kinanti yang semakin membuat wanita itu sakit hati. ~~~ "Mas, tolong jangan memaksaku. Aku masih belum bisa menerimamu. Hatiku sudah terlanjur sakit dan masih belum terobati sampai kini. Tolong, biarkan aku bebas menentukan hidupku. Jangan datang dan dekat lagi denganku," pinta Kinanti pelan. Bulir sebening kristal menetes perlahan membasahi kedua pipi putihnya. Air mata yang sudah susah payah ia tahan pun akhirnya lolos dengan baik tanpa permisi. "Jangan katakan itu. Jangan memintaku menjauh darimu. Aku tidak akan sanggup berpisah denganmu. Aku mohon Kinanti, aku bisa gila tanpamu," ucap Kenan yang kini menggenggam kedua tangan kinanti. "Mas, aku pernah mencoba untuk bertahan dan bersabar menghadapi-mu juga mamimu. Namun, apa yang aku dapat? kau malah menerima perjodohan dengan Jeny dan memutuskan untuk menikahinya. Bahkan, kau percaya perkataan mami yang mengatakan aku selingkuh dan membiarkan mami mengusirku," jelas Kinanti dengan sedikit kesal. "Aku tidak mengetahui tentang perjodohan dengan Jeny, juga pengusiran-mu dari rumah. Aku mencari-mu semenjak kepergianmu. Berusaha menghubungimu. Namun, aku tidak berhasil menemukanmu. kau bagai menghilang di telan bumi. Aku hampir frustasi dan gila karena kehilanganmu. Apa kau pikir aku percaya perkataan mami? Aku percaya jika anak dalam kandunganmu itu adalah anakku. Oleh karena itu lah aku mencari-mu, Kinanti," jelas Kenan panjang lebar. Kinanti kembali terdiam. Wanita itu tertunduk dan menangis. Tubuhnya terguncang menahan isak. Hatinya semakin sakit mendengar tiap bait kata yang diucapkan Kenan. "Kinanti, lupakan masa lalu. Kita memulai lembaran baru. Aku sudah siapkan rumah baru untuk kita, jauh dari mami dan aku tidak akan memaksamu menemui mami jika kau tidak mau," bujuk Kenan. "Aku tidak bisa, Mas. Tolong jangan memaksaku," tolak kinanti. "Apa karena laki-laki itu? Jadi memang benar kau ada hubungan dengannya hingga sulit untuk meninggalkannya?" tuduh Kenan yang terbakar cemburu. "Kenapa malah jadi menuduhku? Oh, jadi kau lebih mempercayai mamimu? Lalu, untuk apa membujukku?" Kinanti mendongak dan kesal dengan ucapan Kenan, ia tidak menyangka jika pria itu ikut menuduh dirinya seperti Kesya. "Aku tidak menuduh-mu. Ini fakta." "Fakta apa? Kau hanya berkata dengan apa yang kau lihat. Namun, kau tidak mengetahui kebenarannya. Asal kau tahu, Hendrik yang telah menolong dan menyelamatkan aku saat aku meninggalkan rumahmu. Jika bukan karena kebaikan dan kepeduliannya padaku, kau tidak akan bisa bertemu denganku lagi. Sebab, aku sudah tidak ada lagi di dunia inI!" jelas Kinanti penuh amarah. "Apa?" Kenan tercengang mendengar penjelasan Kinanti, ia tidak menyangka kehidupan istrinya begitu menderita setelah meninggalkan rumah karena ulah Kesya. "Jadi aku mohon, kau lepaskan aku dan biarkan aku hidup tenang tanpamu," pinta Kinanti sambil berusaha menahan amarah. "Aku tidak akan melepaskan-mu," ucap Kenan yang membuat Kinanti mendelik. "Mas!" "Tetaplah bersamaku! Jika kau belum ingin kembali ke rumah, setidaknya izinkan aku bisa bertemu dengan putraku," pinta Kenan dengan wajah serius. "Mas, aku ...." "Jika melarang-ku, aku akan membuat keluarga Hendrik bangkrut dan membuat mereka tinggal di jalan. Kau juga tidak akan bertemu dengannya lagi!" jelas Kenan penuh ancaman. "Kau ...." "Keputusan ada di tanganmu." Kinanti terdiam dan hatinya begitu kesal dengan sikap Kenan yang penuh ancaman. 'Aku tidak bisa membiarkan Hendrik dalam bahaya. Dia sudah banyak membantuku. Namun. aku juga ingin menjauh dari Mas Kenan. Ya Tuhan, aku harus bagaimana?' monolog Kinanti dalam hati. "Aku memberimu waktu satu menit untuk berpikir! Tentukan pilihanmu dengan baik, jika tidak ingin melihat laki-laki itu hancur di tanganku!" tegas Kenan sambil mengingatkan Kinanti akan ancamannya. Kinanti menghela napas kasar. Menelan ludah dengan susah payah. Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Kinanti mengkhawatirkan Hendrik. Hatinya menjadi dilema dibuat oleh Kenan. "Baik, aku akan izinkan kau bertemu anak itu. Namun, jangan pernah mengganggu dan menyentuh Hendrik," putus Kinanti dengan syarat. "Semua tergantung dari bagaimana kau bersikap padaku." "Maksudmu?' "Selama kau berada di sisiku dan menepati janjimu, aku tidak akan mengganggu laki-laki itu. Namun, jika kau mengingkari janjimu, jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu padanya," ucap Kenan yang lagi-lagi mengancam Kinanti. Wanita itu mendengkus kesal. "Bawa aku menemui putraku," pinta Kenan. Kinanti kembali mendongak dan membelalak mendengar perkataan Kenan. "Ada apa? Apa kau keberatan?" tanya pemuda itu sambil mendekatkan tubuhnya ke hadapan Kinanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD