Serangan Pertama

2086 Words
Bibi Nita, nama wanita yang tidak sengaja tertabrak oleh Raisa. Keluarganya datang untuk menjemputnya. Setelah mediasi antara pihak pengasuh dan Raisa, mereka sepakat untuk jalur damai. Sekarang ini, Raisa masih berada di dalam ruangan tempat anak laki laki masih belum sadarkan diri. Sementara Juan tengah mengantar pengasuh yang dijemput oleh anak anaknya, Raisa tetap menunggu di sana dengan gelisahnya. Bagaimana jika Juan masih saja mengadukannya. “Eunghhh…” anak itu bangun. “Hai.” Sebisa mungkin, Raisa mencoba untuk membujuk anak kecil ini. dia tidak ingin dilaporkan oleh Juan. “Adek di rumah sakit. Ini Tante Raisa,” ucapnya memperkenalkan diri. Sementara itu, Juan menatap mobil yang menjauh pergi. Seperti ajang kesempatan untuk anak anak Bibi Nita membawa ibu mereka pulang dan beristirahat mengingat hampir tidak ada libur untuk mengasuh anaknya sejak anak itu berumur 2 tahun. Yang berarti dalam waktu 3 tahun, Bibi Nita hanya pulang beberapa hari saja. Ketika kembali ke dalam ruangan tempat anaknya berada, Juan kaget melihat anaknya sudah sadar dan sedang berbicara dengan mahasiswanya. Duduk bersandar di kepala ranjang, kemudian menatap Juan dengan mata berbinar. “Papaa!” “Kenzo gak papa?” mengingat kepala anaknya harus memakai perban karena terjatuh pada aspal. “Ngga papa, Tantenya minta maaf.” Menatap lagi Raisa dan mengulurkan tangannya. “Main ABC lagi?” Raisa menatap takut takut pada Juan, dia masih belum merasa lega kalau pria itu belum membebaskannya. Sebelum Raisa meraih tangan mungil Kenzo, Juan menggenggamnya terlebih dahulu. “Kenzo pulang ya, Papa yang anterin pulang.” “Sama siapa? Kan Bibi nya sakit kan?” “Sama Tante ini. ditemenin main sama Tante ini. mau gak?” “Mau!” teriak anak itu dengan manik berbinar. “Main di rumahnya Kenzo ya Tante Ica?” tanya nya pada Raisa yang kebingungan. “Kamu ikut saya ke apartemen saya.” “Loh, ngapain, Pak?” “Mau saya perkara kan?” “Eh, jangan, Pak.” Raisa panic. “Iya saya ikut.” Anak itu bertepuk tangan, terlihat senang mendengar Raisa akan ikut pulang. hal itu menjadi pertimbangan untuk Juan, jarang sekali anaknya langsung nyaman dengan orang asing. Maka dari itu saat perjalanan, ketika Raisa mengikutinya di belakang dengan mobilnya sendiri dan Kenzo dengan Juan, pria dewasa itu bertanya, “Kenapa suka sama Tante Raisa?” “Cantik.” “Dih, kok anak Papa genit gitu?” “Mirip Eyang Putri waktu di foto muda nya loh, Pa,” ungkap anak itu dengan posisi duduk yang sudah tidak benar. Juan membenarkannya saat lampu merah. “Yang bener duduknya, pake sabuk pengamannya.” Memang benar, jika Juan pikir pikir, Raisa mirip dengan Ibunya saat masih muda. Pantas saja anaknya mudah akrab, ternyata tidak asing wajahnya. Hal itu membuat Juan memikirkan hal lain. “Saya harus kemana ini?” tanya Raisa ketika mereka sampai di basement. Juan yang sedang menggendong Kenzo itu tidak menjawab, melangkah menuju sebuah lift. “Tante ayok,” ucap anak itu melambaikan tangannya. Raisa mengikuti. Gedung apartemen yang tinggi. Raisa kira akan dibawa ke penthouse atau sejenisnya, tapi ini hanya apartemen biasa dengan empat kamar dan ruangan yang luas. Ini bukan penthouse, tapi sudah luar biasa bagusnya. Ketika Kenzo diturunkan, anak itu langsung berlari ke kamarnya. “Pak, saya harus gimana ini?” tanya Raisa lagi. “Harus gimana? Harus asuh anak saya lah.” “Hah? Gimana?” “Kamu yang bikin pengasuhnya kecelakaan, kamu gantiin posisi dia.” “Tapi, Pak…. Kan saya gak sengaja, saya juga punya kesibukan, masa saya harus ngasuh anak kecil sih?” Juan yang sedang menuangkan air hangat itu menoleh. “Kamu mau nolak? Mau diselesaikan secara hukum? Boleh. Kamu bukannya melanggar rambu lalu lintas ya, kamu juga menyebabkan anak saya terluka. Mau tau berapa lama kemungkinan kamu mendekam di penjara?” “Pak, stop,” ucap Raisa menutup kedua telinganya sendiri. “Bisa gak kalau misalnya cari pengasuh lain, saya yang bayarin?” “Saya gak menawarkan opsi itu, Raisa. Kamu mau dilaporkan? Atau diselesaikan dengan cara mengasuh Juan?” “Bisa gak saya pertimbangkan dulu?” “Gak bisa. Saya sekarang ada rapat. Kalau kamu gak bisa jadi pengasuh Kenzo, saya akan mampir ke kantor polisi nanti.” “Ampun! Iya saya yang bakalan jagain Kenzo!” teriaknya panic. *** Karena Juan memiliki rapat yang harus dia hadiri, maka pria itu pergi begitu Raisa menyatakan ketersediaannya sebelum menjelaskan apapun lagi. Hanya mengatakan, “Kenzo, Papa kerja lagi ya. kenzo di sisi sama Tante ini ya.” “Iya, Papa!” Meninggalkan Raisa hanya dengan kalimat, “Kamu punya nomor hape saya kan? Hubungi saya kalau ada apa apa.” Anak itu terlihat senang, menarik tangan Raisa untuk masuk ke kamarnya yang didominasi warna putih dan biru muda. “Tante, kita main ini ya? bikin lego!” Raisa tersenyum kecut berakhir dengan bocah ini, umurnya lima tahun, pipinya gembil dan mirip sekali dengan Juan. Jadi pimpinan Fakultas Hukum ini sudah menikah toh? Tapi kenapa gossip yang beredar mengatakan kalau dia itu bujang lapuk. “Kenzo.” “Iya?” “Mama nya mana?” “Mama? ngga ada, kata Papa nggak ada Mama,” ucap anak itu santai sambil memainkan mainannya. “Kata Papa, Mama itu yang nikah sama Papa. tapi Papa gak nikah, jadi gak ada Mama.” Ohh, ternyata ini anak di luar pernikahan? Hush, Raisa jadi berfikiran yang aneh aneh tentang Juan. “Tante? Kenapa lamun?” mata bulatnya menatap Raisa. Perempuan itu menghela napas. Untung saja dia sudah menyelesaikan perkuliahannya, jadi sekarang tinggal bersantai. Tapi mengasuh anak? Raisa ingin tiduran di flat mungil miliknya. Namun malah berakhir seperti ini. “Tante, lapar…” “Lapar? Kenzo biasanya makan apa?” “Makan makanan.” Wah, ternyata sama sama menyebalkan seperti ayahnya. “Makan spaghetti? Nasi atau apa maunya?” “Apa aja yang penting sehat.” Anak kuliahan tingkat akhir seperti Raisa biasanya memesan makanan. tapi saat dia menawari pada Kenzo, anak itu menggelengkan kepala. “Gak boleh pesen makanan dari luar kecuali hari libur, Papa bilang gitu. Gak sehat.” “Masak mie mau?” “Mie kan gak sehat, Tante gimana sih.” Benar benar duplikat bapaknya. Jadi Raisa melihat dulu ke dapur, ada bahan makanan apa saja di sana? untungnya lengkap, jadi Raisa memperlihatkan beberapa foto masakan pada Kenzo. “Yang gini mau?” “Mau!” Untungnya Raisa tinggal di flat sendiri selama beberapa tahun, kadang dia juga masak untuk menghemat pengeluaran. Jadi memasak hal sederhana seperti capcay masih dia kuasai. Sembari memasak, Raisa penasaran dengan ruangan di sini. jadi dia berkeliling setelah mengecilkan api. Balkon di sini bersebelahan dengan ruang keluarga, dengan view langsung pada city light. Ternyata ada lima kamar di sini. satu kamar lain tersembunyi di dekat dapur, sepertinya itu milik pengasuh. Ada juga perpustakaan yang dipenuhi buku, ruang bermain yang diyakini milik Kenzo dan salah satu kamar dipakai untuk tempat Gym dengan pemandangan indah. “Woahh, bagus banget ini apartemen. Mahal kayaknya.” “Tanteeee! Mam nya gosong!” Teriakan itu sontak membuat manik Raisa membulat, dia berlari untuk mengecek. Asap mengepul, kemudian pemadam api otomatis menyala dengan suara yang nyaring. Warna hitam sudah memenuhi wajan tempat Raisa memasak. Jika seperti ini, dia akan dituntut lebih oleh Juan! *** Lelah mengurus Kenzo seharian, anak ini kini sudah tidur dan waktu sudah menunjukan pukul 7 malam. Raisa sudah mengirimkan pesan pada Juan, kapan pria itu pulang karena dirinya ingin beristirahat? “Capek gue, Mak,” gumamnya memilih berbaring di atas karpe bulu milik Kenzo. Baru juga hendak terlelap, Raisa mendengar seseorang datang. Dia langsung keluar dan melihat itu Juan. “Pak?” “Bagus ya kamu hampir bakar apartemen saya, tuntutan kamu bisa berlapis kalau gini.” “Loh, Pak? Kok ngancem mulu sih?” Raisa tidak suka. “Saya udah ngasuh, saya pulang.” “Saya mau ngomong sama kamu. Tunggu di sana.” “Ini udah malem, Pak.” Juan tidak menjawab, pria itu malah masuk ke kamarnya. Sepertinya mandi? Raisa yang kesal itu akhirnya duduk di sofa menunggu. Pria itu seperti perempuan, lama juga mandinya. “Saya mau kamu 24 jam jaga Kenzo,” ucapnya membuat Raisa yang sedang melamun kaget. “Mana bisa, Pak, kan saya kuliah, saya punya kehidupan juga.” “Kamu bikin pengasuh yang 24 jam ngasuh Kenzo jadi gak bisa jaga dia.” “Pak, saya ada kuliah.” “Jadwal kuliah kamu hari apa aja?” pria itu terlihat membawa sebuah kertas di tangannya, dengan pulpen. “Senin sampai kamis, yang hari kamisnya itu siang, Pak.” “Nanti jadwal kuliah kamu jadi senin sampai rabu. Soalnya ada pembangunan. Semuanya pagi. Totalnya Cuma 14 sks, jadi kalau kamu abis anterin Kenzo, bisa ke kampus. Pulang ngampus langsung jemput dia di tempat less.” Belum juga Raisa menjawab, Juan lebih dulu mengatakan, “Atau kamu mending mendekam di penjara? Punya jejak tindak pidana? Kuliah kamu gak lulus lulus juga?” “Bapak gak kasih saya buat mempertimbangkan dulu gitu?” “Ya antara penjara sama ngasuh Kenzo.” Menghembuskan napasnya kasar. “Kalau 24 jam, saya harus nginep di sini juga?” “Iya. Besok pagi kamu bawa barang barang kamu ke sini. kamu tinggal di sini.” Mendengar bagaimana Juan pernah memenangkan perkara pidana lebih dari 5 kali membuatnya takut, pria itu bisa melakukan apa saja untuk membuat hukumannya lebih berat kan? Jadi Raisa mengangguk, dia mencari aman. “Selain jaga Kenzo, masih ada tugas yang lain buat kamu. Nanti hubungin aja pengasuhnya Kenzo.” “Saya gak punya nomornya, Pak.” Juan membuka ponselnya dan mengirimkan kontak. “Besok pagi sebelum jam 7, kamu harus udah ada di sini. Masak termasuk tugas kamu.” “Jam segitu saya belum bangun, Pak. Biasanya masuk kuliah jam 8, jadi paling jam setengah delapan aja ya?” “Gak bisa.” juan berdiri. “Sana pulang.” Sudah diancam, sekarang diusir. Ketika Juan mengikutinya ke arah pintu, Raisa mengatakan, “Bapak gak usah nganterin saya.” “Siapa yang mau nganterin kamu? Saya mau ngingetin kamu, kalau kamu kabur atau gak dateng sebelum jam tujuh, saya bisa bikin kamu yang sembunyi dimana aja bakalan ditangkap polisi untuk diadili atas segala tindakan kamu yang merugikan saya.” “Bibi Nita aja udah maafin saya. Kenapa bapak belum? Dia juga pilih jalan damai.” “Saya juga. Jalan damainya ya kamu asuh anak saya.” *** Flat kecil milik Raisa hanya bisa menampung satu orang. Sempit dan juga kecil. Baru juga dirinya sampai di lobi, seseorang yang tidak asing terlihat datang. “Ayah?” “Kamu dari tadi Ayah telponin.” “Maaf, hapenya mati. Ayah apa kabar?” “Ayah mau minta mobil dikembaliin lagi.” “Hah? Maksudnya gimana?” “Usaha Ayah turun, Ayah butuh uang buat bisa mulai lagi dari awal.” Sorot mata kekecewaan terlihat di mata Raisa. “Tapikan dulu apartemen punya Ica juga udah dijual sama Ayah, sekarang masih kurang? Ini satu satunya peninggalan Bunda loh. Ini kan punya Raisa.” “Tapi Ayah butuh. Kamu mau Ayah gak biayain hidup kamu lagi? Lagian kalau sekarang usaha Ayah bisa maju lagi, Ayah ganti mobilnya. Gak dijual kok, Cuma digade-in aja.” “Dulu ayah bilang gitu, sekarang apartemen punya Ica udah jadi milik orang lain.” Namun karena ayahnya terus memaksa, Raisa akhirnya memberikannya. Dengan mata berkaca kaca dia melihat sosok yang terlihat kacau itu terburu buru membawa pergi mobilnya. Kini tidak ada lagi yang tersisa dari peninggalan ibunya kecuali kalung yang dia miliki. Masuk ke flat nya dengan lesu, memikirkan bagaimana cara dirinya bisa berangkat ke kampus jika tidak ada mobil. Jaraknya ke kampus sekitar 15 menit berkendara. “Tapi kalau jalan kaki dari apartemennya Pak Juan, makin jauh kalau ke kampus. Gimana nasib gue nanti? Mana harus asuh anaknya lagi.” Beban pikirannya bertambah. Uang menipis, mobil diambil, harus mengasuh anak orang dan SKRIPSIIII! Raisa ingin bekerja, tapi apalah daya kalau tidak ada gelar sarjana di belakang namanya. Sebelum tidur, memutuskan dulu menghubungi Bibi Nita untuk menanyakan apa saja yang harus dia kerjakan nantinya. “Nantinya Mbak harus urus semua keperluan di sana. bersih bersih, siapin makan, pokoknya harus all in one. Mbak juga harus setrika, cuci, beresin kamar Pak Juan. Siapin sarapan buat Pak Juan. Gitu deh.” “Itumah sama aja kayak pembantu dong?” “Iya, Mbak. Mohon bantuannya ya. tolong jagain Den Kenzo.” “Bibi kira kira sembuhnya kapan?” “Saya? Gak tau belum tentu. Anak anak minta saya istirahat total 4 bulanan.” Mati sudah jika Raisa empat bulan bersama dengan dosen tersebut! mengasuh anaknya! Belum lagi bebannya tentang skripsi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD