T I G A

1105 Words
Semoga kalian suka dan kalian puas dengan kisah yang aku sajikan kali ini?????Sebelum membaca kalian bisa pencet love atau follow terlebih dahulu, karena pencet love dan follow itu gratis gaiss, gratisss tiss tisss Ayo pencet sekarang, aku tunggu sampai lima menit yaa... . . . . . Sudah lima menit, kuyy sekarang nikmati kisah Daffa dan Raya yang menggemaskan?????? ♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️ Aruna menatap Safir yang juga tengah menatapnya intens. Entah mengapa ia selalu merasa salah tingkah bila Safir menatap-nya seperti ini. Apalagi tatapan mata Safir sangat tajam dan membuat siapa saja yang menatap-nya merasa terbius seketika. "Bagaimana, saya benar-benar menunggu jawaban kamu." Aruna menggigit bibir bawah-nya gugup. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab apa. Memang, selama ini dirinya selalu mengagumi Safir, tapi untuk menikah dengan sosok Safir kelihatannya sangat tidak mungkin karena kasta-nya dengan Safir sudah jelas berbeda sangat jauh. Tidak hanya alasan kasta, tapi selama ini dirinya dan Safir tak pernah sama sekali melibatkan perasaan dan sangat mustahil Safir bisa tertarik padanya. Wanita bule cantik dan memiliki body goals saja Safir tidak menoleh sama sekali, apalagi dirinya yang hanya memiliki wajah lokalan dengan tubuh tak terlalu tinggi? "Pak, pernikahan bukan permainan," ucap Aruna memberanikan diri. "Siapa bilang saya main-main? saya serius mau bangun rumah tangga sama kamu, karena saya percaya kamu bisa menjadi pendamping saya." Aruna terdiam. Selama ini Safir tak pernah omong kosong. Apapun yang keluar dari bibirnya, itu lah kenyataan yang sebenarnya. Tapi dirinya belum bisa yakin sepenuhnya karena ini sangat mendadak. Lima tahun bersama tak bisa menjadi penentu dirinya dan Safir saling mengenal satu sama lain karena selama ini mereka hanya menganggap atasan dan bawahan. "Apa pak Safir yakin saya ini kalangan wanita baik-baik?" Tanya Aruna memastikan saja ucapan Safir. "Saya sudah menyelidiki seluruh silsilah keluarga kamu, dan saya yakin kamu memang wanita yang cocok untuk saya," ucap Safir sangat yakin. Dalam lubuk hati-nya ia mau menerima niat baik Safir jika Safir benar-benar serius dengan ini semua. Namun, di sisi lain dirinya juga masih ragu karena ini sangat mendadak dan sangat di luar pikirannya ada beberapa ketakutan yang tak bisa ia jabarkan. "Saya butuh waktu, Pak. Nggak mungkin kan tiba-tiba kita me ... me ... nikah," ucapnya benar-benar kikuk. "Maksud kamu pacaran?" Aruna menepuk jidatnya. Bukan, ia tak bermaksud begitu. Dirinya butuh saling mengenal dan bisa lebih dekat lagi meski setiap hari keduanya selalu bersama. "Yasudah sekarang kita pacaran ya." "Tapi ... pak ...." "Seperti biasanya, saya tidak menerima bantahan. Saya akan belajar membuka hati dan kamu juga harus bisa membuka hati." Aruna mengembuskan nafas beratnya. Menikah dengan bos tajir? not bad lah, anggap saja ini rejeki yang Tuhan beri. *** Entah ini hanya perasaan atau memang sikap Safir sudah berubah lebih hangat malam ini. Biasanya, setelah pulang dari kantor Safir langsung memberi titah untuk memasak makan malam atau mencarikan pria itu makanan. Tapi, hari ini berbeda. Setelah pulang dari kantor Safir tak memberinya tugas apa-apa dan mengundangnya makan malam. Bahkan seharian ini pria itu sama sekali tak mengeluarkan kata-kata pedas. "Nggak apa-apa saya ikut makan disini?" Tanya Aruna sebelum ia mendudukkan tubuhnya. "Duduk aja, bukannya orang pacaran selalu makan malam bersama?" "Haah?" Aruna benar-benar melongo mendengar ucapan Safir. Di sisi lain dirinya ingin tertawa, tapi di sisi lain dirinya juga heran dengan sikap Safir yang bisa berubah. "Tadi siang kan kita udah pacaran." Aruna memilih diam dan mulai mengambil nasi dan beberapa lauk yang sudah terhidang. Setelah itu dirinya mulai menyuapkan makanannya dengan perlahan, karena di depan Safir dirinya harus benar-benar menjaga image-nya. Selesai makan Aruna membereskan meja makan dan mencuci piring serta beberapa wadah kotor. Biasanya pekerjaan seperti ini ia lakukan setiap pagi setelah sarapan, karena malam ini dirinya makan malam disini akhirnya ia mencuci sekalian. Nasib jadi sekretatis merangkap jadi pembantu ya seperti Aruna ini. Tapi Aruna tak pernah masalah, gaji dan fasilitas yang dirinya terima juga setimpal. Selesai mencuci piring, Aruna menghampiri Safir yang tengah duduk santai di ruang keluarga sambil menyimak acara televisi. Ia ingin berpamitan untuk kembali ke apartemen-nya karena ada beberapa pekerjaan kantor yang belum sempat ia selesaikan. "Semua sudah beres, saya mau izin kembali ke apartemen saya." Pamitnya dengan nada sopan seperti biasanya. "Duduk dulu." Safir menepuk tempat kosong di sampingnya. Dengan ragu akhirnya Aruna mendaratkan bokongnya di samping Safir. "Kenapa, pak, ada masalah?" "Mulai sekarang kalau di luar kantor kamu jangan terlalu kaku sama saya." Aruna hanya bisa mengangguk meski itu akan sangat sulit karena lidahnya sudah sangat terbiasa. Hening beberapa saat karena Aruna maupun Safir tengah sibuk dengan pikiran masing-masing. "Emm ... pak, serius kita ini pacaran?" Tanya Aruna dengan beribu-ribu keberanian. "Seperti yang kamu mau, kita pacaran dulu sambil menunggu waktu yang baik untuk menikah." Rasanya Aruna ingin menjerit. Siapa yang meminta pacaran? bukannya tadi Safir sendiri yang memutuskan agar mereka pacaran dulu. "Kamu santai aja, saya perhatikan dari tadi kamu tegang terus." Bagaimana tidak tegang kalau tiba-tiba menjadi pacar seorang bos yang selama ini disegani dan di hormati. Jelas Aruna harus hati-hati. "Saya masih belum terbiasa." Jawab Aruna sambil menundukkan kepalanya. Jantung Aruna ber-degup kencang saat tiba-tiba Safir menggenggam tangannya. "Sebenarnya bukan tanpa alasan saya memilih kamu. Dari awal saya memang sudah merasa nyaman berada di dekat kamu, dan saya rasa kamu memang orang yang Tuhan pilihkan untuk saya." Aruna mengerjapkan matanya tak percaya. "Selama ini saya selalu berusaha menyangkal rasa ini, namun nyatanya saya tidak bisa dan rasa ini terus tumbuh dalam hati saya." Rasanya Aruna pengen pingsan mendengar suara lembut yang tidak pernah Safir tunjukkan pada siapa pun termasuk dirinya. "Aruna saya benar-benar serius menjalin hubungan ini dengan kamu. Bukan hanya karena paksaan Bunda, tapi saya menyadari kalau umur saya semakin bertambah." Tubuh Aruna masih kaku dan tidak bisa merespon apa-apa. Malam ini Safir sungguh mengejutkannya. Beberapa menit kemudian suasana di antara mereka hening seketika. Safir masih menggenggam tangan Aruna dan Aruna yang masih syok dengan ucapan Safir. "Gimana?" Tanya Safir memecah keheningan. "Gimana apanya?" Tanya Aruna yang tak paham dengan ucapan Safir. "Sudah seperti orang pacaran kan?" Aruna langsung menarik tangannya dari genggaman Safir dan memandang pria itu bengis. Jadi dari tadi Safir hanya akting agar terlihat seperti orang pacaran. "Terserah, Pak Safir yang terhormat. Saya capek mau istirahat! selamat malam!" Setelah itu Aruna langsung berdiri dan meninggalkan apartemen Safir dengan perasaan super dongkol. Sedangkan pria berwajah datar itu tiba-tiba mengulas senyum tipis. *** Halooo gaisss ini cerita baru aku yaa, jangan lupa tetap pencet love love love yang banyak♥️♥️♥️♥️♥️? Karena antusias kalian semangat aku
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD