D U A

1240 Words
Sesampainya di ruangan Bu Rani Aruna duduk di depan Safir yang kini duduk di kursi kebesaran Bu Rani. "Bagaimana pendapat kamu kalau saya mengadopsi bayi itu?" Sungguh, Aruna benar-benar dibuat terkejut oleh pernyataan Safir yang tiba-tiba. "Pak ... pak Safir serius?" Tanya Aruna yang masih sangat syok. "Tidak ada yang bisa merawat bayi itu selain saya." "Tapi pak Safir memiliki jadwal yang padat, bagaimana bisa mengurus bayi sedangkan bayi sangat membutuhkan perhatian ekstra. Atau pak Safir sudah mendapat baby sitter yang benar-benar terpercaya?" Tanya Aruna memastikan, karena seperti yang sudah ia katakan tadi. Safir sangat selektif dalam memilih pegawai apalagi ini bersangkutan dengan bayi dan sangat banyak kasus-kasus tentang baby sitter yang nyeleweng. "Saya sudah mendapat orang yang tepat untuk mengurus bayi itu." Aruna bernafas lega kalau ternyata Safir sudah mendapat orang kepercayaannya. "Kamu yang akan mengurus bayi itu, kamu bisa tinggal di apartemen saya tapi tidur tetap di apartemen kamu sendiri." "APA?!" Aruna membelalakkan matanya tak percaya. Dirinya yang juga super duper sibuk harus mendapat tambahan pekerjaan mengurus bayi? tidak tidak tidak! "Gaji otomatis saya naikkan, dan seluruh tanggungan adik kamu saya yang tanggung. Bagaimana?" Tanya Safir mencoba bernegosiasi. Aruna tak langsung menjawab meskipun tawaran yang Safir tawarakan sangat lah besar. Selama ini dirinya sudah kerja bagaikan kerja rodi sampai tak memiliki waktu banyak untuk sekedar berleha-leha. Dan kini, Safir akan menambahkan pekerjaannya untuk mengurus bayi? mungkin dirinya akan segera mati muda. "Sebelumnya saya mau bicara terang-terangan. Sebenarnya saya bisa membantu pak Safir mengasuh bayi itu. Tapi ... setiap hari saya harus seharian full bekerja di kantor dan mengurus beberapa urusan pak Safir, jadi waktu untuk saya mengurus bayi kapan?" Safir terdiam dan terlihat berfikir. "Kamu bisa bawa bayi ini ke kantor." Rasanya Aruna ingin melempari wajah tampan Safir dengan vas bunga berukiran cukup besar yang terletak di hadapannya. "Apa kata mereka kalau saya setiap hari bawa bayi ke kantor? saya masih perawan ting-ting loh pak." "Saya nggak peduli sama omongan mereka, jadi kamu juga harus nggak peduli. Saya bos kamu dan bos mereka semua!" Aruna hanya bisa mengusap dadanya sabar karena keputusan Safir benar-benar tak bisa ia lawan. "Pak, selama ini jam kerja saya benar-benar sudah nggak wajar. Saya sebenarnya juga sudah sangat lelah, tapi saya tahu betul bagaimana pak Safir. Kalau saya memilih mundur pasti pak Safir bakal kebingungan cari pengganti saya." "Nggak bisa! kamu nggak bisa berhenti begitu saja!" Sahut Safir dengan cepat. "Tapi pak Safir sendiri yang terus menambah jam kerja saya." Safir terdiam dan memijat keningnya cukup lama. Aruna tahu Safir pasti tengah berfikir keras agar masalah ini cepat mendapat jalan keluar. "Oke, saya akan cari sekretaris baru dan tugas kamu cukup menjadi asisten pribadi saya dan merawat bayi itu." Lagi-lagi Aruna berhasil di buat terkejut oleh ucapan Safir. "Deal!" Jawab Aruna tanpa pikir panjang. "Tapi sayarat utama-nya kamu harus tinggal di apartemen saya dan bawa bayi itu kemanapun kamu pergi." "Tapi ..." "Nggak ada tapi-tapian karena kamu sudah bilang "DEAL"." Sekarang Aruna benar-benar menyesali keputusan paling cerobohnya. Sebenarnya tak masalah bila hanya membawa ke supermarket atau keluar untuk sesuatu. Tapi, jika sewaktu-waktu Safir menyuruhnya untuk datang ke kantor atau memintanya untuk menemani menemui koleganya apa dirinya juga harus membawa bayi. "Pak, apa kata orang kalau kemana-mana saya bawa bayi? apalagi yang orang tahu hidup saya full dengan pak Safir." "Terus kenapa? toh itu bukan bayi kita santai aja." Dalam hatinya Aruna benar-benar menggerutu kesal pada bos-nya ini. Andai dirinya bisa se-bodo amat Safir pasti hidup-nya akan selalu di selimuti kedamaian. "Oke, terserah pak Safir aja deh!" Saya babu saya diem. Lanjutnya dalam hati. "Tapi saya masih berusaha mengadopsi bayi itu secara sah karena saya belum menikah, jadi sementara ini pekerjaan kamu masih tetap." Aruna hanya bisa mengangguk-angguk bosan. "Bunda juga terus mendesak saya agar segera menikah." "Makanya Pak Safir nikah biar nggak usah bayar saya mahal-mahal lagi," ucap Aruna asal ceplos. "Saya nggak punya calon." "Makanya pak Safir jangan terus berburuk sangka sama orang. Nggak semua orang yang pak Safir temui itu pembohong, buktinya nih saya dari dulu ikut sama pak Safir saya bisa jujur dan amanah." "Tapi saya nggak bisa temuin orang seperti kamu!" "Yasudah suruh cariin Bu Sinta jodoh." Sinta adalah nama ibu Safir. "Bunda sudah kasih rekomendasi wanita-wanita yang bisa saya nikahi." Aruna memutar bola matanya malas. Mengobrol dengan orang serius macam Safir benar-benar melelahkan. "Yasudah pak Safir nikahi saja salah satu dari wanita-wanita itu." Hening selama beberapa saat sampai Safir melontarkan ucapan yang benar-benar langsung mengobrak-abrik hati, pikiran, dan hidup Aruna. "Emang kamu mau nikah sama saya?" Aruna benar-benar sesak napas mendengar pertanyaan yang Safir lontarkan. Ini benar-benar seperti mimpi saat mendengar sang pangeran menawari salah satu dayang rendahan pernikahan. "Saya tahu pak Safir nggak suka bercanda, dan saya harap kali ini pak Safir lagi pusing dan pengen bercanda sama saya." "Saya serius. Bunda sendiri yang merekomendasikan kamu." Double sesak napas kalau begini caranya. Selama ini hubungan ya dengan Bu Sinta memang terjalin cukup baik, tapi dirinya tak pernah pencitraan atu mencari-cari perhatian beliau agar masuk ke dalam daftar menantu idaman keluarga Farnaz. "Kali ini saya benar-benar serius, tolong kamu pikir kan ini semua dengan matang-matang. Saya akan selalu tunggu jawaban kamu." Setelah itu mereka memutuskan untuk keluar dari ruangan Bu Rina dan juga sekaligus berpamitan karena akan ada acara lain selain ini. *** Pukul tujuh malam Aruna baru bisa kembali ke apartemennya setelah melayani Safir seharian penuh. Kenapa bisa seharian? karena tugasnya dibagi menjadi 3 bagian. Pagi, dirinya harus menyiapkan berkas apa saja yang akan Safir butuhkan nanti dan membantu Safir bersiap termasuk membuatkan sarapan. Di kantor, tugas Aruna seperti sekretaris pada umumnya. Dan setelah pulang kantor Aruna masih harus membuat atau membelikan Safir makan malam. Bisa dikatakan dirinya dan Safir akan berpisah saat tidur dan ke kamar mandi saja. Safir tak memiliki pembantu rumah tangga jadi sebagian kebutuhan pribadi Safir dirinya lah yang melakukan. Bukannya Safir pelit untuk membayar PRT, tapi Safir belum bisa sepenuhnya mempercayakan apartemennya pada orang asing meski pun itu hanya PRT. Pada Awalnya Aruna juga hanya sekretaris biasa, dirinya tak pernah berani menyentuh barang-barang pribadi Safir karena Safir yang super duper curigaan terhadapnya. Baru saat dirinya sudah memasuki tahun ke 3 bekerja menjadi sekretarisnya, Safir sudah mulai percaya sepenuhnya. Dan satu-satu nya orang yang menjadi kepercayaan Safir selama ini hanyalah dirinya seorang. Meski beberapa pegawai lain juga ada yang Safir percaya tapi tak seperti dirinya, rahasia terkecil Safir pun Aruna tahu. Aruna menjatuhkan tubuhnya yang sudah lelah ke atas ranjang empuknya. Dirinya sudah mandi dan sudah makan malam jadi dirinya bisa langsung tidur atau sekedar menonton film untuk merefresh pikiran-nya yang seharian sudah di peras. Semenjak adiknya masuk kuliah dirinya di apartemen sendiri karena ia hanya hidup dengan adik perempuan-nya karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Itu sebab-nya Aruna rela bekerja keras banting tulang demi bertahan hidup dan membiayai kuliah adik-nya dan membayar seluruh hutang-hutang yang orang tua-nya tinggalkan. Terkadang dirinya juga merasa lelah dan ingin menyerah. Tapi saat dirinya merasa sangat lelah dan hampir menyerah, dirinya langsung mengingat ucapan orang tua-nya bahwa dirinya harus kuat, karena satu-satunya keluarga yang bisa menjaga adik-nya hanya dirinya. Aruna juga selalu berdoa agar dirinya selalu diberi kesehatan agar bisa terus bekerja demi memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan adiknya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD