Chapter 2

1378 Words
“J.One di line tiga. Casen, Ong, apakah kalian bisa dengar?” suara Jay masuk melalui alat komunikasi mereka, memberikan aba aba sekaligus memainkan laptopnya demi menyebar virus pada sistem monitoring pusat dan mengacaukan sistem keamanan disana. “Berikan kami denah” Dia. Casen Trevor atau yang lebih dikenal sebagai kakak kandung dari Jay Trevor, dan juga merangkap sebagai –sebenarnya dia menolak untuk ingat- saudara kembar Brian. Laki laki yang ketampanannya diatas rata rata itu ahli memainkan senapan dengan jenis FN-57. Senapan yang dibuat tahun seribu seratus sembilan puluhan itu diperuntukkan sebagai senjata di kalangan militer. Sebuah senjata yang mempunyai keakuratan sembilan puluh persen dalam mencapai target. “Done. Jalan sekitar tujuh meter, lalu belok ke arah kanan” pandunya. “masuklah ke kamar mandi, lalu kalian akan menemukan ventilasi tepat di atas wastafel” Yang dititah hanya mengikuti intruksi itu dalam diam. Memasuki kamar mandi dan mendongak ke atas- “jadi maksudmu kita harus melewati ventilasi?” Dia Ong. Seseorang yang ditemukan oleh Naresh dalam keadaan sekatar di bantaran sungai saat musim dingin. Naresh merawat Ong –nama yang diberikan oleh Naresh karena si empunya tubuh tak mengingat apapun- selama berbulan bulan sampai akhirnya Ong melewati masa koma nya. “Ya, kecuali kau ingin menyemar sebagai om om gendut yang membawa tante genit untuk masuk kedalam sana” “Tidak, terima kasih” Ong sudah lebih dahulu memanjat dan memasuki ventilasi. Mengingat tinggi badannya yang jauh diatas rata rata itu memudahkannya untuk naik lebih dahulu dibandingkan Casen yang lebih pendek. Mengulurkan tangannya, dirinya membantu Casen dan Carlos untuk naik dan masuk ke jalan mereka sekarang. Merangkak terus mengikuti intruksi Jay untuk membawanya keluar dari tempat sempit dan pengap itu- “stop!!” “b******n kau, bocah” Jay terkekeh mendengarnya. Sepertinya aba aba terlalu cepat darinya itu sukses membuat Casen menabrak p****t Ong yang sepertinya belum mandi hampir seminggu. Mengingat mereka harus memata matai target selama lebih dari seminggu. “Sniper mu tak berguna saat ini, Casen. Ong, gunakan senapanmu untuk membunuh mereka semua dari sana. Pastikan tak ada satupun penjaga yang hidup” Ptas— Jenis pistol Fn-57 yang telah dilampiri pengedap suara itu sukses membuat tumbang beberapa orang dibawah sana. Membuat Ong menyunggingkan seringaian seram dan Casen yang hampir memekik karena anak didiknya telah memiliki skill yang hebat. “kalian turunlah dari sana, hancurkan lemari lemari yang ada di sana, lalu temukan pintu rahasianya” Bruk. Mereka satu persatu melompat keluar dari lorong udara yang sejujurnya membuat Casen tak nyaman itu. Merenggangkan tubuhnya karena lelah yang menerpa tubuh karena terus merangkak dalam waktu yang tidak sebentar. “Jangan terlalu lama, sialan” Jay mulai memaki. Ong akhirnya menghancurkan satu persatu lemari yang ada di sana, sedangkan Casen lebih memilih merakit senjata kesayangannya yang sayangnya bongkar pasang. AS50 Rifle. Salah satu senjata api paling mematikan yang ada di dunia. Andalan para sniper sniper terhebat di dunia. Senjata yang dirancang di inggris itu memiliki jarak tembak sekitar satu koma delapan kilo meter dan sialnya dia memiliki keakuratan yang hebat dalam menembak. Sembilan puluh delapan persen. “Gotcha” lirihan suara Ong berhasil menarik perhatiannya/ Dirinya melihat pria itu sedang mengisi ulang senapannya, disamping sebauh pintu berukuran kecil dibelakang lemari yang sudah dihancurkan. “Aku sudah selesai mengacaukan sistem monitoring dan merusak data kamera pengawas. Masuklah kedalam lalu amankan barang itu” Menyeringai. Mereka menyeringai bersamaan.     ---   DUARRR!!! Suara dari ledakan itu mengagetkan beberapa polisi dan satpam yang ada di daerah sekitar sana. Mereka berbondong bondong melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruang penelitian pemerintahan itu. “Now!” Mereka mulai berlari menyusup ke dalam labolatoium intelegensi pemerintahan itu. Seorang pemuda tinggi dengan wajah androgini mulai mengeluarkan alat laser. Dirinya memotong kaca tersebut dengan bentuk bulat yang sempurna lalu mulai memasukinya. “Arah jam dua” Ptass— Daniel, pemuda dengan aksen suara yang cukup tangguh, tak lupa tinggi badannya yang sebesar beruang itu mulai menembaki satu persatu penjaga lab dengan KAC M110 Sniper Rifle yang sudah dilengkapi dengan alat peredam suara. “Selesai, sekarang kearah mana, Carl?” “Hey, jangan menyebut namaku!!” “kenapa? Takut mati?” kekeh rekannya yang tak ada maksud untuk meremehkan. “cih, aku bahkan pernah merasakan mati tiga tahun yang lalu” Carlos. Pemuda asia berperawakan pendek dengan hidung yang besar itu sibuk memperhatiakn monitor yang ada di hadapannya. “berjalanlah lurus sekitar sepuluh meter lagi. Kalian akan melihat lorong di sisi sebelah kanan” Brian memutar otaknya. Memperhitungkan jarak sepuluh meter menggunakan otaknya yang cerdas. Berjalan lebih dahulu untuk melewati beberapa lorong di kiri dan kanannya. Kakinya berhenti melangkah pada saat perhitungan ke sepuluh meternya, menengok kearah kanan dan kirinya, namun hanya menemukan satu buah lorong. Yang tentu saja ada di sebelah kanan. Dirinya menapaki kaki jenjangnya melewati ubin demi ubin. Langkah demi langkah. Petak demi petak. Hingga Carlos bergumam stop yang terdengar di alat komunikasi mereka, membuatnya menghentikan langkah percaya dirinya. “Kalian lihat CCTV itu? Kamera pengawas itu dilengkapi laser yang dapat memotong apapun. Dan laser itu-“ Carlos sibuk menghancurkan sistem tersebut, namun sialnya waktu sedang tidak berpihak kepadanya. “tidak terlihat” gumam Daniel. “Kalian hanya punya waktu sekitar lima belas menit sebelum kebakaran di Lab penelitian selesai, dan para anjing anjing sialan itu kembali mengawasi” “Bagaimana jika menghubungi Jay?” Daniel mencoba peruntungannya. “Jay sedang sibuk dengan Casen dan Ong” “s**t” Pria tampan itu mengumpat, ia melirik ke arah Brian yang sedang menelisik CCTV laknat tersebut.              Deretan kamera pengawas sebelah kanan akan menyala bila mengeluarkan laser , sama seperti yang berada di sebelah kiri. Kemudian benda sialan itu akan mati dalam waktu per 3 detik, satu persatu kemudian menyala lagi detik berikutnya. Kamera pengawas di sebelah kanan jika dilihat dari arah geraknya memancarkan laser ke arah kanan , otomatis , kamera pengawas di sebelah kiri adalah cerminan dari kamera pengawas di sebelah kanan .              In conclution, Jika mereka bisa berlari melewati 1 CCTV dalam 3 detik,  mereka akan selamat .              Drap.drap.drap !!              “SIAL !! APA YANG KAU LAKUKAN BRIAN t***l !!” Daniel memaki kemudian tergugah saat melihat yang lebih muda masih utuh setelah hanya berlari lurus dari laser-laser itu .              “3..2..1.. Lari !!”              “eh ?? apa ?? tunggu !!”              Brian menatap jengah pada kedua pemuda yang belum siap akan arahannya tadi . “Cepatlah bodoh ! Kita tak punya waktu banyak !!” umpatnya.              Mereka berdua berlari secepat kilat setelah mendengar aba-aba dari Brian yang kedua kalinya . Bernafas lega karena mereka masih selamat .              Mereka Atheis . Tak percaya Tuhan . Jadi jangan berharap mereka akan mengucap syukur kepada pencipta manusia tersebut .              “Lari terus lalu kalian akan menemukan ruangan Prof.Drey” Mereka melangkahkan kaki mereka , terus berlari mencari ruangan kakek berjanggut putih yang sialnya menyandang gelar Professor itu .              BRRAAKK !!              Mereka menemukan ruangan itu , terlihat seorang yang ternyata pemuda yang berlari kemudian mengambil pistol yang ada di laci meja nya . Namun-              JLEBB !!              Naasnya, sepersekian detik tak cukup untuknya menghindar dari pisau lipat itu .              Paul. Dia lah oknum pelemparan pisau itu . Terkekeh seram lalu mendekati pemuda itu , mencabut kembali pisaunya kemudian mengelapnya dengan jas putih pemuda itu .              “ngg ?? Prof.Drey?” Dahi nya mengerut saat melihat name tag yang tercantum di jas pemuda itu . Lagi dan lagi ia terkekeh . “aku kira Professor sialan itu kakek kakek” Ia mengendikan bahunya acuh , sibuk mengelap pisaunya agar bersih seperti semula.              Paul, umur 21 tahun dengan keahlian bermain panah sejak kecil . Tapi sepertinya ia mengubah senjata , dari anak panah menuju pisau lipat .              “Aku menemukannya !!” Daniel mendesis senang, ia memasukan benda dengan ukuran nano itu kedalam plastik dan memasukannya ke dalam kantung jaketnya .              Brian tersenyum simpul melihatnya .              “turunkan lukisan monalisa itu , ada sebuah jalan menurun yang akan membantu kalian keluar dari sana . Itu pintu darurat Prof.Drey” Carlos kembali berceloteh saat dirasanya segala keributan tadi sudah selesai.              “menurun ?”              “hm .. mungkin lebih tepatnya seperti seluncuran di taman kanak-kanak . jalan itu akan menghubungkan kalian dengan lorong bawah tanah , dari lorong bawah tanah , naiklah tangga dan kalian akan keluar di belakang restaurant cepat saji di sekitar sana”              “roger”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD