Cara Melindungi Seorang Sahabat ~~

1134 Words
Kriiing …. Suara bel, tanda jam pelajaran berakhir, sudah berbunyi. Guru yang tengah memberikan materi pelajaran pun, menghentikan kegiatannya, membereskan buku yang ia bawa, kemudian berdiri di depan para muridnya. “Tolong dipelajari lagi mengenai senyawa kimia yang Bapak jelaskan tadi. Minggu depan, kita praktek di laboratorium!” ujar pria berkemeja putih itu. “Baik, Pak!” jawab seluruh murid secara serempak. “Ah, dan satu lagi … materi ini, akan menjadi bahan untuk ujian praktek. Jadi, harap dipelajari sebaik mungkin. Kalian sudah kelas dua belas, sudah waktunya untuk belajar dengan serius.” Seusai mengatakan sederetan pesannya, guru mata pelajaran sekaligus wali kelas XII IPA-1 itu kembali ke meja untuk mengambil buku materi yang ia bawa, kemudian berjalan keluar, meninggalkan para murid yang mulai terdengar gaduh untuk bersiap pulang. Seorang pemuda tampan, yang duduk di atas kursi meja belajar bagian belakang kelas tersebut, nampak sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tas, kemudian bangkit dan berjalan menghampiri meja seorang gadis cantik yang nampak lemas, dengan kepala terbaring di atas meja. Ya … pemuda itu adalah Arash Abisatya Oliver, sahabat dari seorang gadis yang kini tengah menatap sendu pada Arash. Gadis cantik, dengan rambut sepunggung, putri dari teman sang Ayah, Azeira Putri Auberon. “Lo kenapa?” tanya Arash sembari duduk di atas kursi bagian depan meja gadis itu. “Gue putus sama Zaidan,” jawabnya, melirih. “Arash!” Seruan dari seorang pemuda lain, yang kini tengah berdiri di depan pintu kelas, bersama beberapa siswi dari kelas tersebut, seketika menginterupsi percakapan Arash dan Zeira. Kedua anak muda itu menoleh dan menatap ke arah pintu, sembari menggelengkan kepala, bersamaan. “Adik lo lebih popular, Rash. Padahal, wajah kalian bagai pinang dibelah dua, gak ada bedanya. Tapi … si Aresh banyak banget penggemar dari pada lo,” ujar Zeira sembari mengubah posisi duduknya, bersandar pada sandaran kursi, lalu memasukkan buku-buku pelajaran yang berserakan di atas meja ke dalam tas. “Mereka takut duluan kalau deketin gue,” sahut Arash. Zeira seketika melipat kedua tangannya di atas d**a, sembari menatap pada sahabatnya itu. “Kenapa takut sama lo? Tampang lo ….” Gadis itu menunjuk wajah Arash dengan jari telunjuk, lalu bergerak memutari setiap sisi wajah tampan lelaki di hadapannya. “… aman lah, gak serem, gak aneh juga. Cukup tampan kalau dibandingin cowok-cowok lain,” lanjut Zeira. Gadis itu bangkit dari atas tempat duduknya, mengambil celana jeans skinny berwarna hitam dari dalam tas, kemudian mulai memakainya. Sedangkan Arash segera melepas jaket yang di kenakannya, lalu berdiri, dan menutupi tubuh bagian bawah Zeira, sembari membuang muka ke sisi lain. “Bukan tampang gue yang serem! Gimana mereka mau deketin gue, kalau lo selalu berdiri paling depan, setiap kali ada cewek-cewek yang deketin gue!” sahut Arash dengan santai. Zeira yang baru selesai mengganti rok seragamnya, seketika meraih dagu Arash, hingga pemuda itu menatapnya. “Karena gue gak mau, lo dapet cewek yang salah!” balas Zeira. “Alibi, lu!” sambar Aresh, yang baru saja tiba, dan kini berdiri di samping sang Kakak. Mendengar sahutan Aresh, membuat Zeira seketika mengulurkan tangannya, hendak memukul lelaki yang beralih bersembunyi di belakang tubuh Arash. “Sialan, lo, Resh! Heh, gue gak mau, ya, Arash sampai dapet cewek bentukan kaya Bibil lagi! Udah sok cantik, belagunya gak ketulungan! Gue pites juga tuh kepala, biar jalan makin miring-miring!” Zeira semakin mencecar salah satu siswi sekolah mereka, yang sempat menjalin hubungan dengan sahabatnya itu. Nabila, gadis yang akrab dipanggil Bibil itu sempat menjalin hubungan dengan Arash selama kurang lebih enam bulan, sebelum akhirnya … Arash menemukan, Bibil tengah berciuman dengan Bagas, mantan kekasih Zeira di kebun pohon pinus, yang berada di belakang sekolah. Melihat wajah memerah Zeira karena menahan amarah, Arash yang masih berdiri di antara sang adik dan sahabatnya itu, seketika menangkup wajah gadis di hadapannya, lalu mengusap kedua pipi Zeira dengan lembut. “Gue juga gak mau, lo berhubungan dengan cowok yang salah lagi! Jadi gue mohon, ke mana pun lo pergi, dan apapun yang cowok itu lakuin sama lo, lo harus bilang sama gue atau pun Aresh, biar kita berdua bisa jagain dan lindungin lo, Zei!” Arash kembali menurunkan kedua tangannya, lalu mengacak puncak kepala Zeira. “Dan itu juga berlaku buat Nerissa,” lanjut pemuda itu, sembari mengambil tas punggung miliknya, kemudian berjalan lebih dulu keluar dari dalam ruang kelas, diikuti Aresh yang masih tetap bersembunyi di balik tubuh sang Kakak. Sedangkan Zeira, masih berdiri di tempatnya dengan wajah merengut. “Gue berasa diawasin Ayah sama Kak Aze kalau kaya gini!” gerutunya sangat pelan. *** “Sasa!” suara seruan yang cukup kencang dan terdengar melengking itu, berhasil membuat para murid yang tengah berjalan di sepanjang lorong, seketika menoleh, dan menatap pada pemilik suara tersebut. Zeira yang nampak tak peduli dengan tatapan dari para murid lain, melambaikan tangannya, ketika gadis yang namanya ia panggil tengah berbalik, dan nampak berlari kecil menghampiri Zeira, Arash dan Aresh, dengan seulas senyum lebar di wajahnya. “Kak Zezei!” Gadis itu seketika berhambur ke dalam pelukan Zeira, sembari melompat-lompat kecil. Gadis bertubuh kecil, dengan sikapnya yang manja pada ketiga sahabat yang sudah ia anggap Kakak itu, adalah Nerissa Adena Darres, putri dari salah satu rekan bisnis orang tua Arash-Aresh dan juga Zeira. “Lo ngapain di sana celingukan sendiri, Sa?” tanya Zeira setelah Nerissa melepas pelukannya. Gadis bertubuh mungil itu berdiri di samping Aresh, sembari masuk ke dalam rangkulan Zeira. “Sasa kira, kalian udah ada di depan kelas Sasa. Makanya tadi celingukan nyariin kalian,” jawab Nerissa. Setibanya di halaman parkir sekolah, Zeira melepas rangkulan dari pundak gadis mungil di sampingnya, lalu berjalan menuju sebuah motor Kawasaki Ninja H2 Carbon, berwarna hitam metalik, yang terparkir di antara motor-motor milik para siswa lainnya. “Rash, gue anter Nerissa pulang dulu, iya? Nanti gue nyusul ke rumah Zezei,” pamit Aresh pada sang Kakak, setelah melihat Nerissa memasuki mobil sport putihnya. Arash menganggukkan kepalanya, lalu berjalan menghampiri Zeira yang tengah mengenakan helm fullface-nya, kemudian membantu menautkan gesper di bawah dagu Zeira. “Aku sama Aresh di suruh ke rumah kamu sama Tante Rhea,” ujar Arash, tiba-tiba. Zeira menganggukkan kepalanya. “Tadi pagi, Bunda juga bilang, kok.” Gadis itu segera menaiki motor sport tersebut, kemudian menyalakan mesinnya, sesaat setelah memutar anak kunci. Sedangkan Arash, nampak berjalan menuju motor sport Ducati Panigale V4 berwarna merah, yang terparkir di sudut pelataran. Ia ambil helm fullface yang ditaruh pada bagian depan motor, lalu memakainya. Namun, ketika pemuda itu hendak menyalakan mesin motor, Arash melihat seorang pemuda yang paling dibencinya, nampak menarik paksa tangan Zeira, hingga gadis itu hampir terjatuh bersama motornya, jika saja gadis itu tidak menyeimbangkan tubuhnya, kemudian membawanya sedikit menjauh dari pelataran parkir tersebut. “Ah … lo gak ada kapok-kapoknya, Bagas!” gumam Arash, sembari menurunkan standar satu motor yang dinaikinya, lalu turun dan berjalan dengan cepat, untuk menyusul Zeira. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD