Beberapa kali Mac melirik pada arloji yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Dengan langkah cepat Mac berjalan menembus hujan menghampiri Clarissa yang terlihat sudah menunggu di seberang jalan dengan sebuah payung di tangannya.
"Maaf aku terlambat!" ucap Max mengibaskan sedikit bahunya yang basah oleh hujan yang mulai deras.
"Tidak masalah!" Clarisa melemparkan senyuman kecil pada Mac. Membuat gadis itu terlihat sangat manis sekali.
"Ayo!" ajak Clarisa mendekatkan payungnya pada Mac, agar tubuh lelaki itu tidak kehujanan.
"Maaf Clarisa, sepertinya hari ini aku tidak bisa datang ke tempat Rich. Aku tidak mendapatkannya cuti dari tempatku bekerja," lirih Mac menautkan kedua alisnya dengan wajah kecewa.
Clarisa terdiam, bibirnya terkunci menatap lekat pada Mac. Beberapa kali gadis itu menghela nafas panjang.
"Maafkan aku, Clarisa, mungkin lusa aku akan datang sendiri ke rumah Rich," tutur Mac membalas tatapan gadis itu.
"Baiklah, Mac. Aku harap kamu segera dapat mengetahui apa penyebab perubahan pada dirimu," tutur Clarisa mengukir senyuman pada kedua sudut bibirnya. Sesaat saja gurat kekecewaan itu lenyap. Meskipun tidak di dalam hati Clarissa.
"Clarisa, aku harus pergi sekarang. Cepatlah pulang aku tidak ingin Tuan Pat dan Nyonya Pat menghawatirkan Putri semata wayangnya," balas Mac menyungingkan ulasan senyuman, sebelum ia berjalan menjauh.
"Apakah kamu tidak butuh ini?" Clarisa membalas dengan senyuman kecil, lalu mengoyangkan payung yang ada di tangannya ke udara.
"Tidak Clarisa, ini hanya hujan kecil saja!" teriak Mac menjauh dari Clarisa.
Mac terus berlari menuju halte yang terletak cukup jauh dari depan kampusnya. Clarisa kini hanya mampu melihat punggung Mac yang menghilang sangat cepat sekali.
_____
Di dalam ruang ganti ada beberapa pemuda seusia Mac sedang sibuk membicarakan lelaki yang menyelinap di ruangan Profesor Danil. Mac hanya terdiam, ia lebih memilih untuk tidak ikut berbicara apapun. Dalam hatinya, Mac terus berdoa semoga saja tidak ada satupun orang yang mengetahuinya saat itu.
"Memangnya apa yang sedang dibicarakan Profesor Danil dengan Tuan Donal?" seloroh lelaki bertubuh sedang melirik pada temannya.
"Entahlah, sepertinya sesuatu yang penting!" sahut lelaki yang berdiri di depan lemari loker, satu tangannya memasukan baju yang sudah ia kenakan dan berganti dengan baju petugas kebersihan.
"Mungkin saja!" Lelaki bertubuh sedang itu berjalan keluar karena sudah selesai berganti baju. Kini tinggal Mac dan lelaki tegap yang ada di dalam ruang ganti, yang di khususkan untuk para petugas kebersihan di laboratorium milik Profesor Danil.
"Mac, bukankah saat kejadian kamu sedang berada di lantai atas?" seloroh lelaki itu sontak membuat Mac terkejut. Seketika Mac menoleh pada lelaki yang berdiri di belakang punggungnya.
"Maksud kamu?" cetus Mac berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Sejenak lelaki bertubuh tegap itu menyelesaikan menautkan kancing baju yang ia kenakan. "Bukankah seingatku, saat kejadian itu kamu sedang membersihkan lantai atas?" seloroh lelaki itu dengan nada santai. Menjatuhkan tatapan penuh selidik pada Mac.
"Iya, aku memang di lantai atas, hanya saja aku sedang membersihkan kamar mandi di sana. Jadi aku tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi," dusta Mac, membuang wajahnya dari tatapan lelaki itu.
Lelaki beralis tebal itu mengangguk lembut. Sorot matanya berpaling dari Mac dengan wajah berpikir. "Baiklah, bisa saja orang lain yang sengaja' menyelinap ke ruang Profesor!" Lelaki itu mengangguk lagi, kemudi melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
Mac memperhatikan lelaki itu hingga menghilang di balik pintu. Mac membuang nafas lega setelah debaran jantungnya menegang.
Huf ...! Mac meniup kecil dari mulutnya. "Aku kira dia melihatku saat itu!" lirih Mac terduduk pada bangku sofa yang ada ruang ganti dengan wajah cemas.
Mac memperhatikan ke sekeliling, sorot lampu dari ruangan profesor Danil masih menyala. Menandakan jika lelaki berkepala plontos itu masih berada di dalam ruangannya. Mac memelankan langkah kakinya, hingga tidak ada sedikitpun suara yang di timbulkan dari derap langkah kakinya.
"Prosfesor!" seru Mac dari balik pintu ruangan yang sedikit terbuka.
Profesor Danil mengalihkan tatapannya pada Mac yang berdiri di luar pintu. "Tunggulah sebentar, Mac, aku akan menyelesaikan semua pekerjaanku dulu!" tutur Professor Danil kembali mengalihkan tatapannya.
"Baik, Profesor!" balas Mac memundurkan beberapa langkah kakinya menjauh dari pintu ruangan profesor Danil yang sedikit terbuka.
Suara dering ponsel milik Profesor Danil terdengar hingga keluar pintu.
"Tuan tenang saja, saya masih mengakaji lebih lanjut tentang antivirusnya. Jika semuanya berhasil, tidak ada lagi yang perlu di tunggu," ucap Professor Danil pada seseorang yang ada di balik telepon.
"Sudah kuduga, pasti itu adalah Tuan Donal. Aku harus melakukan sesuatu, agar Professor Danil gagal menyebarkan virus tersebut," batin Mac berkecamuk. Lelaki yang menyadarkan tubuhnya pada dinding laboratorium itu nampak berpikir sesaat.
"Mac!" ucap lelaki berkepala plontos yang muncul di balik pintu.
"I-iya, Profesor!" Mac tergeragap. Bergegas pemuda itu membenarkan posisinya dan membuyarkan lamunan yang menari nari di dalam benaknya.
"Silahkan kamu bersihkan, tapi hati-hati. Ada beberapa berkas-berkas penting yang masih berserakan di atas meja." Profesor Danil melirik pada arloji yang melingkar di tangannya. "Aku tidak sempat membereskannya. Aku harus buru-buru pulang, karena ada janji makan malam dengan putriku. Pasti sekarang dia sudah menungguku," ucap Professor Danil mengalihkan tatapannya pada Mac.
"Ba-baik, Prof!" balas Mac, membungkukkan tubuhnya sedikit ke depan. Memberikan penghormatan pada Profesor Danil.
Lelaki yang mengenakan baju putih dengan sebuah tas yang bergelayut di bahunya berjalan menyusuri lorong gedung laboratorium terbesar di kota Houston. Beberapa saat, Mac hanya mematung melihat pada kepergian Prosesor Danil yang menghilang di balik dinding menuju lantai bawah.
"Baiklah, Mac, kita lakukan semuanya sekarang!" monolog Mac bergegas masuk ke dalam ruangan Professor Danil. Meskipun Mac sebenarnya tidak terlalu paham betul tentang dunia ilmuan.
Mac meletakan ember dan juga alat pel di samping pintu. Sesaat ia melihat pada cctv yang berada di dalam ruangan Professor Danil.
"Sialan, CCTV itu seperti menyala!" gerutu Mac pelan. Ia segera melakukan tugas-tugasnya untuk membersihkan ruangan Profesor Danil seperti biasa.
Mac bersikap sewajarnya, agar gerak geriknya tidak mencurigakan dari kamera cctv yang terpasang di ruangan Profesor Danil.
"Kunci!" Netra Mac membulat penuh saat melihat beberapa kunci yang tergelatak di atas meja Profesor Danil.
"Sepertinya lelaki berkepala plontos itu melupakan kuncinya!" batin Mac.
Mac berpura-pura membersihkan berkas-berkas yang berserakan di atas meja Prosesor Danil. Lelaki itu menghalangi kamera cctv yang merekam aksinya dengan membelakangi kamera pengintai itu. Setelah aman, Mac meraih kunci yang Mac duga sebagai kunci ruang laboratorium dan memasukannya ke dalam saku baju.
Setelah bersih Mac bergegas pergi meninggalkan ruangan profesor Daniel.
Lagi-lagi Mac memperhatikan ke sekeliling, cctv yang terpasang di sepanjang lorong.
"Sepertinya cctv-nya mati!" Mac senang melihat cctv yang mengarah ke ruang laboratorium ternyata tidak menyala. Dengan langkah cepat ia segera menuju ruangan yang terletak di sudut ruangan lantai atas.
"Aku yakin ini adalah kunci ruang laboratorium tempat Prosesor Danil menyembunyikan virus itu," guman Mac, perlahan memasukan kunci yang telah ia curi pada pintu ruang laboratorium.
Cekret!
"Berhasil!" desis Mac senang. Perlahan Mac melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang laboratorium, beberapa macam benda-benda aneh yang sulit Mac sebutkan berada di ruangan itu. Mac menyusuri lemari kaca yang berada di ruang laboratorium Profesor Danil. Seketika langkah lelaki itu terhenti, saat melihat sebuah botol berukuran kecil bertuliskan Sampel.
"Iya, inilah virus itu! Pasti ini!" ucap Mac senang karena yakin sudah mendapatkannya.
____
Bersambung. ...