Pindahan

1064 Words
Apa yang salah dalam kehidupannya? Dosa apa ia sehingga harus menjadi istri seorang Arhab? Padahal sedari kecil, tepatnya ketika mereka masih sama-sama kelas satu SD .... "Ich! Kamu hati-hati dong kalau minum. Tumpahkan, ke baju Alhab! Ada nodanya deh, liat, jus jeluk kamu tumpah!" Iya, berawal dari sedikit jus jeruk yang tumpah m*****i baju Arhab, permusuhan mereka terus berlanjut hingga dewasa. Asia sangat ingat jika saat itu ia tak sengaja menumpahkan cairan berwarna kuning pada seragam Arhab. Sebabnya karena, saat ia sedang minum, seseorang yang Asia tidak tau siapa, tiba-tiba menabraknya. Menyebabkan bibir botol yang tengah menempel pada bibirnya terlepas lalu memuncrat pada seragam Arhab yang tengah melintas tepat di hadapannya. "Maaf Alhab, Acia ndak sengaja, ada yang nablak Acia tadi," ucap Asia menyesal. Asia kecil hanya bisa memperhatikan baju seragam Arhab yang kotor. Ia tak mau mendongak, takut menatap wajah Arhab yang tak selucu kemarin. Saat laki-laki itu tengah bermain motor di halaman rumahnya. "Makanya, kamu tuh hati-hati kalau minum tau! Bial nggak kena olang lain, dan gimana kalau kamu yang keselek telus mati?!" Asia memanyukan bibirnya, ingin menangis tapi malu. Kalau saja ada Bunda, mungkin ia akan segera berlari kepelukan hangatnya, lalu mengadukan perilaku Arhab. Padahal kemarin-kemarin mereka masih sedikit akrab. Jika bertemu mereka saling tersenyum. Beberapa kali juga, Asia sempat main ke rumah Arhab bersama sang Bunda. Tapi hari ini, Arhab marah hanya karena hal sepele. "Kan Acia udah bilang cama Alhab! Acia nggak cengaja!" "Kamu yang salah kok, kamu juga yang malah-malah?! Kamu emang nyebelin, jadi cewek kok gitu!" "Alhab yang justlu nyebelin, jahat, Acia udah minta maaf ya! Tapi Alhab malah ngoceeeh telus kayak cewek. Dacal, cowok cantik!" "Kamu apaan sih?!" Asia ingat, jika laki-laki dengan tubuh pendek dan wajah imut itu pergi meninggalkannya sebentar. Lalu kembali dengan membawa botol minumnya, dan menumpahkan air putih ke wajah Asia. Membuat sekujur tubuhnya basah. Asia langsung menangis di tempat, keras-keras, sembari menatap Arhab tidak percaya. Tak lama, seorang guru wanita menghampiri mereka, lalu memisahkan pertikaian dua anak lucu tersebut. Dan semenjak itulah, mereka mulai bermusuhan. Setiap bertemu, maka akan saling melayangkan tatapan dingin. Setiap ada kesalahan kecil, maka akan terus dibesar-besarkan. Hingga mereka masuk ke SMP yang sama. Hingga mereka masuk ke bangku SMA yang sama. Dan hingga saat ini, di fakultas dan universitas yang sama lalu berakhir di pelaminan. Asia rasa jika dirinya tengah memainkan drama. Masih tak menyangka bahwa kini, mereka disatukan untuk merangkai sebuah rumah tangga. Asia menggeleng, membuka matanya. Saat tidur saja ia merasa tak tenang, menikah dengan Arhab adalah mimpi terburuk yang bahkan tak mampu untuk Asia bayangkan. Ia benar-benar tak bisa menerima semua ini. Asia takan mampu untuk selalu bersabar atas apa yang ada. Rumah tangga tanpa cinta, Asia tau, bahwa semua ini mustahil untuk bertahan lebih lama lagi. Hah! Asia segera mendudukan diri, melihat sekeliling. Ini masih di kamar Arhab. Tapi kenapa kini ia telah tertidur di kasur? Bukanyan tadi malam ia tidur di lantai? Arhab .... Asia melirik pada tempat tidurnya tadi malam. Justru kini, Arhab lah yang tengah tertidur pulas di sana. Kenapa, bisa berubah seperti ini? Saat ini, jam menunjukan pukul 03.00 pagi, pas sekali waktunya. Sekarang ia akan bangun dan menunaikan salat sunah Tahajud. Hal yang biasa dan rutin ia lakukan setiap malamnya. Setelah menyalakan lampu, Asia segera melangkah ke kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci wajah lalu berwudu. Setidaknya dengan mengadu pada Allah, dengan curhat kepada-Nya. Asia bisa mengurangi sedikit beban pikiran yang terus menggelayutinya. Asia akan meminta jalan yang terbaik dari Allah tentang pernikahannya dan Arhab kini. Selesai menggelar sajadah, memakai mukena dan mengucapkan niat. Asia siap menyebut takbir, sebelum--- "Lo sebagai istri ngajak-ngajak kek kalau mau ke surga. Masa laki lo di acuhin aja?" ---sebelum Arhab terbangun. Asia menghembuskan napas, menatap Arhab malas. "Yaudah, cepetan sana, ambil wudu. Gue tungguin Bapak Suami yang terhormat." "Asiap." ****** Sebenarnya hari ini, adalah hari yang membuat Asia sedih. Karena ia akan diboyong oleh Arhab ke rumah yang sebelumnya telah laki-laki itu siapkan. Iya, meski sama-sama masih kuliah, Arhab sudah bisa dibilang mapan. Di umurnya yang tergolong muda, Arhab mampu mengelola usaha berupa kafe dan restoran yang bahkan telah mempunyai beberapa cabang. Salah satunya terletak di dekat kampus mereka. Asia sering bingung memikirkan ini, Arhab menyukai bisnis, tapi dia malah mengambil pendidikan Kedokteran. Mungkin saja 'kan, jika Arhab mengambil jurusan Bisnis, ia bisa mengembangkan kafe-kafe dan restorannya lebih maju dari pada saat ini. AB'AS Restaurant And Cafe. Kafe Arhab cukup terkenal dikalangan mahasiswa kampus. Bahkan, Arhab sendiri merekrut, mahasiswa-mahasiswa untuk bekerja di sana. Dari mulai barista, koki, pelayan, semua posisi pekerjaan yang ada, di tempati oleh para mahasiswa kampus. "Bunda ... Asia nggak mau serumah berdua aja sama Arhab. Nanti Asia di-KDRT sama dia." "Iya Bunda, nanti Arhab mau mukulin anak Bunda. Nggak apa-apa?" Bunda tersenyum, mendengar penuturan Arhab. "Nggak apa-apa, asal mukulnya pake bibir aja biar lembut." "Bunda!" Asia menegur, wanita itu masih betah berada dipelukan Bundanya. Asia tak mau lepas, bahkan sejak pagi tadi. "Bunda nggak boleh ngomong kayak gitu ih!" "Loh, kenapa? Bunda pikir kalau hal ini udah tabu buat kalian omongin, secara 'kan semalam---" "Bunda ...." tegur Asia lagi, entah kenapa, tapi kini pipinya terasa panas. "Gih, pergi, keburu malem. Nanti nggak sempat beres-beres." "Emang nggak bakalan sempet Bun. Dari tadi dia nggak mau pergi. Padahal rencana jam sembilan atau sepuluh, kita udah ada di sana. Biar keburu beres-beres." "Udah-udah," ujar Umi sembari mengelusi lengan anaknya. "Ini bawa ya, buat makan malam kalian, pasti nggak keburu masak." "Iya, Mi." Arhab mengambil kotak bekal yang diberikan oleh Uminya. "Ayo, cengeng banget deh." "Tapi ... gue nggak mau tinggal sama lo." "Ih, Asia. Nggak boleh gitu. Arhab suamu kamu sayang," tegur Bunda. Asia cemberut, lalu mendongak menatap seseorang yang baru saja mengelusi kepalanya. Abi. "Udah, ayo pergi." "Abi ngusir Asia." "Bukan ngusirrr." Kini ayah yang menyahut. Sosok yang memiliki mata tajam yang sama seperti Arhab itu tersenyum ke arahnya. "Nanti keburu gelap. Menantu ayah 'kan bisa balik lagi kapan-kapan." "Dengerin!" Asia mendelik pada Arhab yang baru saja berbicara. Ia pun mengurai pelukannya pada Bunda. Lalu menyalami orang-orang tua yang ada di sana. Setelah memasuki mobil, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Arhab sendiri sedang tak mau mengeruhi suasana, karena ia tau, Asia sedang diam-diam menangis. Dan percayalah pada Arhab, jika wanita sedang menangis, maka kegalakannya akan bertambah berkali-kali lipat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD