"Ziel! Mau ke mana?" Suara Lara meluncur seperti peluru dari arah koridor, cukup nyaring hingga memantul pelan di dinding beton sekolah yang mulai sepi. Bel masuk kelas sudah berbunyi hampir dua puluh menit lalu, tapi halaman belakang sekolah yang biasanya lengang setelah istirahat itu justru menampilkan satu sosok familiar: Aziel. Dengan langkah malas, jaket setengah tergantung di bahu, dan ransel yang cuma disandang di satu pundak, dia berjalan pelan seperti tanpa tujuan. Tapi Lara tahu betul—Aziel jarang tanpa tujuan. Lara sendiri awalnya tak berniat keluar kelas. Ia baru saja kembali dari toilet saat ingat bahwa bukunya tertinggal di meja guru, dikumpulkan untuk direvisi. Maka ia pun bergegas ke ruang guru yang letaknya berdekatan dengan tangga belakang. Dan di sanalah, dari balik ka

