Pandu mengelus pelan punggung tangan istrinya yang masih hangat karena menggenggam gelas air. Sentuhan itu lembut, penuh makna, seolah ingin menyampaikan lebih dari sekadar rasa terima kasih. Ia menatap wajah Fasha, yang kini sedikit tertunduk, tertangkap dalam cahaya lampu gantung yang remang-remang. Ada ketenangan dalam tatapan mata istrinya malam itu, dan di dalam ketenangan itu, ada kekuatan yang Pandu sadari selama ini menopang seluruh rumah tangga mereka. “Tapi aku salut sama kamu,” ujar Pandu lirih, hampir seperti bisikan. Fasha mengangkat alis, menoleh dengan senyum yang penasaran. “Salut kenapa?” Pandu menarik napas sebentar, lalu mengangkat tangan Fasha dan mengecupnya singkat. “Aziel bisa dekat banget sama kita. Dia bisa cerita apa aja. Bahkan hal-hal remeh kayak cewek yang d

