Panggilan Penting

1833 Words

Adhiyaksa duduk di kursi kayu jati di beranda belakang rumahnya yang luas dan tenang di kawasan Cibubur. Udara sore itu sebenarnya sejuk, dengan cahaya matahari yang lembut menimpa halaman belakang yang penuh pepohonan tua, namun wajah lelaki tua itu tampak gelap. Matanya, yang masih tajam meski usianya sudah melewati angka delapan puluh, menatap lurus ke depan, tetapi pikirannya jauh. Terlalu jauh. Melampaui pohon-pohon di hadapannya, melampaui rumah-rumah di kejauhan, melampaui tahun-tahun yang telah ia tinggalkan di belakang. Ia mendengar semuanya. Dari Pandu, dari Farrel, dari Ferril, bahkan dari Adit dan Husein. Ia mendengar bagaimana cucunya, Aziel, nyaris dijebak. Tidak hanya sekali. Tapi dua kali. Dalam waktu tak sampai dua puluh empat jam. Itu bukan kebetulan. Itu adalah serangan

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD