Tiga hari setelah keputusan itu diambil di ruang rapat keluarga besar Adhiyaksa di Kuala Lumpur, halaman belakang rumah besar yang biasanya digunakan untuk acara keluarga kini berubah total. Rumput yang biasanya terawat rapi kini diinjak-injak tanpa ampun. Tanah yang sebelumnya lembut kini penuh jejak sepatu, debu, dan titik-titik keringat yang jatuh dari tubuh-tubuh kecil yang mulai ditempa. Didikan militer—atau tepatnya, latihan dasar bela diri, kedisiplinan, dan kesiapan fisik—dimulai. Tidak ada toleransi, tidak ada pemanjaan. Opa Adhiyaksa sendiri yang membuka sesi pelatihan pagi itu. Ia berdiri dengan tongkat kayunya, tubuh tua namun masih tegak, suara beratnya membelah udara pagi yang masih dingin. “Mulai hari ini, kalian bukan hanya cicitku. Tapi juga bagian dari keluarga pejuang.

