Part 4

1026 Words
ALVATHA Alenta : Ga, gue nnti k apartemen. G plng, g ush nnggu. Itu pesan yang Alvatha kirimkan pada Alvaga saat Alvatha teringat pada sesuatu. Ia menepikan motornya pada sebuah halte, dan langsung mengirimkan Alvaga pesan. Ini tanggal 16, berarti kedua orang tuanya akan pulang rutin ke Indonesia sebulan sekali, meninggalkan bisnis mereka yang berpusat di Spanyol. Alvatha masih tidak ingin melihat wajah kedua orang tuanya, hatinya mencelus saat melihat mereka. Alvatha memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku. Ia memakai helmnya lalu menyalakan mesin motornya. Melanjutkan perjalanan ke sekolah. *** Seperti biasa, setelah memarkirkan motor ninja silver miliknya, Alvatha langsung melenggang menuju ke ruang kelas. Ia sangat membenci keramaian, apalagi jika dia yang menjadi pusat perhatian. Alvatha mengernyit melihat kerumunan yang ada di lapangan. Benak Alvatha bertanya, kenapa pagi seperti ini ada kerumunan. Alvatha adalah tipe yang cuek dan tidak peduli sekitar, namun kali ini, ia kalah oleh rasa penasarannya. Alvatha melangkahkan kakinya menuju lapangan, menerobos kerumunan itu dengan mudah karena tubuh mungilnya. Niatnya yang akan memasang dasi terhenti karena rasa penasarannya itu. Alvatha menepuk pundak seseorang didepannya. Adera berjengit kaget, ia menoleh menatap Alvatha yang ada dibelakangnya. Seakan mengerti dengan raut wajah Alvatha, Adera menjelaskan hal yang terjadi di sana. "Pandu, Tha, dia nyari gara-gara lagi. Tiba-tiba ngajak berantem, gue liat pas nyampe koridor." "Awas." Adera mengernyit, "Mau ngapain?" Alvatha langsung menatap tajam Adera. "Budeg?" Adera mendengus, ia terpaksa sedikit bergeser untuk memberi Alvatha jalan. Pandu melayangkan bogeman mentahnya pada orang yang berada dibawahnya dengan kuat. "Lo apain cewek gue kemarin, b*****t!" Belum sempat cowok di bawahnya menjawab, Pandu kembali melayangkan tinjuannya. Sudut bibir cowok itu sobek, pelipisnya juga mengeluarkan cairan berwarna merah pekat. Saat akan meninju hidung cowok itu, tangannya ditahan oleh seseorang dari belakang. "Lepas, b*****t!" teriaknya. Pandu menoleh, seketika ia terdiam. Ia bangkit dari atas tubuh cowok tadi. "Ada satu b******n di sini," ucap Alvatha datar. "Mau jadi jagoan?" lanjutnya. "Gue gak ada urusan sama lo!" tunjuk Pandu dengan jari telunjuknya mengarah tepat pada wajah Alvatha. Alvatha menatap tangan itu dengan dingin, "Lo ganggu ketenangan gue." Alvatha mengucapkan itu dengan mengulurkan satu tangannya pada cowok yang tengah terkapar itu. Membantu cowok itu untuk bangkit, sedikit meliriknya. Ternyata, lelaki yang membantunya kemarin. "Siapa yang ganggu lo?" Sedikit tersenyum sinis, "Ulah lo yang ganggu gue." Rahang Pandu mengeras. "Lo jadi cewek sialan banget sih!" Alvatha hanya menaikkan sebelah alisnya, menatap datar Pandu yang wajahnya memerah. "Di sekolah ini, ekskul bela diri gak digunain buat unjuk kekuatan. Remember?" Pandu mengangkat tangannya, ingin memberi sebuah tinjuan pada pipi Alvatha. Tangannya hanya melayang, Alvatha menoleh pada cowok di sampingnya. Dia kembali menahan tangan yang akan menuju pada pipi Alvatha. "Jangan main kasar sama cewek, Bro!" Cowok itu menghempaskan tangan Pandu dengan kuat. "Lo udah mampus juga, sok jadi pahlawan!" Alvatha segera mengambil tangan Pandu yang akan melayangkan sebuah bogeman kembali. Menendang kedua lutut Pandu dari belakang, hingga dia bersimpuh. Mengunci tangan Pandu ke belakang tubuhnya. "Jangan bikin gue olahraga keras pagi ini," bisik Alvatha yang terdengar menyeramkan bagi Pandu. Melepas kunciannya, lalu menendang punggung Pandu hingga dia terbaring di lapangan. Menoleh pada cowok tadi, lalu mengambil tangannya. Menariknya untuk menjauh dari kerumunan itu. *** "Sshh...," desah cowok itu saat Alvatha mengobati luka disudut bibirnya. Alvatha meletakkan alkohol ke kotak P3K, lalu mengambil sebuah plester untuk menutupi luka di pelipis cowok yang ada di hadapannya. Alvatha menutup kotak itu, menaruhnya di lemari UKS. Sedikit merapikan bajunya walau ia tetap biarkan keluar. "Tunggu." Tangan Alvatha yang akan membuka pintu terhenti, melirik ke belakang. "Nama lo siapa?" tanya cowok itu. "Gue Darrel Malenno Reandez, panggil aja Darrel," ucapnya sambil menjulurkan tangannya pada Alvatha. Alvatha menatap tangan itu lalu menatap mata biru kehijauan milik Darrel secara bergantian. Bukannya membalas uluran tangan itu, Alvatha malah membiarkan tangan itu tergantung. Membuka pintu yang ada dihadapannya dan berlalu dari UKS. *** "Darrel! Oh my God!" Darrel hanya memutar bola matanya mendengar teriakan itu. Ia kembali berjalan menuju kursinya dan duduk di sana sambil sedikit menghela napas. "Lo gak apa, Rel? Astaga mana yang luka?" Darrel menatap orang itu aneh, "Mata lo rabun apa gimana?" Alfaiz terkekeh mendengar suara Darrel yang nampak sebal. "Latihan akting, Rel. Siapa tau nanti gue jadi artis." "Sok drama! Ngimpi aja sono," ucap Alvaga dan mengambil kursi yang ada di dekatnya. Alfaiz memberengut, "ohh ... awas aja lo kalo minta tanda tangan gue!" Alvaga bergidik, begitupun dengan Darrel. "Siapanya elo?" tanya Darrel pada Alvaga. Alvaga mengedikkan bahunya, "Mana gue tau." "Sialan lo pada!" Darrel dan Alvaga tertawa mendengar umpatan Alfaiz. Sedikit meringis karena sudut bibirnya yang terluka. "Kenapa bisa lo babak belur gini?" tanya Alfaiz. Darrel menaikkan bahunya, "Gak tau. Baru berangkat tiba-tiba digeret Pandu ke tengah lapangan." "Untung ada Alvatha yang nolongin lo." Darrel langsung menoleh kearah Alfaiz setelah dia berceletuk. "Jadi, namanya Alvatha?" Kali ini, Alvaga memberengut. "Lah baru tau?" Darrel mengangguk. "Dasar kuper!" seloroh Alfaiz dan Alvaga. Darrel hanya mendengus, "Sono pada! Gue capek ini. Badan gue kek remuk rasanya." *** Alvatha berjalan menuju perpustakaan saat bel istirahat berbunyi. Sedikit bosan karena selalu berada di dalam kelas. And my dad said, "Shawn, stay with me Everything will be alright I know I haven't seen you lately But you're always on my mind." Alvatha mengernyit saat mendengar suara nyanyian dengan petikan gitar. Dia menoleh ke arah ruang musik yang juga berada di dekat koridor perpustakaan. Kakinya melangkah menuju ke sana, pintunya tidak tertutup rapat. I don't know what You're going through But, there's so much life Ahead of you And it won't slow down No matter what you do So you just gotta hold on All we can do is hold on, yeah Alvatha melongokkan kepalanya ke dalam, dia sedikit menggeser tubuhnya untuk masuk ke ruangan itu. Alvatha dengan pelan mendekat ke arah orang itu. These days are flying by Weeks feel like minutes I can't remember being small I try to figure it out I can't seem to find out how I guess I don't know much at all Sedikit memiringkan kepalanya agar dapat melihat wajah orang itu karena menunduk memerhatikan gitarnya. Tiba-tiba orang itu mendongak, manik matanya langsung berhadapan dengan manik berwarna biru kehijauan itu. Darrel tersenyum saat melihat Alvatha, ia menghentikan permainan gitarnya. "Hai, Alvatha."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD