Mencari Aman

1109 Words
Bella tertawa geli melihat respon Daniel yang menganggap ucapannya serius. Ia menghentikan tawa, menggeleng lalu tersenyum sinis. "Kamu pikir aku bakalan mau datang ke apartemen cowok yang baru aku kenal 5 menit yang lalu?!" tanya Bella dengan nada meledek. Walaupun pria bernama Daniel Wijaya itu tampan, bule dan terlihat menarik, tidak semudah itu bisa memenuhi ajakannya, terlebih lagi setelah mendengar 'akan puas tanpa memakai vibrator'. Menurut Bella, sepertinya Daniel harus mengetahui fungsi lain dari vibrator. Ia pun merogoh sesuatu dari dalam tas lalu menarik paksa tangan Daniel dan memberi sesuatu. "Apa ini cukup?" Daniel mengernyit sambil menerima dan mengangkat selembaran uang seratus ribu sejajar wajahnya. "Ini buat apa?" tanyanya heran. "Uang timbal balik karena kamu sudah anterin ID card aku," jelas Bella. "Apa kurang?" Tangannya merogoh ke dalam tasnya lagi, tetapi Daniel mencegah. "Tunggu dulu," cegah Daniel yang langsung mencengkram tangan Bella. "Apa cuma segini kamu menghargai kebaikan orang lain? Kamu pikir bisa membayar waktu aku yang sudah terbuang dua jam perjalanan dari Bekasi ke sini hanya untuk anterin ID ini?" "Makanya aku nanya, cukup enggak segitu? Kalau kurang, aku tambah lagi," potong Bella cepat. Daniel menggeleng dan berdecak. "Gak semua kebaikan orang bisa kamu nilai pakai uang. Kalau uang bisa dicari, tapi--" "Terus kamu maunya apa? Cepetan bilang. Aku gak punya waktu banyak nih!" sela Bella lagi dan sempat melirik ke arah jam di dinding. Waktu sudah memasuki jam kerja dan hari ini banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan, belum lagi atasannya selalu menuntut on time di setiap karyawan. Jika tidak, out ! Daniel memberi kartu nama dan meletakkan di tangan Bella bersamaan uang tadi. "Ini," Bella menerima dan membaca sebentar. "Aku tunggu jam tujuh besok malam di alamat ini," ujar Daniel lagi, serius. "Ini timbal balik yang sepadan, dan aku harap kamu datang." "Bagaimana kalau aku enggak datang?" tanya Bella cepat, mengangkat sudut bibir kanannya ke atas. Daniel terdiam sebentar, tak lama tersenyum. "Aku jemput kamu besok di apartemen," sahutnya lalu melirik ke arah Astrid sebentar. Bella mendengus kesal ke arah Astrid yang tertunduk. "Astrid?!" "Maaf, Mbak ...." ❤❤❤ "Yuhu, aku pulang," Bella memasuki rumah berlantai dua yang sederhana di komplek perumahan Bekasi. Ia terpaksa ke rumah ayahnya, Robert Orzo yang memintanya untuk pulang. Sebenarnya Bella sudah menebak arah tujuan yang akan Robert katakan, tapi pria berumur 55 tahun itu tidak mau mendengar seribu satu alasan Bella dan mengancam dengan ancaman yang sama. Tidak akan mendapat warisan. Bella duduk bersandar di atas sofa setelah menyalami kedua orang tuanya yang juga duduk di sofa yang sama sambil menonton tv. "Ada apa Papa menyuruh aku pulang?" tanyanya mengambil remote tv lalu mengganti chanel. Robert merebut remote dari tangannya lalu mematikan tv. "Berapa umur kamu sekarang?" "Tiga puluh," jawab Bella santai. "Kapan kamu menikah dengan Bastian?" Bella kedua mengangkat bahu. "Enggak tahu," Kali ini jantung Bella berdetak kencang. Seandainya saja Papa tahu Bastian gay, pasti Papa enggak ada di sini, tapi di rumah sakit. Mata Robert melotot ke arah Bella yang terlihat santai. "Papa enggak mau tahu. Pokoknya hari Minggu kamu harus bawa calon suami kamu itu. Kali ini enggak ada alasan lagi kalau dia sibuk, sakit, keluar kota apapun namanya harus temuin Papa! Kamu paham Bella?" "Ya, Pa," Bella menyahut lemah. Mati aku! "Bulan depan kamu harus nikah! Gak ada kata 'nanti, nanti' lagi. Kalau Bastian menolak, kamu tetap harus nikah!" kata Robert lagi dan seketika mata Bella melotot. "Kok bisa begitu, Pa? Kalau Bastian gak bisa, masa aku harus menikah sama orang lain sih?!" protes Bella, tak terima ucapan Robert yang terlalu memaksanya untuk mengakhiri masa lajang di usia 30 tahun, usia yang cukup untuk menikah, bahkan teman sekolah dan kuliahnya sudah menikah dan mempunyai anak dua. Robert menggebrak meja sofa kencang. "Pokoknya Papa enggak mau dengar kamu menunda pernikahan lagi. Apa kamu gak malu jadi perawan tua? Ingat Bella, kamu itu anak Robert Orzo, pemilik agen travel ternama di Jakarta, 'Orzo Tours'!" "Ya. Tapi bangkrut," gumam Bella. "Bella!" Bella tersenyum kecut dan mengiyakan permintaan Robert untuk kesekian kalinya. Mencari aman. "Baik, Papaku sayang. Pokoknya bulan depan aku pasti menikah kok," janji Bella dan seketika dia memaki diri sendiri. Mati aku! Kemana aku cari pengganti Bastian?! Bodoh ... bodoh ... bodoh!" ❤❤❤ Bella mendongak ke atas melihat apartemen mewah berlantai 25 yang dilengkapi penthouse di atasnya. Ia membaca lagi kartu nama dan memastikan dirinya tidak sedang tersesat. Tak lama ia menghela napas tak percaya. "What's wrong Bella? Kenapa kamu nyampe di sini? Apa kamu sudah putus asa harus datang ke apartemen si Mr. Vibrator?" gumamnya sambil menggeleng. Bella melirik melihat arloji, hampir memasuki jam tujuh malam. Tanpa menunda waktu, ia memasuki lobi dan langsung berjalan ke arah pintu lift yang sudah terbuka. Setelah menekan tombol 24 dan close, pintu lift tertutup dan membawa Bella ke lantai atas. Lift yang membawanya ke setiap lantai, membuat jantung Bella berdetak kencang. Ia juga memikirkan strategi jitu seperti halnya pasukan yang siap berperang. Ya, berperang melawan ayahnya jika tak bisa menikah bulan depan. Lamunan Bella buyar ketika pintu lift terbuka otomatis di lantai 24 dan berdenting. Ia melangkah keluar dan berjalan menuju kamar yang tertulis di kartu nama. Bella memencet tombol bel dua kali dan tak lama pintu tebal itu terbuka. Seseorang menyambutnya sambil tersenyum, wanita cantik berambut brunette. "Hai. Cari siapa?" tanya wanita itu yang umurnya sekitar 20 atau 21 tahun membuka pintu. Bella menjadi bingung. "Daniel Wijaya. Apa bener ini--" "Daniel ada yang nyariin," potong wanita itu berteriak ke belakang lalu kembali menatap Bella. "Kamu siapanya Daniel?" tanyanya kemudian. "Aku?" Bella menunjuk wajahnya. Wanita itu mengangguk, "Ya, kamu. Siapa lagi?" Ia balik bertanya. "Hai, Bell!" Daniel menyapa dari balik pintu dan tersenyum lebar. "Ayo masuk," ajaknya yang bergegas menggandeng tangan Bella memasuki apartemen. "Daniel, dia siapa?!" tanya wanita tadi yang masih penasaran. Daniel menoleh ke belakang. "Nanti aku kasih tahu," katanya singkat dan membawa Bella menuju sofa yang sudah dipenuhi beberapa teman Daniel di sana. "Ini acara apa?" tanya Bella terheran melihat di atas meja sofa dipenuhi dengan makanan dan minuman beralkohol. Musik bergenre house music juga memenuhi isi ruangan walau tidak terlalu keras. Daniel tidak melepaskan genggaman dan masih tersenyum. "Nanti kamu juga tahu sendiri," bisiknya. "Attention, please ...," Daniel setengah berteriak kepada teman-temannya yang seketika menoleh melihat mereka berdua. "Wow ... who is she, Dan?" tanya salah satu teman Daniel, pria berambut pirang berdecak kagum melihat kecantikan Bella. Tiga teman pria Daniel lainnya juga melakukan hal sama melihat Bella, tapi tidak dengan tiga wanita lainnya termasuk wanita yang membukakan pintu tadi yang menatap iri dan sinis. "Kenalin, namanya Bella Orzo," ucap Daniel kepada mereka lalu merangkul mesra bahu Bella. "She is ...." Ia melirik Bella serius lalu menoleh ke arah teman-temannya lagi. "My girlfriend."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD