Menikahlah Denganku!

637 Words
Senja Yudistira, menatap pekatnya langit yang dihiasi jutaan bintang. Hatinya begitu pilu saat kapal meninggalkan pelabuhan Merak. Mengingat begitu lamanya waktu yang akan ia habiskan untuk melamar sang kekasih, Jihan Permata Sari. Disaat Senja mengutarakan keinginannya melamar sang kekasih, tetapi pihak keluarga Jihan malah memberikan beberapa syarat kepada Senja. Satu buah rumah mewah, usaha yang tidak akan habis turun temurun, serta mobil mewah keluaran terbaru. Itulah sebagian kecil syarat yang harus dipenuhi oleh pria kelahiran Solok, Sumatera Barat tersebut. Agar bisa mempersunting Jihan, anak orang terpandang di provinsi penghasil rendang tersebut. Jihan, bajanjilah. Taruih setia manunggu denai pulang untuak maminang. Denai ikuik bajanji, manjago cinto yang alah lamo koto jalin. (Jihan, berjanji lah. Selalu setia menungguku pulang untuk melamar. Aku ikut berjanji, menjaga cinta yang telah lama kita jalin.) Senja memandangi sebuah foto yang selalu terselip di dalam dompet miliknya. Selama di perantauan, Senja selalu menitipkan pesan kepada Doni, sahabat sepermainannya waktu sekolah dulu. Sebaliknya, sahabat kecilnya itu juga mengirimkan kabar tentang Jihan yang masih menunggu kepulangan Senja, kembali ke Ranah Minang. Lima tahun kemudian. Senja telah siap untuk pulang ke kampung halamannya. Seperti janjinya dulu, ia akan datang melamar Jihan, kekasihnya. Lima tahun berusaha di rantau orang, Senja akhirnya mampu membuka beberapa rumah makan Padang, yang telah tersebar di beberapa kota besar di pulau Jawa. Terutama, Bandung. Ia menetap disana dan memulai segalanya di kota Kembang tersebut. Sebelum kembali ke Sumatera Barat, Senja mampir terlebih dahulu di sebuah Mall. Ia ingin membelikan sebuah cincin berlian untuk melamar sang kekasih. Namun, nahase bagi Senja. Saat kakinya berpijak di Mall tersebut, tatapannya beradu dengan seorang wanita cantik, yang selama ini ia rindukan. Tidak pernah sekalipun terbesit dipikiran Senja, akan bertemu dengan Jihan disana. "Jihan?" seru Senja senang. Ia melambaikan tangan kepada wanita yang telah lama dirindukannya. Namun, semua sudah tak sama seperti masa lima tahun yang lalu. Jihan membuang pandangannya ke arah lain. Wanita itu juga bergegas menjauh dari Senja. "Jihan, tunggu! Ji …,"Senja mengatupkan bibirnya. Melihat seorang pria, yang sedang menggendong gadis kecil. Pria itu juga memeluk bahu Jihan dengan posesif, seakan ia tidak ingin jauh dari wanita itu. "Kak Senja?" seorang gadis menepuk bahu Senja, yang sedang melihat Jihan dan pria yang tidak asing baginya. Senja berbalik. "Jingga?" "Iya, Kak. Aku Jingga, adiknya kak Jihan," jawab Jingga cepat. Seperti biasanya, gadis berlesung pipi itu langsung salah tingkah setiap berdekatan dengan Senja, pria yang ia cintai dalam diam. Karena pria bertubuh tegap itu kekasih kakaknya sendiri. "Kamu disini? Sejak kapan? Kesini dengan siapa?" selidik Senja. Ia berharap mendapatkan jawaban tentang Jihan dari jingga. "Baru enam bulan ini, Kak. Setelah wisuda, aku langsung kesini menyusulnya kak Jihan." "Berarti Jihan sudah lama tinggal disini?" "Sudah, Kak. Semenjak kakak menikah dengan kak Doni. Bukankah Kakak juga mengetahuinya?" Jingga memiringkan kepalanya. Deg. Jantung Senja seakan berhenti berdetak. Mendengar Jihan telah menikah dengan Doni, sahabatnya sendiri. Seingatnya, Doni selalu berkata, Jihan masih setia nunggu kepulangannya. Namun, tidak dapat dipungkiri tiga tahun ini, Senja putus komunikasi dengan kekasihnya itu. "Kamu jangan becanda, Jingga!" ucap Senja lirih. Tubuh pria itu seketika lemas. Sehingga ia terduduk di atas dinginnya lantai mall. "Aku tidak bercanda, Kak. Bukankah Kakak sendiri yang meminta Kak Doni untuk menikah dengan Kak Jihan. Karena Kakak sudah menyerah untuk berjuang." Senja mengangkat wajahnya. "Doni mengatakan itu?" Jingga mengangguk. "Iya, Kak. Tiga tahun yang lalu. Saat Kak Doni melamar Kak Jihan." Rahang Senja mengeras. Hatinya begitu sakit mendengarkan penjelasan Jingga. Ia tidak pernah menyangka, Doni tega mengkhianati dan merebut Jihan darinya. "Jingga, menikahlah denganku! Doni benar, aku lelah berjuang untuk Jihan. Namun, saat ini aku ingin berjuang untukmu!" Senja berdiri tegak. Mata tajam pria itu menatap tajam ke dalam manik hitam Jingga. Mata Jingga mengerjap. Ia tidak menyangka Senja akan mengucapkan itu kepadanya. Ucapan yang tidak pernah dibayangkan, bisa keluar dari mulut Senja. Hai Hai, bantu aku untuk tap Love cerita ini, ya ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD