"Vincent, Cherly, kalian hati-hati ya." Pesan, seorang wanita wanita cantik, yang mengantar keduanya ke teras rumah.
"Iya,Tante, kalo gitu, Cherly berangkat sekolah dulu ya," gadis cantik itu, masuk ke dalam mobil sport milik Vincent dengan semangat.
Tak berselang lama mobil sport yang membawa dua orang itu, meninggalkan rumah mewah milik keluarga Vincent. Selama di perjalanan, Cherly terus mencuri pandang pada Vincent yang fokus menyetir. Ia juga tidak berhenti tersenyum karena bisa pergi ke sekolah dengan Vincent.
"Turun!" Satu kata yang keluar dari mulut Vincent, membuat Cherly terkejut.
"Maksudnya?" Tanya Cherly tak mengerti pasalnya ini masih jauh dari sekolah.
"Lo turun di sini, nih buat naik taxi." Vincent melempar uang lima puluh ribuan, empat lembar pada Cherly.
"Tapi, tadi Mama kamu bilang, kita harus ke sekolah bareng," cicit Cherly.
"Gue gak peduli, lo turun sendiri, atau gue seret keluar!" dingin Vincent.
Cherly memilih keluar dari mobil Vincent sebelum ia di seret, untuk uang taxi ia tidak perlu mengambil uang yang Vincent berikan. Uang jajan miliknya lebih dari cukup, bahkan untuk mentraktir seluruh sekolah juga uang jajannya tidak akan habis. Yang ia pikirkan sekarang bagaimana caranya mendapatkan kendaraan dengan cepat.
"Grap, aja deh kayakny. " Cherly merogoh sakunya untuk mengambil ponsel.
Dirasa ponselnya tidak ada,ia langsung mencari ke isi tas tapi juga tidak ada, bahkan ia mengeluarkan seisi tas sekolahnya. Hanya ada perlengkapan sekolah dan dompet, ponselnya tidak ada didalam tasnya.
"Sekarang gimana, gak bisa pesen grab. Taxi juga gak ada yang lewat, bisa-bisa gue telat!" Cherly terus berjalan sambil sesekali melihat sekitar siapa tau ada taxi
Kakinya terus melangkah menyusuri jalan menuju sekolah, sebenarnya ia tidak tau jalan menuju sekolah dari rumah Vincent. Ini hari pertamanya berangkat dari rumah Vincent, karena ia menginap di sana.
Vincent selalu bersikap buruk padanya tapi ia tidak pernah marah sedikitpun pada Vincent. Dia adalah cowok yang selalu membuatnya bahagia dan menjadi penyemangat. Vincent juga cinta pertamanya, jadi mana mungkin Cherly akan marah hanya karena di tinggal seperti ini.
Suara rem motor terhenti begitu nyaring di telinga Cherly, membuat gadis itu kaget hingga menutup kedua telinganya. Cowok itu tertawa ringan melihat Cherly terkejut samapi seperti itu.
"Cantik," panggilnya.
Cherly menolehkan kepalanya, melihat cowok yang membuatnya terkejut bukan main. Wajahnya cemberut, melihat orang di depannya malah tertawa ringan.
"Kakak! berdosa banget ngagetin Cherly tau ga?" rajuknya, cemberut karena cowok itu malah tertawa. Padahal dia sudah merasa sangat takut, jika yang menyapanya tadi adalah preman, atau para berandalan jalanan.
"Lucu banget si kalo cemberut gitu Cher, kakak jadi pengen cubit." candanya, membuat Cherly semakin cemberut.
"Ish, ngeselin!" Cherly menghentakan kakinya kesal, meninggalkan pemuda itu dengan wajah cemberut.
"Mau kemana? Ayo kakak anterin ke sekolah, biar gak telat." Tanpa lama-lama Cherly berbalik, lalu naik ke atas motor, ini yang dia tunggu, mendapatkan tawaran tumpangan.
"Ayo, kak! Cherly buru-buru, gak usah bacot." kata Cherly tanpa rasa sungkan. Melihat perubahan Cherly yang sangat cepat membuatnya terkekeh pelan.
Motor sport itu segera melaju cukup kencang, membuat Cherly memeluk erat, perut cowok yang memberinya tumpangan. Hal itu membuat sang empu tersenyum dibalik helm full face-nya. Sesampainya di sekolah, beberapa siswa melihat takjub laki-laki yang mengantarkan Cherly. Walaupun tidak terlihat dengan jelas, namun mereka bisa melihat dengan mata batin, jika seseorang dibalik helm full face itu memiliki wajah tampan.
"Makasih kak Jhosua, byeee." Cherly langsung berlari memasuki area sekolah, dengan melambaikan tangannya.
"Hm, lucu banget." Gumam Jhosua tersenyum tipis, gadis itu sangat ceria dan selalu menebarkan energi positif untuk semua orang. Jadi, jangan heran jika banyak yang akan menyukainya.
Di dalam kelas, Cherly segera duduk di bangkunya sebelah Alina, di belakangnya tepat Vincent dan Peter. Masih sibuk mengatur nafasnya Cherly tak memperdulikan tatapan bingung Alina.
"Kenapa lo kaya di kejar anjing gitu?" Tanya Alina, melihat Cherly, yang ngos-ngosan dengan wajah memerah karena gerah.
"Gue hampir telat, gara-gara gak nemu angkutan anjir, untung ada kak Jhosua tadi huuh.” Cherly menidurkan kepalanya di meja, masih dengan nafas ngos-ngosan. Saat sampai di gerbang sekolah tadi, bel masuk sudah berbunyi, jadi dia lari dari gerbang.
"Tumben cari angkutan, bangkrut lo?" Ejek Ciko.
Novel yang tadinya ada di meja Alina, melayang tepat mengenai kepala Ciko, Alina yang melihat Novel itu melayang begitu saja melongo tak percaya. Bisa-bisanya Novel yang ia jaga dengan sepenuh hati seperti anak sendiri di lempar tanpa perasaan, oleh Cherly. Cepat-cepat Alina menyelamatkan novelnya sebelum di lempar lagi oleh Ciko. Yang terlihat mengangkat novelnya.
"Berani lo lempar novel gue, pulang sekolah nanti tangan lo akan hilang!" Ancam Alina, dengan menatap tajam Ciko.
Ciko menatap ngeri pada Alina, yang menatap dirinya tajam sambil memeluk Novel. Cewek kalo sudah menyangkut novel suka begitu, akan sangat sensitif dan agresif. Memberikan seluruh kasih sayang pada semua novel yang mereka punya, jika ada yang meminjam pasti akan di teror dengan banyak peringatan.
"Selamat pagi anak-anak, silakan dibuka buku matematika kalian. Kerjakan soal nomor 1-15, ibu tinggal dulu dan nanti bukunya harus dikumpulkan." Semua murid yang ada di dalam kelas itu tampak menghela nafas pasrah.
Jam istirahat tiba, Cherly sudah bersemangat kembali dengan senyum ceria seperti biasanya Cherly berjalan menuju kantin bersama Alina, dengan membawa dua kotak bekal makan. Bukan untuk Alina, itu untuk Vincent seperti biasa ia akan membawa dua bekal, satu untuk dirinya dan satu untuk Vincent. Meskipun selalu di tolak bahkan di berikan pada orang lain tepat di depan matanya, tapi Cherly terus membawakan bekal untuk Vincent.
"Nih, tadi aku siapin ini sendiri loh. Ini nasi goreng kesukaan kamu." Kata Cherly sambil membuka kotak bekal untuk Vincent.
"Wih, baunya harum, lo printer masak ya Che?" Tanya Peter, dengan memuji masakan Cherly.
"Hehe enggak kok, gue baru belajar sama mama. Dan sering masak nasi goreng kesukaan Vincent, jadi jagonya ini aja sama beberapa masakan sederhana." Jelas Cherly begitu antusias.
"Ini kamu makan ya Cent." Cherly menyodorkan nasi goreng buatannya pada Vincent yang fokus pada ponselnya.
Sudah biasa Vincent mengabaikan Cherly seperti itu, bahkan selalu menganggap Cherly tidak ada. Sejak mengenal Cherly hidupnya berubah drastis, selalu terusik dengan Cherly yang mencari perhatian pada dirinya. Terlebih sekarang Cherly tinggal bersama dirinya karena di titipkan oleh kedua orang tuanya.
"Vincent dimakan dong sekali ini aja, pleasee." pinta Cherly sambil mengerucutkan bibirnya.
Vincent tetap diam seolah tuli dengan panggilan Cherly. Alina dan Petter menatap kasihan pada Cherly karena usahanya selalu sia dia. Bahkan tak satu pun yang di lakukan oleh Cherly pernah mendapat respon baik dari Vincent.
"Lo makan aja, gue gak nafsu." kata Vincent memberikan bekal yang dibawakan oleh Cherly, pada Peter.
"Loh kok gitu, kan aku kasih ke kamu." Protes, Cherly dengan wajah kecewa.
"Lo udah kasih ke gue, jadi terserah mau gue apain. Daripada gue lempar ke tong sampah, mending dimakan Peter kan?" Vincent menatap malas pada Cherly yang kecewa.
Cherly mengangguk lesu, karena makanan yang dibawanya untuk Vincent kembali tidak di makan, padahal tadi pagi ia sengaja bangun lebih awal demi masak untuk Vincent. Ternyata tetap tidak di lirik sedikitpun oleh Vincent.
"Ayo Cher, makan, gue laper." ajak Alina.
Gadis itu menyeret Cherly ke meja kantin yang sedikit lebih jauh dari meja Vincent dan temannya. Sikap Vincent pada Cherly tidak pernah berubah, selalu seperti itu. Jahat, tidak berperasaan dan menjengkelkan, seperti itulah yang Alina pikir.
"Haii cecan." sapa Ciko heboh seperti biasanya.
"Neng Cherly yang cantik seperti bidadari, kulitnya putih kayak kunti kenapa nih?" Tanya Aldo sambil mencolek dagu gadis itu genit.
"Cherly kenapa nih kok lemes banget kaya cacing gak punya tulang?"
Alina menggeleng kepalanya lelah melihat teman-temannya begitu mengenal, mereka tidak pernah serius salam apapun. Padahal Cherly cemberut dengan wajah lesu malah di gituin, benar-benar tidak punya otak.
"Cher mau pesen apa?" Tanya Alina.
"Gue males makan!" tolak Cherly lalu menidurkan kepalanya di meja.
"Pasti Vincent lagi, udah lah lo cari cowok lain aja jangan ngejar-ngejar dia. Lo tuh cantik, banyak cowok di luar sana yang suka sama lo, dan tentunya bisa menghargai perasaan lo." kata Galih sengaja berbicara dengan keras agar Vincent mendengar.
"Lo gak tau gue suka sama dia udah hampir dua tahun, gak gampang cari pengganti Vincent. Dan gue gak mau gantiin dia sama siapapun." Gumam Cherly pelan.
Galih menatap Vincent kesal, sedangkan yang di tatap tersenyum remeh pada dirinya. Selama ini Cherly selalu melakukan apapun untuk mendapatkan sedikit perhatian dari cowok itu. Tapi semuanya sia-sia, dia malah di perlakukan tidak baik bahkan sering di permalukan.
Bahkan Vincent tidak pernah mendorong Cherly hingga terjatuh dan mengakibatkan telapak tangan gadis itu terluka. Tetapi Vincent langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun.