bc

Blue and Grey

book_age18+
15
FOLLOW
1K
READ
revenge
mafia
gangster
drama
tragedy
witty
detective
realistic earth
crime
like
intro-logo
Blurb

Siapa yang tidak kenal Raphael Suarez ? Pria menyebalkan yang membuat orang ingin sekali menonjok wajahnya dan juga salah kepala kartel yang karismatik.

Dan ketika ia baru saja ditinggal pergi oleh seseorang yang amat berarti baginya, Andrew Kwon. Sang adik yang ia banggakan memilih untuk memutar punggung ke arahnya. Meninggalkannya bersama adik-adiknya yang lain. Gabriella Alvaro yang diam-diam mencintainya dan Juan Santoro yang berusaha keras untuk mengambil hatinya...

Lalu bagaimana akhirnya ia terlepas dari kutukan ia kira ada pada dirinya? Karena itulah ia memilh untuk tidak menaruh perasaan kepada orang-orang yang ia rasa tidak mampu menanggung cintanya. Hingga cinta sendiri datang padanya...

chap-preview
Free preview
Prolog
(New York, End of Fall. 2004) “Kenapa harus hari ini, sih?” Pria tinggi bertubuh tegap, berkepala plontos, dan tampak makin menakutkan karena berpakaian sangat tipis ketika angin berhembus dengan sangat kencang itu sekarang menoleh melalui atas bahu ke arah pria yang memberengut di belakangnya ketika keduanya baru saja menaiki undakan. Pria muda itu sekarang meniup-niup tangannya yang telah bersarung tangan. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. “Tidak ada yang menyuruhmu untuk ikut, Senor.” Pria itu mendorong pintu gedung apartemen itu lalu mempersilahkan pria muda yang masih terus menggerutu dengan gigi bergeletuk itu masuk ke gedung hangat itu. Pria itu sekarang mendongak sambil melihat sekeliling. Gedung apartemen ini jelas cukup mahal dan berada di kawasan lumayan. Sekarang pria plontos itu sedang membaca satu-persatu nomor di kotak-kotak surat yang memuntahkan isinya itu. Jelas belum ada yang ingin turun untuk mengambil surat-surat mereka ketika cuaca seperti ini. Setelah itu si pria muda mengikuti si pria pelontos menaiki tangga. Setiap langkah mereka mengeluarkan suara derit di atas anak tangga yang mereka naiki. “Jadi Bernardo, maukah kau berbaik hati memberitahuku berapa banyak utang pria itu dengan kita?” tanya Si pria muda itu sekarang dengan napas terputus-putus. Akhirnya melepas sarung tangannya dan menyelipkan ke salah satu saku mantelnya. “Dua ribu dollar.” Lalu Bernardo berbalik ke arah pria yang sekarang sibuk terengah memegang pembatas tangga. Karena masih tidak ada reaksi si pria berkepala plontos kemudian menyebut sebuah merek whiskey dari klub mereka. “Satu botol. Belum bayar.” Si pria muda terkesiap dengan mata mendelik. “Astaga, kalau begitu mari kita tagih dia!” Keduanya langsung menutup mulut ketika seorang anak laki-laki melewati mereka dengan sekantung besar belanjaan yang diseret menaiki tangga dengaan susah payah. “Bisa aku bantu?” Bernardo mengerjap. Ia ingin menarik menarik perhatian si pria muda dari si anak laki-laki, namun sekarang si pria muda sudah mengambil belanjaan itu dari tangan si anak. “Ini masih terlalu pagi untuk keluar sendirian. Tapi kau terlihat seperti anak yang baik. Jadi di mana rumahmu?” Si anak laki-laki dengan topi rajut abu-abu yang menutup hingga telinganya sekrang mendongak ke arah Raphael. Ia menjawab pertanyaan si pria muda dengan gedikan dagu ke arah salah satu pintu di depan mereka. Si pria muda sekarang berjalan bersisian dengan anak laki-laki itu menuju pintu apartemen yang dimaksud. Bernardo menunggu dengan sabar dari kejauhan ketika si pria muda menyerahkan kembali kantung belanjaan itu kepada yang punya. Si anak membungkuk ke arahnya sebagai ucapan terimakasih dan berbalik badan. Adat yang tidak biasa untuk kehidupan New York. Bernardo mengawasi si pria muda yang berjalan mundur menjauh dari pintu apartemen si anak laki-laki. Sebelum harus menangkap ujung kerah mantelnya karena tersndung dengan kaki sendiri. Ketika Bernardo membantu si pria muda bangkit berdiri. Ia merasakan gundukan pangkal senjata di ikat pinggang pria itu. “Gracias, Bernardo.” Si Pria Muda dengan cengiran lebar. Benardo kembali menyambar kerah mantel pria muda itu karena ia berjalan ke arah yang salah dan membaliknya ke apartemen yang seharusnya mereka datangi sedari tadi yang letaknya hanya di samping pintu apartemen anak laki-laki tadi.     Si pria muda masih memusatkan perhatian ke arah apartemen si anak laki-laki ketika Benardo tengah bersiap untuk menendang lepas gerendel pintu dengan kakinya. Begitu menyadari apa yang dilakukan oleh Benardo, si pria muda menariknya mundur sambil menggumam sesuatu dalam Bahasa Spanyol “Hey, tidak perlu begitu! Kita bisa menarik perhatian para tetangga.” Benardo mengerjap. Si pria muda benar. Mereka memang bukan berada di area gedung apartemen kumuh yang bisa didobrak semaunya dan para tetangga yang tidak ingin tahu apa yang terjadi dengan tetangga yang lain. Gedung apartemen ini mungkin penuh dengan para wanita kulit putih paruh baya yang dengan senang hati menelpon polisi hanya karena tetangga mereka menutup pintu apartemen terlalu keras. Jadi Bernardo membiarkan si pira muda mengeluarkan sesuatu dalam dompetnya dan mulai mengutak-atik kunci gerendel pintu sambil berjongkok di hadapannya. Tidak barapa lama terdengar suara kunci terbuka... Ini adalah aksi penagihan utang paling damai yang pernah Bernardo lakukan. Ia bahkan merasa geli karena tidak mendengar suara teriakan atau apapun dari dalam apartemen itu begitu mereka memaksa masuk. Ia mengawasi si pria muda mulai melihat sekeliling dan cukup pandai untuk tidak menyentuh apapun. Karena mereka bisa saja menemukan sesuatu yang seharusnya mereka tidak lihat. “Well, sepertinya si b******k itu tahu kita akan datang.” Si pria muda berkata ketika mereka sama-sama berada di kamar utama dana mendapati kamar itu penuh dengan barang-barang yang berantakan. Setiap laci pada lemari terbuka, begitu juga dengan lemari pakaian. Si pria muda mencoba mengintip ke dalam satu laci di meja rias. “Yep, pria itu positif kabur. Tidak ada satupun barang berharga di sini.” Si pria muda mengedikkan bahu.  Bernardo bersumpah serapah sejenak sebelum mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana. Berbicara sangat cepat dengan siapapun di sana dengan matanya yang mengawasi si pria muda berkeliling di sekitar kamar. Membalik sebuah pigura foto yang terjatuh di lantai. “Foto ini tampaknya tidak jatuh dari nakas secara tidak sengaja.” Si pria muda berjongkok dengan kepala dimiringkan ke arah pigura yang menunjukkan pasangan dengan senyum merekah dengan latar Brooklyn Bridge itu. “Kasihan.” Bernardo mematikan sambungan teleponnya bertepatan dengan si pria muda yang bangkit berdiri. “Señor, sebaiknya kita pergi dari sini.” “Anak itu ulangtahun hari ini.” Bernardo mengerjap, “Perdón?” tanyanya sambil menyelipkan ponsel ke dalam saku celananya. “Anak yang tadi aku bantu. Di dalam plastik belanjaannya tadi ada kue dan dekorasi ulangtahun.” Si pria muda tersenyum lalu mengecek arlojinya. “Dan aku lapar. Ayo, siapa tahu orangtuanya tidak marah dengan kedatangan kita.” Bernardo yang terlalu tercengang itu masih berdiri membeku ketika si pria muda berjalan melewatinya. Menyiulkan lagu “selamat ulangtahun” sepanjang koridor menuju apartemen anak laki-laki tadi. “Aku tidak tahu ia keturunan etnis apa. Tapi matanya warna biru! Dan ternyata cukup ceroboh untuk membiarkan pintu apartemennya terbuka begini.” Si pria muda menarik napas panjang di ambang pintu dengan kedua tangan di dalam saku celana Sejak si pria muda bersikeras ikut dengannya pagi tadi. Bernardo tahu tidak mungkin tidak ada yang terjadi. Pria muda itu selalu penuh kejutan bahkan ketika ia sudah mengenalnya sejak pria itu masih kecil sekali. “Sir, apa yang Anda lakukan di sini?” Si anak laki-laki sudah melepaskan topi rajut dan jaketnya itu mendongak ke arah kedua pria asing dan bersenjata itu. “Ikut merayakan ulangtahunmu.” Si pria muda menjawab sambil mengedarkan pandangan dari atas kepala si anak. “Mana orangtuamu?” “Mom sedang tidur. Dad... tidak ada di rumah.” “Dan kau tidak punya teman. Jadi maukah kau berbagi kue itu dengan kami?” Bernardo menyadari si anak laki-laki juga melirik ke arahnya sebelum membiarkan kedua pria asing itu masuk. Bernardo tercabik antara ingin membiarkan pintu terbuka apa tidak. Karena sekarang ia melihat si pria muda mengambil topi ulangtahun kerucut berwarna emas dan memakainya dengan riang gembira. Bernardo menyusul ketika si pria muda membantu si anak laki-laki membuka kotak kue bening di atas konter dapur yang sangat bersih di rumah yang bernuansa cokelat dan putih itu. Bernardo yakin anak ini hidup tanpa bergelimang utang. Tidak seperti tetangganya... “Jadi apa kau mau membangunkan ibumu sekarang?” Si pria muda setelah selesai membantu si anak menaruh lilin di atas kue. “1” dan “0” Si anak tampak gelisah. “Sebaiknya tidak. Mom pasti capek sekali...” Bernardo mengerutkan dahi bersamaan dengan si pria muda memberinya lirikan penuh arti dari atas kepala anak itu. Dengan langkah terukur Bernardo mengintip setiap pintu di dalam apartemen itu tanpa selama si pria muda mengalihkan perhatian si anak laki-laki. Bernardo kemudian membuka satu-satunya pintu yang tertutup dan tanpa sadar membanting pintu itu hingga membuka. Mayat. Mayat wanita yang terbaring dengan selimut hingga d**a dengan rambut yang disampirkan ke salah satu bahu. Kulit dan wajahnya membiru dan sudah pasti akan mengeluarkan aroma jika tidak ditemukan secepatnya. Apalagi perut si mayat sudah terlihat menggembung. Sambil mengernyitkan hidung Bernardo merogoh salah satu kantong celananya dan mengeluarkan sarung tangan karet... “Apa yang Anda lakukan, sir?!” Si pria muda menarik bagian belakang kerah si anak laki-laki dan bocah itu meronta dalam cengekramannya. Bernardo dengan tenang membuka selimut dan mendapati salah satu pergelangan tangannya terdapat luka besar menganga dengan bekas darah kering. “Kenapa kau tidak melaporkannya ke polisi?” Si pria muda seteleah Bernardo menarik selimut itu ke atas. Menutup keseluruhan penampakan mayat itu. “Karena... hari ini ulangtahunku!” Sekarang si anak laki-laki berhenti meronta. Menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku ingin menghabiskan sehari ekstra dengan ibuku untuk hari ulangtahunku...” Bernardo mengamati sekeliling kamar. Tidak ada bercak darah selain di atas seprei dan sedikit diselimut. Anak laki-laki itu sudah pasti membersihkan sisanya seorang diri. Bernardo tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya. “Senor, sebaiknya...” Namun si pria muda sudah membungkuk untuk mendekap si anak yang terisak-isak itu. Bernardo mengawasi si pria muda itu mengusap-usap punggung si anak laki-laki. “Namaku Raphael Suarez, kau?” si pria muda - Senor Suarez muda dengan nada menenangkan. Butuh waktu sejenak untuk si anak laki-laki itu menjawab dengan suara terbata akibat tangis, “Andrew. Andrew Kwon.” Si pria muda – Raphael itu melepas pelukannya. Kedua tangannya mencengkeram kedua lengan si anak dan berkata dengan nada serius. “Oke, Andrew. Kalau dengarkan aku. Aku ingin kau melakukan ini dan aku tahu kau bisa melakukannya dengan baik...” ***   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.5K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.4K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook