Di dalam mobil yang melaju pelan menuju butik mewah di pusat kota, suasana terasa sedikit timpang. Rachel duduk di kursi belakang bersama Sani, sementara Dominic yang menyetir hanya sesekali menoleh lewat kaca spion. Sani hanya banyak diam. Pandangannya lebih sering menatap keluar jendela, memperhatikan lalu lintas yang padat, seolah mencari topik pembicaraan tapi tak juga menemukannya. Di sisi lain, Rachel seperti tak kekurangan bahan omongan. “Aku kasihan sama Kak Sani, karena punya calon suami yang sangat kaku,” ucap Rachel tiba-tiba, nadanya ringan tapi jelas mengandung ledekan. Dominic mendengus, memutar bola mata dengan malas. “Rachel,” ucapnya memperingatkan, tanpa menoleh. Namun seperti biasa, Rachel tidak pernah gentar oleh nada peringatan dari kakaknya. Justru matanya kini be

