Badai di Suatu Malam
Diandra Sasmita atau yang biasa dipanggil dengan Andra memandangi anaknya, Nayla Sasongko Putri yang terbaring manis di tempat tidur mewah serba pink-nya. Putrinya yang berusia lima tahun dan berwajah bak malaikat itu sudah tertidur pulas di atas bantal empuknya dan dilapisi selimut hangatnya.
Andra menarik telepon tablet dari samping wajah anaknya yang masih memutarkan tayangan video Frozen kesukaannya, dan kemudian mematikan tayangan itu dari layar tablet dan tersenyum. Ia mengelus sebentar kepala anaknya, sebelum akhirnya beranjak ke luar dari kamar itu dan mematikan lampu di dalamnya.
"Sleep well, my princess," ucap Andra dengan suara berbisik dari pinggir pintu seraya menutup pintu kamar anaknya itu.
Pemilik rambut pendek sebahu yang berwarna legam itu kemudian menyusuri koridor lantai dua rumahnya dengan anggun, lalu berjalan menuruni tangga rumahnya yang berukir untuk mencapai lantai satu. Sambil berjalan ke bawah, matanya masih sempat melirik ke arah potret bahagia keluarganya yang dipajang besar-besar di lantai bawah rumahnya, yang berisi fotonya, foto Nayla anaknya, dan Yuda Sasongko Putra, suaminya.
Tidak ada asisten rumah tangganya malam itu di sana, dan suasana rumahnya yang mewah lebih temaram malam itu. Udara di luar sangat dingin akibat hujan yang tidak berhenti turun sejak pagi dan bunyi langit bergemuruh tidak berhenti terdengar dari luar.
"Nayla sudah tidur?" tanya Yuda, suaminya, yang malam itu sedang menonton siaran langung pertandingan bola di ruangan tengah. Pria itu terlihat mengecilkan sedikit volume televisi untuk berbicara dengannya.
Andra mengangguk, lalu menghampiri Yuda yang sedang berbaring di atas sofa dan ikut berbaring dengan posisi menyamping di sana. Ia langsung meraih tangan Yuda dari belakang untuk memeluk pinggangnya, sambil ikut menyaksikan pertandingan bola bersama suaminya itu.
"Kamu baru mandi?" tanya Yuda, suaminya yang tampan dan tinggi besar itu kepadanya sambil mengendus aroma vanilla dari helai rambut Andra yang halus. Andra tidak menjawab dan hanya tertawa kecil saat Yuda mengibaskan helai rambut istrinya itu dari bagian lehernya, lalu menciumi kulit mulus istrinya.
Suaminya itu baru saja pulang dari kantornya di Sudirman Central Business District satu jam lalu. Pria yang berasal dari keluarga pemilik salah satu gedung pencakar langit di Jakarta itu memang sengaja tidak menyapa istrinya tadi. Ia tahu istrinya selalu berada di kamar Nayla dan sedang berusaha menidurkan putri mereka di jam-jam kepulangannya.
Andra sendiri juga tahu di waktu-waktu tertentu akhir minggu, suaminya terbiasa langsung mandi, makan malam, dan langsung menyaksikan pertandingan bola di ruangan bawah begitu tiba dari kantornya. Pria itu tidak pernah mau mengganggu istrinya dengan menonton Liga Inggris dari kamar mereka.
"Dingin sekali di sini," bisik suaminya di telinga Andra. Napasnya yang hangat dan berbau mint segar menyapa kulit leher Andra dan membuat Andra langsung bergidik geli. "Kamu enggak lagi sengaja goda aku, kan?"
Andra menoleh sedikit ke belakang dengan wajah pura-pura bingung. "Apa? Goda kamu?"
"Baju kamu ini," gumam Yuda sambil menyentuh pakaian dalam Andra yang berdada rendah di balik kimono tipisnya. "Kamu tahu kalau aku selalu enggak tahan lihat kamu pakai pakaian begini, kan?"
"Ge-er kamu!" ucap Andra mengelak dari tuduhan Yuda yang berdasar.
Suaminya itu menertawakannya. Meski Andra mengaku tidak sedang menggoda suaminya, ketika suaminya itu menciumi lehernya lagi, wanita itu tidak melarangnya. Bulu kuduknya meremang dan tubuhnya yang sebenarnya kedinginan langsung memberikan reaksi.
Ia langsung menggeliat saat merasakan telapak tangan hangat Yuda menyentuh pundak terbukanya dengan nakal. Tangannya iseng menepis tangan Yuda yang bermaksud memasuki area dalam gaun tidurnya, tetapi Yuda tidak terpengaruh.
Suaminya itu langsung bergerak menindih tubuh Andra dengan cepat dan langsung memasukkan lidah hangatnya ke dalam mulut Andra. Mulut mereka saling berpagutan, dari gerakan lembut sampai berubah menjadi kasar dan cepat hingga Andra hampir kehabisan napas.
Wanita itu memalingkan wajahnya sejenak untuk mengambil napas dan Yuda langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk menurunkan kepalanya ke bagian bawah wajah Andra. Pria itu kemudian menciumi permukaan tenggorokan Andra sambil memasukkan tangannya ke dalam gaun tipis istrinya itu.
Tangan Andra pun dengan refleks meremas rambut cepak Yuda. Setelah sengaja meninggalkan jejak-jejak merah di bagian-bagian sensitif tubuh Andra dan membuat istrinya melenguh dengan keras, kini Yuda melepaskan sisa pakaian yang melekat di seluruh tubuh mereka.
Dengan cekatan, pria itu kemudian menghujami istrinya. Keduanya melakukannya cukup lama di atas sofa dengan suara-suara erangan yang tertutupi oleh bunyi gemuruh petir dan siaran pertandingan bola di televisi.
Setelah puas bersenggama, keduanya kemudian tergeletak sejenak di atas sofa dengan napas yang sama-sama tersengal-sengal. Beberapa menit setelah sama-sama mengambil jeda istirahat, Andra melihat Yuda beranjak dari sebelahnya dengan masih polos tanpa busana apa pun di tubuhnya yang kekar.
"Aku akan ke kamar mandi sebentar," kata pria itu sambil mencium kening Andra sekilas. "You know that I really love you, right?"
"I love you more," jawab Andra dengan senyuman mengembang di bibirnya.
Wanita itu kemudian meregangkan otot-otot tubuhnya di atas sofa dengan senyum bahagia. Tapi kebahagiaan yang dirasakannya tidak berlangsung lama. Kaki Andra mendadak menyentuh sesuatu yang keras di bagian ujung dalam lengan sofa, dan itu membuatnya terdiam. Ia lalu mengangkat tubuhnya untuk melihatnya dengan perlahan.
Di bagian sisi lengan jok sofa tempat Yuda terbiasa duduk, ada sebuah ponsel asing yang diletakkan tersembunyi, tepat di bawah lipatan sofa. Andra tidak pernah melihat ponsel itu sebelumnya dan tidak tahu siapa pemilik ponsel itu.
Wanita itu kemudian memiringkan kepalanya sambil mengamati ponsel itu dan ia kemudian mencoba mengutak-atiknya. Dahi Andra berkerut ketika melihat ponsel itu tidak bisa terbuka dan terlihat dikunci dengan sistem pemindai sidik jari.
Ia kemudian memutuskan untuk menyerah dan menanyakannya saja kepada suaminya tetapi saat ia berniat untuk meletakkan kembali ponsel itu, wajahnya mendadak menjadi kaku. Sesuatu dari ponsel itu tiba-tiba menarik perhatiannya dan ia kini mendekatkan layar ponsel itu ke wajahnya sekali lagi.
Sepasang tangan bergandengan terlihat menjadi wallpaper dari ponsel yang terkunci itu. Andra jelas tidak mengenal tangan milik siapa yang satunya, tetapi ia jelas mengenal tangan lain dalam foto itu. Luka parut di bagian jempol kanan dalam foto itu begitu identik dengan tanda lahir yang khas dari tangan milik suaminya sendiri.
Wanita itu tercengang di tempatnya dengan pikiran mulai curiga. Kepalanya sibuk mencerna mengapa tangan suaminya ada di wallpaper sebuah ponsel asing yang sebelumnya tidak pernah ia lihat.
Ponsel itu bahkan disembunyikan di lipatan sofa dengan kondisi volume yang sepertinya sengaja disenyapkan. Ia lebih tegang lagi ketika melihat kehangatan yang terpancar dari genggaman sepasang orang yang memakai cincin pernikahan di dalam foto itu.
Tidak mungkin, ujar Andra dengan kepala yang mendadak panas dan jantung yang berdebar kencang. Tidak mungkin ini tangan Yuda! Yuda sudah menikah denganku dan cincin pernikahan kami berbeda. Mungkin ini hanya orang lain saja yang memiliki luka yang mirip dengannya!
Baru saja Andra berusaha mengenyahkan pemikiran mengerikan di otaknya, mendadak sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel itu. Bola mata Andra pun langsung mengerjap dengan kaget dan tubuhnya terasa oleng mendadak ketika membaca sebuah pesan dari kontak yang disimpan dengan nama 'istri tersayangku' tersebut.
Bip.
[Aku lupa, tadi sore kamu minta foto USG bayi kita kita di rumah sakit? Aku salah kirim fotonya ke handphone kamu yang satu lagi.]
Bip.
[Kamu pasti masih nonton bola, ya?]
Bip.
[Anak dalam kandungan aku rindu dengan ayahnya. Cepat pulang ke rumah kita, Papa Yuda Sasongko Putra! We both miss you so much!]
Andra melempar seketika benda di tangannya itu ke atas sofa, begitu membaca notifikasi terakhir yang masuk ke ponsel asing itu. Mendadak ia merasakan sesak di dadanya dan kepalanya menjadi berkunang-kunang.
Ia melihat Yuda kini sudah keluar dari kamar mandi ruangan tengah, tetapi Andra tidak lagi menyambutnya dengan hangat. Wanita itu langsung berdiri dari atas sofa, dan dalam hitungan singkat, ia berlari cepat menaiki tangga menuju kamarnya di atas dan jatuh menangis di sana.