bc

Sebelah Mata

book_age12+
177
FOLLOW
1K
READ
dark
time-travel
tragedy
mystery
straight
expert
supernature earth
supernatural
special ability
like
intro-logo
Blurb

Ros berharap dia tidak pernah dilahirkan seperti ini. Dianugerahi kemampuan untuk melihat dunia astral yang tidak lazim bagi banyak orang. Bukan hanya melihat, tapi Ros juga bisa berkomunikasi hingga berkelahi dengan para makhluk bandel yang mencoba mengganggu atau melukai manusia. Karena kemampuannya Ros selalu dijauhi banyak orang.

Sebenarnya Ros memiliki dua orang teman. Namun dua-duanya juga tidak terlihat seperti orang normal kebanyakan. Ayla, gadis seusianya yang sebenarnya aneh juga, dan Gagah, teman satu sekolahnya namun beda kelas, yang ingin jadi penerusnya Rendra.

Ros ingin menanggalkan kemampuannya, namun urung ketika dia bertemu Taji. Lelaki yang sudah pasti bukan manusia ini datang untuk meminta bantuan melepaskan kutukan dan segel yang dipasang pada keluarga dan dirinya.

Ros tak menyangka perjumpaannya dengan Taji mengungkap banyak rahasia. Petualangan baru melepaskan segel kutukan tersebut membuka satu per satu fakta tersembunyi. Tentang siapa orang-orang yang saat ini berada di sekelilingnya. Termasuk orang yang selama ini dia sayangi.

chap-preview
Free preview
Rutinitas
Minggu di penghujung bulan ini membuat Rosmanah harus tetap berurusan dengan kemenyan, kembang tujuh rupa, plus nasi tumpeng dan bekakak ayam. Segala macam atribut tadi sudah diletakkan di kaki pohon beringin di tanah kosong yang begitu luas. Ros sebetulnya sedang kelelahan dan sedikit merasa sakit perut. Maklum, haid kadang membuatnya lesu dan tidak bersemangat. Ini masalah semua makhluk berjenis perempuan di muka bumi. Meskipun malas, tapi dia tak punya pilihan dan harus tetap menjalankan pekerjaannya. Dari mulutnya terlantun mantra dan rapalan yang tak jelas karena diucapkan begitu cepat sambil tangannya tampak terbuka kemudian ditutup kembali. Matanya yang hitam tetap menatap lurus penuh fokus. Sambil tetap merapal mantra, Rosmanah beranjak dari tempatnya semula kemudian mundur beberapa langkah dengan hati-hati. Dua bapak-bapak yang berdiri tak jauh dari gadis itu nampak begitu gelisah namun juga tak dapat menutupi sirat ketakutannya. “Bapak yakin nih, tanah ini bakalan bersih setelah dilakukan ritual ini?” tanya Pak Makmur berbisik. Bapak yang satu lagi menoleh kemudian mengangguk yakin. “Dia tidak pernah gagal, Pak. Saya yakin, setelah ritual pengusiran arwah ini selesai, tanah ini sudah bisa bapak dirikan bangunan untuk usaha apapun,” jawabnya juga sambil berbisik. Meski pun bicara bapak di sampingnya itu terdengar begitu meyakinkan, tapi Pak Makmur tetap masih sangsi. Karena sampai dua jam lamanya mereka disitu, tanda-tanda keberadaan hantu, jin atau semacamnya belum terasa. Angin yang tadinya berhembus begitu tenang tiba-tiba saja menjadi kencang. Pak Makmur sampai menyesali kenapa tadi dia berpikir bahwa tanda-tandanya masih belum terasa. Udara yang semakin membuat tubuh mereka menggigil saja sudah menjadi salah satu bukti. Kenapa masih sangsi. Dalam hati pak Makmur cepat meminta maaf entah pada siapa, bahwa dia begitu percaya tentang keberadaan makhluk apapun itu. Sedikit ngeri jika mau menyebutnya hantu, hiiiyy. Laki-laki bertubuh tambun itu bergidik betulan. “Rooossss, set4nnya udah dateng belom?” bisik bapak yang berada di sebelah pak Makmur sangat lirih. Dia adalah ayah dari Rosmanah, namanya Joko. Wajahnya tidak proporsional dengan bentuk tubuhnya yang gemuk. Belum lagi perutnya yang kur4ng aj4r karena lebih maju dari hidungnya. Pak Joko ini selalu menemani Ros kemana pun saat dia menangani kasus. Secara harfiah, pak Joko adalah manager dan seksi sibuknya Ros. Semua kebutuhan Ros diurus dengan saksama dan rapi oleh beliau.  “Nggak tahu, pak. Aku belom ngeliat apa-apa. Masih gelap aja begitu.” Ros balas berbisik, lebih lirih. “Tapi bapak udah ngerasa merinding disko nih, Ros. Set4nnya sengaja nggak nampakin diri ke depan kamu kali, Ros. Jadi, masih belom bisa kamu liat. Coba fokusin lagi penglihatan kamu.” Pak Joko menyangsikan keterangan anaknya sendiri. Dia sibuk celingukan kanan-kiri. Ros kontan mendelik sebal pada ayahnya. “Aku udah konsentrasi plus fokus ampe tenggorokan kering nih, pak. Setannya memang belom bisa aku liat. Huh!” Ros jadi dongkol sendiri. “Ya, kali aja konsentrasi kamu yang masih bercabang. Tunda dulu bayangan ayam goreng sama sambel terasi di rumah, Ros.” Pak Joko berbisik dengan nada yang lebih ditegaskan. “Siapa juga yang mikirin ayam goreng, sih, pak? Memang aku nggak pengin cepat pulang apa, ampe betah amat di sini lama-lama.” Karena sudah tidak sabar juga, tanpa sadar Rosmanah berbicara tidak dengan berbisik lagi. Melainkan dengan volume tak santai seperti biasa. Dulu, ayahnya sempat curiga, suara Ros yang seperti ini juga sebenarnya bisa membangkitkan set4n dari tidurnya. Karena konsentrasi Ros yang tanpa sadar terpecah sejak ayahnya mengajaknya bicara, kemudian membuat dia kehilangan kendali atas situasi yang berubah drastis menjadi seseram film Malam Satu Suro-nya Suzzana yang pernah dia tonton saat masih SD dulu. Kini bukan hanya angin yang berhembus kencang, ranting dan dedaunan yang berjatuhan juga menambah kesan mistis. Anjing kampung yang sejak tadi tak terdengar suaranya, kini melolong panjang. Ros langsung menyadari apa yang sedari tadi di ‘tunggu’ olehnya telah menunjukan kehadirannya di sana. “Rooossssss, udah dateng, ya, set4nnya?” lagi-lagi Pak Joko bertanya berbisik. Namun kali ini diabaikan Ros karena dia harus kembali mengumpulkan konsentrasinya agar tetap stabil. Rambut panjangnya tergelung rapi, membuat wajah Ros yang terkena sinar lampu neon menjadikannya seperti cahaya bulan keempat belas sebab semakin menegaskan wajahnya yang manis. Mata hitamnya yang tadi menatap lurus perlahan memutar ke arah kiri dan langsung melotot. Angin semakin keras berentak-entak membuat suasana bertambah membuat bulu kuduk berdiri. “Set4nnya udah dateng ya, Pak Joko?” Pak Makmur bertanya dari balik kedua tangan yang menutupi wajahnya. Dia sudah ketakutan sejak tadi.  “Sepertinya begitu, Pak Mak. Gimana? Anak saya hebat, kan?!” Pak Joko berdecak bangga. Pak Makmur membuka celah di antara wajahnya kemudian membalas ucapan pak Joko tadi. “Usir dulu setannya. Baru saya mau percaya tentang kemampuan anak bapak.” Katanya tidak mau terburu menyimpulkan. “Tunggu, Pak. Sebentar lagi nih, anak saya pasti menghadapi setannya langsung.” Postur berdiri Ros sudah begitu siaga dan siap menghadapi apapun yang akan muncul di depannya. Matanya sudah awas, pendengarannya sudah terjaga dan insting terhadap keberadaan makhluk halus juga sudah sedia. Mata ketiganya menangkap sesosok makhluk berbalut terusan putih telah tergantung di atas pohon tepat beberapa langkah di depannya. Hanya saja ayah dan kliennya tidak akan bisa melihat itu dengan mata t*******g.  “Makhluk apapun kau, cepat keluar! Kenapa kau berdiam di tempat yang bukan tempatmu? Lekas tunjukan rupamu!” suara Ros berteriak ke arah pohon beringin di depannya itu. “Mana set4nnya Pak Joko? Kok nggak kelihatan? Anak bapak beneran bisa lihat set4n nggak, sih?” Pak Makmur bertanya lagi. Pak Joko berdecak sebal. Klien satu ini rupanya lumayan menyebalkan. Sejak tadi entah sudah berapa kali dia bertanya tentang kemampuan Ros melihat makhluk halus dan caranya mengusir mereka. Dia memang sudah bertemu dengan puluhan klien yang sama menyebalkannya, tapi tak menyangka tetap bisa dongkol juga kalau ketemu lagi klien dengan sifat sejenis. Akan tetapi Pak Joko sadar tentang pelayanan terbaik. Karena itu, meskipun sebal, dia tetap berusaha sabar menjawab pertanyaan kliennya tersebut dengan sabar. “Pak, kita tidak boleh berisik. Jangan sampai mengganggu konsentrasi anak saya. Pokoknya tahu beres saja. Psssttt,” Pak Joko meletakkan telunjuknya di depan bibirnya. Pak Makmur mengangguk kemudian kembali melihat pada Ros. Ros maju beberapa langkah. Dia kembali mendongak sambil menunjuk ke satu titik. Pak Joko dan Pak Makmur melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ros. Namun mereka tak melihat apa-apa di sana. Hanya gelap dan rimbunnya pohon yang mereka lihat. “Heh, makhluk yang ditolak bumi dan langit! Cepat tunjukan rupamu sekarang juga, sebelum aku habis kesabaran,” Ros menantang makhluk itu dengan suara lebih lantang. Angin kencang itu mereda seketika. Alam seolah diam. Sunyi yang mencekam membuat Pak Joko dan Pak Makmur saling beringsutan. Ros melangkah semakin mendekati pohon beringin itu. Tanah luas yang harus dia bersihkan dari segala macam makhluk halus ini sebelumnya telah dia kelilingi dengan bambu kuning dan daun kelor. Di beberapa titik Ros juga meletakan beberapa buah peniti, cermin dan juga gunting. Diam yang mencekam itu kemudian semakin membuat udara di sekeliling Ros, Pak Joko dan Pak Makmur beku. Ros tidak bergeming dan tetap terfokus pada makhluk yang sepertinya masih ingin bermain-main dengannya. Dengan sekali ayun, Ros melemparkan garam yang sudah diberi doa khusus ke arah makhluk itu, lalu dia langsung bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi dan kemudian suara pekik kesakitan langsung terdengar memekakan telinga, begitu juga Pak Joko dan Pak Makmur kontan berteriak sambil menutup telinga mereka karena tak tahan dengan suara pekik kesakitan makhluk tak kasat mata tersebut. Berakhirnya suara pekik kesakitan itu, muncullah juga sosok yang menakutkan –untuk Pak Makmur dan Pak Joko bila mereka mampu melihatnya- yang seakan menggantung di udara. Rambutnya begitu panjang hingga nyaris menyambar tanah. Wajahnya tertutup rambut sebagian, tapi tak dapat menyembunyikan matanya yang menyala seolah menunjukan betapa dia marah.  “Siapa kau? Kenapa menggangguku?” makhluk itu mendesis. Membuat siapapun yang mendengar pasti lebih memilih pingsan saja. Pak Makmur memang tak bisa melihat sosok apakah itu, tapi dia dan Pak Joko masih dapat mendengar suaranya dan itu jugalah yang menjadi alasan pak Makmur kemudian lunglai ke tanah. Pak Joko sebetulnya mau menyusul pak Makmur yang sudah pingsan duluan tapi naluri kebapakan dalam dirinya yang begitu kental malah membuatnya tidak bisa pingsan sama sekali.  “Harusnya aku yang bertanya padamu. Siapa kau? Kenapa kau mendiami daerah yang bukan hakmu?” Ros membalas dingin. “Aku sudah di sini bahkan sebelum aku mati. Dulu ini adalah tempat tinggalku.” “Kapan kau meninggal? Dan kenapa?” Makhluk berterusan putih itu turun dan kini hampir sejajar dengan Ros. Walau dia tetap melayang. “Aku mati dua tahun lalu. Rumahku kebakaran. Orang tuaku sedang tak di rumah saat itu. Tubuhku hangus dan tertimbun tak jauh dari pohon ini.” “Kalau begitu, maka jelas tidak alasan lagi kau untuk di sini. Lantas, kenapa kau justru menyusahkan orang-orang yang berhak penuh atas tanah ini? Menakuti mereka dan menggentayangi mereka?” “Ini tanahku! Ini rumahku! Kenapa kau mengusikku?” makhluk itu marah. Rambutnya seperti mampu bergerak sendiri dan menjalar mendekati kaki Ros. Ros sempat terhuyung ke belakang namun kemudian berusaha kembali tetap berdiri stabil dan matanya dia pejamkan tenang, mulutnya merapalkan doa, kedua tangannya terbuka ke udara. Meminta tolong dan bantuan mutlak pada Maha Pencipta.  Sementara makhluk itu terus tertawa sambil terus berusaha menggoyahkan Ros. Pak Joko mau tak mau ikut berdoa, dengan sepenuh hatinya. Meskipun kini lututnya lemas, nyalinya menciut dan pasti wajahnya sudah memucat meski tak bercermin sejak makhluk itu turun dan bertatapan langsung dengan putri tunggalnya.  “Darahmu begitu menyengat. Boleh kuhisap dulu sebagai pelengkap sesajen ini? Hahahahahahahaha.” Ros tersentak.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.9K
bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

Patah Hati Terindah

read
80.6K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

JANUARI

read
48.8K
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook