Bab 13.1: Pendidikan Penting Enggak, Sih?

1077 Words
banyak orang tua yang masih belum teredukasi dengan baik tentang betapa pentingnya pendidikan di dunia yang fana ini #ciyee elah wkwkwk. Intinya, banyak orang yang masih kolot dan mikir kalau semua itu gak menjamin kesuksesan. bener sih, cuma kan ya ... kalo lo sekolah pasti lebih mudah menjalani hidup yang keras ini. bukan begitu, fergusso? atau lo punya jawaban lain? yuk mari kita nyanyi. ting - ting bukan permen, ting- ting bukan biskuit ... hayooo apaan? wkwwkk  - kevriawan, 2020    = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =      Bab 13 : Pendidikan Penting Enggak, Sih?   Ini sudah sore, dan sudah waktunya orang - orang pulang kerja. Sama seperti gue yang sudah waktunya pulang kuliah. Gue ini masih maba, jadi jangan iri ya kalau lo semua ngeliat gue pulang lebih cepat dari yang lain. Belum ada drama kejar - kejaran sama dosen pembimbing skripsweet soalnya, jadi jam pulang masih teratur, ahay! Sebagai anak Mama yang baik, gue pun enggak mau membuat nyokap khawatir, jadi gue pulang begitu perkuliahan selesai … wait, ini alasan gimmick. Alasan sesungguhnya adalah karena gue enggak tahu mau ngapain lagi di kampus, lapar pakai banget tapi duit jajan udah luder overall buat makan siang. Oke skip.   “Jadi Anna kuliahnya di mana, Mbak?” Ibu - ibu berhijab pink memulai percakapan dengan teman sebelahnya.   Sementara itu temannya agak tertarik, dan mencondongkan tubuh sampai rumbai - rumbat baju birunya menjuntai ke arah si hijab pink. “Universitas Number Wahid, Bun. Kalau Nando di mana?”   “Kemarin si Nando nyoba PTN, tapi enggak lolos, Mbak.” si pink kayaknya FYI gitu genks.   “Lho, terus gimana? Kalau Kianna sih manut aja aku masukin ke UNW.” si baju biru kayak agak membanggakan UNW --- by the way, eamng gue tahu juga sih kalau UNW itu lumayan banget baik fasilitas, kualitas maupun biaya masuknya.   “UNW mahal enggak, Mbak?”   “Ya, gimana … namanya kuliah, kan kita mau yang terbaik buat anak, Bun.” si baju biru mendelik.   Lalu si ibu hijab pink tampak kesal dan setengah julid. “Iya, sih, tapi jangan mahal - mahal kali, ya, Mbak? Wong yang penting S1.”   Gue melirik, menatap pada sepasang ibu - ibu satu gender yang sedang asyik membicarakan putra putri mereka yang baru mau masuk kuliah. Mereka kebetulan duduk di arena non wanita, kesel sih, sebenarnya kayak mengambil jatahnya para lelaki, padahal di depan itu banyak banget area wanita yang bangkunya kosong. Gue enggak tahu mereka dari mana atau mau ke mana, tapi karena berdiri di samping kursi mereka, gue jadi mencuri dengar. Bahasa ketjehnya, gue menguping wahahahha.   “Lha, ya enggak dong, Bun. Kampus yang lebih mahal pastinya punya akreditasi yang baik, punya fasilitas mumpuni yang mendukung proses belajar mengajar, dan juga mereka punya reputasi dan kerja sama yang baik dengan perusahaan.” si ibu berbaju biru rumbai - rumbai menjelaskan dengan menggebu - gebu. “Dengan begitu anak kita akan lebih mudah masuk ke perusahaan yang bonafit, Bun.”   “Tapi semua pelajaran di kampus itu enggak bakalan kepake, Mbak. Nih, kita sendiri aja lulusan teknik tapi nyangkutnya malah di dokumentasi pelayaran.” si hijab pink tampak ngeyel. “Ijazah itu aja yang kita butuhkan, Mbak. Bukti kalau anak - anak kita itu S1, enggak usah lah bagus - bagus. Semua kampus sama, tho?”   “Ya enggak, dong Bun. Kampus dengan fasilitas bagus memang lebih mahal, pelajarannya lebih bagus. Memang hasil akhirnya itu ijazah dan pas kerja juga enggak selalu diterima dengan skill yang diajarkan kampus, tapi kan setidaknya yang menempel di isi kepala anak kita itu berkualitas, lho, Bun.” si ibu berbaju biru rumbai membalas sengit.   “Coba deh, Mbak sendiri apa masih ingat teori jaman kuliah dulu?”   “Ya enggak, lah. Lagian kalau ingat pun, teorina toh sudah berubah. Sudah enggak relevan. Lagian itu enggak dipake buat bikin final data perintah perkapalan.”   “Tuh, kan … Mbak sendiri mengakui kalau skill kampus itu enggak terpakai di dunia kerja.”   “Iya, tapi kan enggak semua. Bisa jadi nanti Kianna-ku mau kerja yang sesuai sama bidangnya.”   “Ah, tetap aja, Mbak. Yang dicari perusahaan itu, kan, cuma ijzah saja.”   “Lho, kalau begitu kenapa enggak sekalian saja cetak ijazah di tukang kunci serep depan kantor? Cuma dua ratus ribu sudah dapat ijazah, mau UI, UGM, U - U - U lainnya juga bisa. Bahkan katanya si abang bisa ngedit biar kayak Harvard.   “Duh, Mbak ini kolot banget, ya? Hahaha.”   “Nggak kebalik? Dah, ya Bun, turun dulu. See ya!” Si ibu berbaju biru rumbai turun dengan cepat. Seolah enggak memperhatikan apa - apa. mungkin dia jengah kali yak.   Gue mendelik, rasanya awkward banget mendengarkan percakapan kedua manusia gaje ini. Tapi kalau disuruh memilih atau memberikan score, mungkin gue hanya akan setuju pada pendapat si ibu berbaju biru dengan rumbai - rumbai. Justru yang kolot itu si ibu dengan hijab pink. Gue enggak paham, apakah isi kepalanya ditinggal sebagian di kantor biar bisa enggak tertinggal di besokan harinya atau bagaimana.   Jadi, genks … pendidikan itu penting banget! Mungkin kalian masih beranggapan bahwa ngapain banget sekolah. Padahal sekolah itu adalah salah satu jalan untuk mempersiapkan kalian menghadapi dunia yang kejam. Catat!   Kenapa, sih pendidikan itu pentingnya pake banget? Ini gue kutip dari Mbak Henny, dicatut dari kompasiana tapi ini versi gue, ya. Nah, jadi bukan cuma ibu - ibu tadi aja nih, genks yang berdebat soal pendidikan. Banyak juga orang yang  berpikir bahwa pendidikan itu penting, tapi tidak sedikit pula yang berpikir bahwa pendidikan itu tidak penting. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan maupun daerah terpencil, mereka menganggap pendidikan itu tidak penting. Bagi mereka, lebih baik bekerja daripada sekolah. Alasan utamanya sudah pasti bisa ditebak, karena jika bekerja mereka bisa mendapatkan uang, sedangkan sekolah hanya buang - buang uang saja. Ditambah lagi dengan kondisi saat ini yang sangat susah mencari pekerjaan. Maka dari itu, sekarang gue akan mengajak lo semua untuk membahas tentang pentingnya pendidikan.   * * * * *   to be continued * * * * *   By the way, kalau kalian merasakan sama seperti apa yang Jono rasakan, boleh banget langsung di tap LOVE nya gaes. Atau bisa juga kalau kalian mau add cerita ini ke library atau perpustakaan. Supaya kalau next time saya update, kalian enggak ketinggalan beritanya, hihiw~ Oke deh, kalau gitu see you in the next chapter ya!   Bye ....   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD