Bab 36 : Pengejaran Yang Mengkhawatirkan (2)

1040 Words
Pengejaran Yang Mengkhawatirkan (2) = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = Alesa berjalan perlahan melawan badai yang terjadi diutara benua Myeol. Dia memimpin perjalanan bersama korps khusus dan golgoda menerjang badai salju yang terjadi. Mereka tidak menyangka bahwa orang yang selama ini dikejar nekat untuk pergi ke utara. Perjalanan ini memang sangat sulit ditambah banyak prajurit yang belum bisa sepenuhnya melapisi aura ke tubuh mereka. Perjalanan mereka memang sangat sulit mengingat jarak mereka dengan Zatras semakin melebar akibat banyaknya rombongan mereka. Namun berkat jumlah mereka yang banyak mereka tidak kekurangan persediaan. Golgoda berperan penting dalam perjalanan di utara kali ini. Dia membantu melapisi sihir kepada para kesatria yang belum sepenuhnya menguasai aura. Berkat hal ini Alesha tidak merasa terbebani akibat Korpsnya yang rubuh akibat udara yang dingin dan sekarang sedang terjadi badai salju. Rombongan itu melanjutkan perjalanan dengan berbagai dukungan yang diberikan penyihir didalam rombongan mereka. Bibir Alesha yang semula merah cerah sekarang pucat akibat udara dingin yang menerjang sepanjang waktu. Persediaan mereka seperti makanan dan air semakin menipis karena perlu banyak energi untuk menerobos badai ini. Mereka berjalan perlahan tanpa sedikitpun istirahat ditengah badai. Ini adalah pengalaman antara hidup dan mati bahkan bagi Alesha sendiri. Kecuali Golgoda yang masih memiliki banyak stamina, para kesatria dan Alesha sendiri telah kelelahan menerjang badai salju yang terjadi disekitar pegunungan ini. Berdasarkan jarak yang mereka tempuh, Alesha memperkirakan bahwa perbedaan Zatras dan mereka makin menjauh. Dia hanya mengandalkan Golgoda untuk menentukan arah yang ditempuh oleh Zatras. Sudah 8 jam mereka berjalan dalam kelelahan menerjang badai. Alesha yang berjalan didepan dengan muka pucat melihat sebuah pohon besar. “Kita bermalam disini untuk hari ini kita akan melanjutkan perjalanan besok.” Alesha mengangkat tangannya untuk memberikan instruksi kepada para kesatria. Tanpa menunggu perintah lebih lanjut para kesatria yang kelelahan mulai mendirikan kemah disini. Golgoda juga segera menggunakan sihir tanah untuk membuat dinding sekitar kemah mereka dan mencegah para kesatria mati kedinginan sewaktu mereka tidur. Golgoda menjulurkan tangannya kedepan. Tak lama kemudian ruang didepannya retak dan menghisap tangannya kedalam. Dia menarik beberapa kayu bakar kering dari ruang kosong, melemparkannya kemudian dia menjentikkan jarinya hingga kayu bakar menyala dengan api. Para kesatria yang melihat ini tertegun. Sihir ruang adalah sihir kelas atas. Sihir ini dikategorikan sebagai sihir yang berbahaya karena jika seorang penyihir tidak cukup kompeten dia akan mengilang kedalam kehampaan ruang dan waktu. Tentu saja Alesha mengetahui seberapa kompeten Golgoda mengingat dia adalah salah satu penyihir yang berbakat dikekaisaran Archorn. Namun kaisar Xuander IX tidak menyukai Golgoda karena suatu alasan. Hingga seperti ini Golgoda telah berlatih sihir yang luar biasa tanpa bantuan dan dukungan dari kekaisaran. Dia sudah menjadi pasukan dari kekaisaran untuk waktu yang lama namun tetap tidak mendapat hak untuk memerintah sebuah unit khusus seperti Alesha. Selama ini dia tetap bekerja sendirian bahkan ketika sedang terluka sendirian ditengah misinya dia hanya menerima keadaan tersebut. Hal seperti saling membantu ketika situasi sulit seperti yang dilakukan Alesha tidaklah buruk bagi seseorang yang kesepian seperti Golgoda. Tak berhenti ketika api menyala, Golgoda kembali menggunakan sihir ruang. Dia mengambil persediaan darurat yang telah disimpannya. Sebenarnya ini adalah persediaan bagi dirinya ketika menjalankan misi jangka panjang. Namun jika dia tidak menggunakannya disaat seperti ini puluhan kesatria akan mati kelaparan. Mereka sudah tidak memiliki persediaan yang memadai. Golgoda bukanlah seorang yang kejam walaupun dia kerap memasang raut yang menyeramkan. Dia tidak pernah berbicara dengan para kesatria selama perjalanan dan hanya sesekali bicara dengan Alesha. “Hey kau kemarilah dan bagikan ini.” Golgoda menunjuk kepada salah satu kesatria. Kesatria itu terkesan dengan sihir Golgoda. Dia segera bangkit menuju Golgoda untuk mengambil persediaan dan segera membagikannya. Melihat hal ini Alesha segera mendekati Golgoda. Dia duduk disebelah pria tua yang selalu memasang ekspresi dingin. Tanpa menoleh keselahnya dia menjulurkan segelas alkohol yang telah dihangatkan didekat perapian didepannya. Tanpa berbasa-basi Alesha mengambil minuman itu dan meneguknya. “Terimakasih atas persediaanmu.” Setelah berbicara sepatah kata Alesha segera menuju api unggun dimana para kesatrianya berada. Kini Golgoda hanya sendirian didepan api unggun yang diterpa oleh badai. Dia juga tidak mengharapkan seseorang untuk duduk disebelahnya dan menemaninya sepanjang malam hingga terbitnya matahari. Dia bukanlah tipe orang yang mudah kesepian mengingat tahun-tahun yang dilalui seorang diri. Keheningan kembali menyelimutinya dikegelapan malam yang dingin. Badai salju seakan bertambah parah dan udara disekitar semakin dingin. Ini adalah malam yang panjang bahkan bagi seorang penyihir sekaliber Golgoda. Ini adalah pagi hari namun matahari belum terbit. Para kesatria telah bersiap merapikan kemah mereka untuk melanjutkan perjalanan. Golgoda membuka matanya dan melihat sekeliling mereka berbicara dengan uap dimulutnya masing-masing. Ini adalah pagi yang paling dingin yang dipernah dilalui oleh Golgoda. Dia memasang beberapa sihir pendukung agar tubuhnya dapat beradaptasi ditengah udara dingin yang menusuk. Dia juga memberikan beberapa sihir pendukung kepada Korps Kesembilan. Setelah persiapan mereka selesai, Golgoda mulai menurunkan dinding tanah yang mengelilingi mereka. Dinding ini sangat berguna untuk menangkal penyergapan hewan liar dan monster yang berkeliaran disekitar. Namun jika tidak dikembalin seperti sedia kala tidak menutup kemungkinan para druids akan merasa terganggu oleh mereka yang merubah alam. Ketika para druids merasa terganggu maka disitulah perjalanan mereka berakhir. Didalam hutan druids adalah eksistensi yang tidak terkalahkan. Bagai predator puncak, mereka akan terus memburu dan mengganggu orang-orang yang tidak menghormati alam. Gangguan mereka bervariasi mulai dari gangguan ringan hingga hilangnya persediaan mereka. Anehnya para druids dapat menyembunyikan dirinya menyatu dengan alam sehingga sihir pendeteksi tidak berguna untuk melacak mereka. Ini membuat Golgoda hati-hati dalam bertindak selama melakukan pengejaran terhadap Zatras. Ketika mereka diganggu oleh druids betapa menyebalkannya kehilangan bagian dari persediaan. Apalagi mereka berada di utara benua Myeol. Ini membutuhkan sikap ekstra berhati-hati agar pada druids tidak merasa terganggu.  Mereka melanjutkan perjalanan ketika matahari mulai terbit. Pemandangan gunung es dan cahaya dari matahari sangat indah dan membuat mereka terpukau. Bahkan Alesha dan Golgoda juga merasa bahwa pemandangan disini sangat indah. Namun perjuangan yang mereka tempuh untuk melihat pemandangan ini adalah kematian. Ketika seseorang jauh dari rumahnya dan menempuh jalan yang dingin dan berbahaya, mereka hanya bisa saling bergantung satu sama lain. Tidak terkecuali Golgoda dan Alesha, mereka harus saling bergantung untuk tetap dapat bertahan di utara benua Myeol. * * * * * * * * T B C * * * * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD