Seorang wanita gemuk duduk di sebuah kamar hotel. Ia baru saja terbangun dan kini tengah mencoba mendapatkan kesadaran yang hilang. Itu adalah Reisha Clemira janda beranak satu itu semalam menghabiskan waktu bersama dengan seorang pria yang tak dikenal.
Kini persentase 0% benang melekat pada tubuhnya. Tatapannya mengedar lalu menemukan sebuah note tertempel di cermin. Dengan menutupi tubuh dengan selimut, ia berjalan, lalu mengambil kertas tersebut.
'083333345 itu nomer ponselku. Siapa tau kamu butuh uang untuk mengugurkan kandungan itu nanti. (Jika kamu hamil tentu saja.) Yogi Finanda'
"Yogi Finanda?" gumamnya.
Dia menatap yang pada dinding yang menunjukkan pukul 07.00 pagi. "Ah sial!" Dia
segera bergegas untuk menuju toilet seraya memunguti pakaian yang berserakan.
Ponselnya sudah berdering sejak tadi dan itu adalah Strawberi putrinya, panggilannya Jil atau Bebe (Bibi). Anak perempuan itu berusia 6 tahun dan kini berada di kelas 1 sekolah dasar. Malam tadi seharusnya ia pulang setelah bekerja. Tapi malam tadi entah apa yang terjadi dan ia malah berakhir di hotel ini.
Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian ia segera beranjak pergi dari hotel Menatap layar ponsel. Banyak sekali panggilan dari ponsel milik Sinta temannya yang memang diminta untuk menjaga Bebe.
Dan kini ponsel itu berdering lagi segera ia terima. "Ya Bebe?"
"Mami di mana? Hari ini aku nggak sekolah ya?" Terdengar suara Strawberry dari balik telepon.
"Why? Kamu nggak mau sekolah Nak?" Sambil melangkahkan kakinya dengan cepat Ia terus berjalan keluar pintu hotel, lalu mencari ojek untuk segera beranjak pulang.
"Karena Mami semalam nggak pulang. Be sendiri di rumah."
"Semalam Mami kerja sayang. Kalau gitu Kamu sekarang sekolah, nanti mami masakin makanan kesukaan kamu. Hmm?"
"No, aku nggak mau sekolah, aku nggak mau sekolah."
Rei menuju kumpulan tukang ojek yang tengah memarkirkan motornya tak jauh dari sana. Ia menunjukkan jarinya dan meminta untuk segera diantarkan. Pemilik tubuh gemuk tentu saja kadang memilih ojek pun menjadi sebuah tantangan. Biasanya pemilik motor-motor tua akan menolak. Beruntung kali ini salah satu tukang ojek itu segera menerima.
"Komplek Cendrawasih ya pak." Rei memberikan instruksi kemudian motor itu segera.
"Nak, Mami OTW pulang. Kalau pas pulang Mami lihat kamu belum pakai seragam, lihat ya, Mami jitak kamu nanti. Babay Bebe." Rei kemudian mematikan panggilannya dan ia fokus dengan perjalanannya menuju rumah.
Kini di sebuah kamar megah seorang pria berkulit pucat tengah duduk sambil memegangi kepalanya. Ia sesekali menggeleng dan mendesah menyesali apa yang ia lakukan semalam. Seharusnya ia berhasil berkencan dengan gadis yang ia incar. Malah menghabiskan waktu bersama dengan wanita gemuk yang sama sekali tak ia kenal.
Semalam mabuk berat, ia sepertinya mengira wanita itu adalah Clarissa. Yogi mengincar Clarissa sejak lama, Gadis itu adalah salah satu anak dari rekan bisnisnya. Malam tadi mereka berdua bersama dan Yogi tak tahu kalau Clarissa keluar lebih dulu untuk pulang.
"Kok bisa? Kenapa malah tidur sama cewek gendut itu sih? Sial! Nanti kalau dia hamil gimana? Mana semalam gak pakai pengaman lagi. Gila!" Berkali-kali ia mengeluh dan marah pada dirinya sendiri. Biasanya selalu menggunakan pengaman tapi malam tadi sengaja tak ingin memakainya karena Ia berpikir kalau itu adalah Clarissa. Siapa tahu kalau sudah tidur bersama, wanita itu tak akan menolaknya lagi.
***
Malam hari sebelum ia terbangun di hotel tanpa busana, Rei mengantarkan klien untuk melakukan pertemuan di club. Wanita dengan berat 90 kilogram dan tinggi badan 169cm itu bekerja sebagai salah satu staf akuntan di Sun club. Dan ia juga bertugas sebagai guide dari beberapa perusahaan besar. Biasanya namanya digunakan untuk memesan ruangan. Untuk pertemuan-pertemuan yang bersifat pribadi dan tidak ingin dicatat dalam keuangan perusahaan.
Setelah merapikan tas, wanita itu bersiap untuk pulang. Sampai seorang temannya sampai seorang temannya berjalan menghampiri meminta tolong.
"Bisa temenin Pak Tedi dulu?" Aura meminta kepada Rei.
"Emang kenapa Pak Tedi minta ditemenin?" Rei bertanya karena tadi sewaktu ia tinggal tadi, pria itu terlihat baik-baik saja
"Tadi pas gue ke sana ngantar minuman, temennya belum datang, dan dia gabut sendirian. Jadi dia minta gue manggil temen buat nemenin dia. Kebetulan lo kan udah mau pulang." Aura berkata, ia kemudian menepuk bahu Rei saya menata penuh harap kepada temannya itu.
"Ruangan nomor 373 kan ya tadi?" Rei bertanya pada aura.
"Pikun banget sih lo. Ruangan 377."
Rei setuju ia menganggukkan kepalanya kemudian segera berjalan menuju ruangan di mana diminta tadi. Sebelum berjalan menuju ruangan Tedi, Rei berjalan ke dapur terlebih dahulu untuk minum sesuatu karena ia merasa benar-benar haus.
Ada pelayan yang datang dari arah depan membawa makanan yang belum selesai dimakan dan minuman yang masih utuh.
"Pras ini masih utuh?"
"Masih mbak. Orangnya tadi mendadak pulang."
Rei dengan segera ia meneguk minuman itu karena kehausan. Sebenarnya hal itu juga tidak dibenarkan, tapi mau bagaimana lagi, ia terlalu malas jika harus melangkahkan kakinya ke dapur. Kulkas yang menjorok lebih ke dalam lagi membutuhkan waktu yang cukup lama baginya.
Kembali langkahkan kaki menuju ruangan untuk menemui Tedi. Tubuhnya menjadi panas akibat meminum minuman tadi. Ada sesuatu yang tak beres tapi ia coba untuk bersikap positif karena mungkin saja karena ini adalah masa suburnya. Ia kemudian masuk ke ruangan Tedi dan pria itu ada di sana.
"Maaf lama Pak." Rei mendekat dan duduk di samping Tedi.
Pria itu tersenyum dan mengangguk. "Minum?" tawar Tedi. Menawarkan minuman yang tadi ia pesan. Rei anggukan kepalanya.
"Boleh Pak."
Tedi menuangkan, dan keduanya menikmati minuman itu. Sesekali wanita itu memang butuh sedikit minum. Satu atau dua gelas saja.
"Tumben temen bapak belum datang?" tanya Rei.
"Iya, udah lebih dari dua jam aku nunggu." Tedi menjawab. "Kalau aku minta temenin kamu? "
"Nggak apa-apa kok pak. Saya juga udah pulang."
"Terima kasih ya. O iya gimana anak kamu? siapa namanya?" Tedi bertanya membuka pembicaraan di antara mereka berdua.
"Strawberry Jilian, panggilannya Awbi, Bebe atau Jil. Udah 6 tahun Pak dan kelas 1 sekarang." Rei menjelaskan dengan bahagia tentang putrinya.
Tedi menatap senyuman di wajah wanita yang kini duduk di samping Tedi. Tedi tersenyum ia merasakan kebahagiaan saat Rei tengah membicarakan putrinya.
"Kapan-kapan, ayo kita ketemu sama anak kamu?" Tedi mengajak karena memang sebenarnya selama 1 tahun ini ia memiliki perasaan khusus terhadap Rei.
Sementara itu Rei sama sekali tak tertarik untuk menjalin hubungan lagi dengan seorang pria. Wanita itu malas harus melayani, juga memikirkan hal-hal lain di rumah. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika sudah melayani dan melakukan semua untuk suami, pria yang ia sebut suami itu malah mendua. Hal itu benar-benar membuatnya kecewa dan trauma.
Rei mencoba positif thinking saja, kalau memang Tedi menyukai anak kecil dan bukan karena tertarik pada dirinya. "Boleh Pak, kapan-kapan ya?"
Keduanya kemudian berbicara tentang banyak hal terutama tentang basa-basi pekerjaan dan kehidupan. Sementara itu tubuh Rei terasa semakin hangat ada stimulus aneh yang menjalar. Dan tentu saja ia menduga karena meminum minuman yang tadi dibawa oleh Pras.
Kenapa sih ini?! Sial!Makinya dalam hati.
Dan kini matanya malah menatap ke arah tubuh Tedi. Mau bagaimana? Sudah 6 tahun ini tidak dijamah sama sekali. Lalu harus merasakan perasaan seperti ini. Rei menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran buruk yang kini hadir di dalam otak.
"Pak maaf boleh saya minta satu gelas lagi." Rei meminta dan Tedi tentu memberikan. Rei meneguk hingga gelas kosong, tapi yang terjadi adalah tubuhnya malah semakin panas dan menginginkan sentuhan.
"Pak maaf saya ke toilet sebentar ya." Rei pamit lalu ia berjalan dengan sedikit terhuyung ke toilet.
"Perlu aku antar?" Tedi bertanya karena khawatir.
Rei dengan cepat gelengkan kepalanya. Biasanya hanya meminum satu atau dua gelas dan sepertinya hari ini ia sudah minum 5 sloki dan itu benar-benar membuat kepalanya terasa berat. Ditambah lagi tumbuhnya semakin panas sementara ia berusaha untuk tetap mendapatkan kesadarannya.
Wanita itu kemudian sampai di toilet. Dan ia kini menatap wajah di wastafel, lalu kemudian menoleh pada tangannya memperhatikan tangan kanannya dengan seksama.
Segera langkahkan kakinya ke kamar mandi, dan berusaha menuntaskan keinginannya sendiri. Hingga ia mendesah sendiri.
Tepat saat desahan terdengar seorang masuk ke dalam. Dua orang pengunjung itu saling menatap ketika mendengar suara dari dalam toilet.
Kedua wanita itu kemudian menatap ke arah bawah dan hanya melihat satu kaki. Keduanya saling tatap karena merasa heran. Salah satunya kemudian terbatuk.
Rei jelas terkejut karena mendengar suara batuk dari luar, berarti di tempat ini ada orang lain dan ia dengan segera menutup mulutnya dengan tangannya. Lalu dengan cepat menuntaskan keinginannya. Hingga tubuhnya bergetar akibat ulahnya sendiri. Tubuhnya berkeringat, napasnya terengah-engah.
Setelahnya ia berdiri dan mengintip dari pintu melihat situasi. Tentu saja akan memalukan kalau ada yang melihatnya dalam kondisi seperti ini. Ia tak melihat siapapun lalu memutuskan untuk segera berjalan keluar.
Kepalanya sudah semakin berat dan sepertinya sebentar lagi ia sudah kehilangan akal. "kamar 737 kan?" Rei bergumam sendiri. Kemudian kembali melangkahkan kakinya dan masuk ke kamar 737.
Di sana ada seorang pria yang tertidur di sofa. Dan juga botol minumnya lebih banyak daripada tadi. "Pak Tedi minum-minum sebanyak ini?"
Tatapan matanya seolah buram yang kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping pria yang membandingkan tubuhnya itu. "Pak, Pak, sadar Pak."
Pria itu tersadar kemudian duduk dan menatap Rei. Rei berusaha mendapatkan kesadarannya karena ia melihat proporsi tubuh yang berbeda di hadapannya. Belum sempat mendapatkan kesadaran pria itu berjalan mendekat dan kemudian menciumnya.
"Pak—" Rei mencoba melawan. Hanya saja tenaga pria itu lebih kuat darinya.
"Kamu lama banget Clar?"