13. Kapan Pergi?

2155 Words
Mentari pagi begitu indahnya, sinarnya menembus malu-malu dibalik tirai jendela kamar. Namun sinar itu tak dapat membangunkan seorang gadis yang tengah tertidur dengan lelapnya, dia masih merasa sangat asyik bergelung nyaman di dalam selimutnya. Untunglah hari ini dia mendapat tamu bulanan-nya sehingga dia tak ketinggalan dalam menjalankan kewajiban-nya sebagai sebagai seorang muslimah yang taat. Hari libur biasanya memang hari untuk bermalas-malasan, karena kebetulan sekali toko Umi-nya tutup. Itu dikarenakan Umi-nya hari ini akan mengunjungi rumah Raihan, untuk apalagi kalau bukan untuk menjenguk Bunda-nya Raihan yang sedang sakit? Tidak mungkinkan mereka datang untuk melamar Raihan menjadi suami Aisyah? Ah itu sih keinginan Aisyah, eh? Kebetulan sekali pintu tidak dikunci sehingga Umi Maryam dengan leluasa memasuki kamar putrinya yang kini masih tertidur pulas, Aisyah memang anak yang rajin membantunya tapi jika saat libur seperti ini maka sifat malasnya akan keluar. Umi Maryam memaklumi hal itu karena Aisyah sudah sangat sering membantunya dalam menjalankan usaha toko kue miliknya, tapi anak itu tidur sudah sangat kelewatan hingga hampir saja melewatkan sarapannya. Ini sudah hampir pukul sepuluh pagi tapi Aisyah masih merasa nyaman tertidur berselimutkan bed cover motif kucing kesukaannya, Umi Maryam bahkan menggeleng melihat kelakuan putrinya. Umi Maryam membuka dengan perlahan selimut yang menutupi wajah Aisyah, digoyangkan-nya pelan bahu putrinya sambil terus memanggil-manggil namanya. "Aisyah, bangun Nak ... Ini sudah jam sepuluh, kamu belum sarapan loh" ucap Umi Maryam. "Bentar lagi Umi, Aisyah masih ngantuk." Aisyah menjawab dengan mata yang masih senantiasa terpejam, gadis itu kembali menarik selimut yang semula ditarik oleh Umi-nya agar menutupi wajahnya lagi. "Kamu tidak jadi ikut Umi ke rumahnya Nak Raihan? Ya sudah kalau begitu Umi berangkat sendiri saja." Mendengar kalau dia akan ditinggal, Aisyah dengan cepat langsung menegakkan tubuhnya. "Eh? Kok Aisyah malah ditinggal? Aisyah mau ikut dong Umi," ucap Aisyah yang langsung menahan Umi-nya yang akan keluar dari kamarnya. "Ya sudah kamu siap-siap gih, habis kamu sarapan kita langsung berangkat kesana." Aisyah mengangguk kemudian beranjak menuju kamar mandi. "Umi, Abi dan Kabir kemana?" tanya Aisyah sambil mendudukan dirinya di salah satu bangku. "Kabir sedang menonton televisi itu di depan, kalau Abi-mu tadi sudah pergi untuk mengisi pengajian di salah satu rumah." Umi Maryam menjawab sambil menaruh sepiring nasi goreng di hadapan Aisyah. "Ini dimakan sarapannya, Umi mau memasukkan kue itu ke dalam wadah." Aisyah mengangguk sambil tersenyum. "Makasih Umi," ucapnya kemudian tanpa menunggu lama setelah dia berdoa dia menyuapkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya. "Masakan Umi selalu enak," ucapnya setelah menghabiskan satu piring nasi goreng itu. Bertepatan dengan Umi Maryam yang sudah selesai memasukkan kue itu ke dalam wadah. "Sudah sarapannya?" Umi Maryam berbalik. "Sudah Umi." "Ayo kita berangkat." Aisyah mengangguk dan mengikuti langkah kaki Umi-nya. "Kabir, Umi dan Mbak mu berangkat ya? Kamu tolong jaga rumah. Kami tidak akan lama kok," ucap Umi Maryam pada putranya yang masih sibuk memperhatikan layar yanh yang menayangkan sebuah film kartun. "Iya Umi," balas Kabir singkat dengan pandangan yang tak lepas dari layar televisi. "Mbak berangkat ya Gembul? Ingat jaga rumah, jangan terlalu banyak makan. Ini pipi udah gembul loh," ucap Aisyah sambil mencubit kedua pipi Kabir yang bergerak karena dia memang sedang mengunyah cookies coklat. "Ih Mbak, jangan panggil Kabir begitu!" ucap Kabir kesal. Anak itu menepis tangan Aisyah yang bertengger manis dipipinya, Kakaknya ini memang kadang-kadang benar-benar menyebalkan. "Iya-iya, jangan rumah ya Gembul?" Sebelum mendengar Kabir mencak-mencak, Aisyah langsung berlari keluar rumah dengan gelak tawanya. "Ya sudah Umi berangkat ya Nak? Ingat setelah kami pergi pintunya dikunci ya? Assalamualaikum." Umi Maryam mengusap kepala Kabir pelan. "Iya Umi, walaalaikumsalam ..." "Loh, Nak Pandu kok bisa ada di sini?" Ketika keluar rumah dia mendapati Pandu dan Aisyah yang saling berhadapan, dapat dia lihat wajah putrinya itu berubah menjadi kusut sedangkan ada senyum bahagia yang menghiasi wajah Pandu. "Tau tuh Umi, katanya dia mau memesan kue. Kan tokonya tutup Umi, dapat darimana mana sih dia alamat rumah kita?" Perkataan ketus dari Aisyah membuat Umi Maryam langsung menggeplak tangan Aisyah. "Huss, enggak boleh ngomong begitu." Aisyah mengerucutkan bibirnya mendengar teguran Umi-nya. "Toko kami sedang tutup Nak Pandu, kalau boleh tau kuenya untuk siapa ya? Sampai datang ke sini segala. Umi jadi tidak enak," ucap Umi Maryam. "Sebenarnya tadi keponakan saya menangis Tante, dia hari ini ingin sekali memakan kue buatan Tante dan Aisyah. Saya tidak diperbolehkan pulang kalau belum mendapatkan kue itu, tadi saya mencoba membelikan kue dari toko lainnya karena melihat toko kue milik kalian yang tutup. Tapi rupanya dia tau kalau itu bukan kue seperti yang saya buat dulu, maafkan saya kalau mengganggu waktu libur Tante dan Aisyah." Pandu berkata jujur, dia sama sekali tidak berbohong. Memang benar tadi Vita tiba-tiba sangat menginginkan kue karakter itu, dia ingin sekali memakannya dan Kakaknya yang sangat suka sekali menyusahkannya malah menyuruhnya membelikan kue itu lagi untuk Vita. Dia pikir hal itu sangatlah mudah, karena dia memang ingin sekali datang untuk menemui Aisyah. Tapi apa yang dia dapatkan? Toko kue milik gadis itu malah tutup membuat dia mau tak mau membeli kue di tempat yang lain, sayang sekali karena Vita menolaknya karena katanya kue itu tidak seenak seperti buatan Umi Maryam. Dan sialnya Kakaknya itu kembali menyusahkannya hingga membuat Vita merengek meminta kue padanya, dia sudah berjanji pada Vita kalau dia akan membawa kue itu pulang. Untunglah dia memiliki nomor Nala sehingga dia bisa meminta alamat rumah Aisyah, menghubungi Aisyah langsung? Sepertinya gadis itu tidak akan mungkin mengangkatnya. "Jadi begitu Tante." Pandu menyudahi penjelasan singkatnya. "Tapi sayang sekalo toko kue Umi sedang tutup dan kami memang akan pergi saat ini, bagaimana ya? Eum ... Keponakan kamu itu suka donat tidak? Kebetulan kemarin Tante membuat adonan donat dan ada di rumah, kalau adonan kue sepertinya akan lama sekali jadinya. Kalau kamu mau nanti Aisyah yang akan menggorengkan donatnya serta menghiaskan donat itu," ucap Umi Maryam memberikan saran dan hal itu membuat Pandu tersenyum sambil mengangguk sedangkan Aisyah langsung memasang wajah protesnya. "Umi, kok Aisyah? Kita kan mau pergi ke rumahnya Kak Raihan." Aisyah langsung protes. "Nanti Umi saja ya yang ke sana sendiri? Kamu tolonglah Nak Pandu, kasihan keponakannya sampai menangis seperti itu kalau dia tidak bisa membawakan kue itu." Aisyah hanya cemberut sambil menggelengkan kepalanya. "Ini pasti akal-akalan dia Umi, Aisyah yakin sekali." Aisyah menuding Pandu dengan tatapan penuh selidiknya. "Kalau kamu tidak percaya, ini aku punya buktinya." Pandu mengeluarkan ponselnya kemudian langsung memutar pesan suara dari Kakaknya yang berisi suara Vita. "Pokoknya Om Pandu harus bisa bawain kue itu untuk Vita, kalau enggak Vita enggak mau lagi sama Om Pandu. Vita mau mogok makan aja kalau enggak dikasih kue." Kira-kira itulah yang dapat Aisyah dan Umi Maryam dengar. Tatapan penuh selidik yang semula Aisyah layangkan pada Pandu akhirnya sirna, namun wajah ketusnya masih saja ada. Walaupun begitu tetap saja dia tidak rela meluangkan waktunya membuatkan kue untuk keponakan pria itu, padahal hari ini dia sudah ada janji temu dengan Raihan dan Bunda dari pria itu karena dia dan Umi-nya yang memang ingin menjenguk Bunda-nya. "Ya sudah, kalau begitu Umi berangkat dulu ya? Kamu di sini saja. Ingat buatkan donat untuk keponakan-nya Nak Pandu ya? Ada Kabir juga kan? Jadi kalian tidak akan berdua saja, Umi percaya padamu." Umi Maryam mengusap bahu Aisyah sekilas kemudian melayangkan senyum pada Pandu. "Assalamualaikum," salam Umi Maryam. "Waalaikumsalam ... " "Bapak mau berdiri di sini atau mau duduk di sana?" tanya Aisyah ketus. "Enggak boleh masuk ya, bukan muhrim. Bapak tunggu di sini saja," sambung Aisyah lagi. "Apa itu kode kalau kamu mau aku halalin kah?" tanya Pandu yang dibalas pelototan mata Aisyah. "Sembarangan kalau ngomong, ogah banget nikah sama situ." Aisyah bergidik ngeri. "Jangan begitu, kalau kita jadi menikah bagaimana?" Pandu memang sengaja menggoda Aisyah, rasanya senang sekali melihat wajah kesal gadis itu. "Enggak akan pernah!" Dia bersungut-sungut sebelum memasuki rumah meninggalkan Pandu yang tersenyum geli melihatnya. "Eh Mbak Aisyah kok balik lagi? Katanya mau ke rumah Kak Raihan sama Umi?" tanya Kabir yang membuat Aisyah mendengus sinis. "Sebenernya iya tapi tadi ada yang menahan langkah Mbak makanya enggak jadi, mana itu si orang gila minta dibuatin kue lagi." "Mana orang gilanya Mbak? Biar Kabir usir," ucap Kabir. "Tuh ada di depan," balas Aisyah ketus sebelum berlalu menuju dapur. "Mana orang gilanya? Perasaan yang Kabir lihat ada orang ganteng di depan rumah," gumam Kabir sambil mengintip di balik pintu. "Mbak Aisyah, orang gilanya mana?" tanya Kabir sambil menghampiri Kakak-nya yang sedang menggoreng donat. "Wuih donat, Kabir mau dong satu." "Orang gilanya yang kamu lihat tadi di depan, dan jangan kamu minta ini itu buat orang gila di depan sana." Aisyah langsung menepis tangan Kabir yang akan mencomot salah satu donat yang telah matang. "Ih Mbak Aisyah pelit, orang gila mana sih? Orang tadi yang Kabir lihat itu ya ada orang tampan pakai jas lengkap kayak yang biasanya kita tonton di televisi itu loh Mbak." Aisyah mendengus, dia tidak suka ada yang memuji Pandu apalagi di hadapannya. Pria menyebalkan itu tak patut dipuji sebagus itu, akhlaknya nol besar soalnya mana orangnya menyebalkan lagi. "Maksud Mbak bukan penampilannya yang gila, tapi ya sudahlah kamu enggak akan ngerti urusan orang dewasa. Sana kamu lanjut aja nontonnya, jangan ganggu Mbak. Mbak lagi sibuk ini," ucap Aisyah tanpa mengalihkan perhatiannya pada donat yang tengah dia cemplungkan ke dalam minyak panas. Tanpa banyak kata, Kabir meninggalkan Kakaknya keluar dari dapur. Dia baru ingat, ada hal penting yang belum dia kerjakan dan hal itu lebih penting dari makanan manis yang menjadi kesukaannya. PR-nya ternyata belum dikerjakan dan setelah Umi-nya pulang dia akan memeriksa tugasnya, bisa dipastikan kalau dia belum mengerjakan PR itu maka Umi-nya akan menghukumnya dengan kejam yaitu dia tidak diperbolehkan memakan makanan manis selama satu minggu. Itu merupakan sebuah derita baginya, dia tidak akan bisa hidup tanpa makanan manis. Untuk donat, bye bye dulu ya Kabir mau ngerjain PR dulu. "Ini donatnya, silahkan dibawa pulang. Tidak perlu membayar karena saya ikhlas membuatnya untuk kepoanakan Bapak," ucap Aisyah sambil menaruh kotak berisi beberapa donat yang telah dia hias dengan cantik. "Terima kasih banyak ya? Maaf merepotkanmu," ucap Pandu sambil memberikan senyum manisnya. "Sama-sama." Dan kembali hening, Aisyah mengernyit ketika Pandu tak segera pulang dan malah melihatnya dengan intens. Ini pria gila kapan pulangnya sih? Udah dikasihin itu donatnya juga, gumamnya. "Bapak kapan pulang?" tanya Aisyah ketus. "Menunggu aku puas memandangi kamu dulu." Sontak saja Aisyah mendengus. "Urusan kita udah selesai kan? Donatnya udah saya buatin, kalau begitu saya masuk dulu." Aisyah akan memasuki rumahnya tapi Pandu dengan sigap menahan pergelangan tangannya yang pastinya langsung dia tepis keras. "Jangan sentuh-sentuh! Kita bukan muhrim Pak!" Aisyah jadi tersulut emosi karena kekurang-ajaran Pandu. "Maafin aku, aku enggak sengaja." Pandu menyengir. "Apalagi yang Bapak butuhkan?" tanya Aisyah berusaha sabar, padahal dalam hati sudah dongkol dan ingin sekali melemparkan sendalnya ke wajah cengengesan pria di hadapannya. "Aku tamu loh, kamu enggak berniat menyuguhkan ku minuman? Ngomong-ngomong aku haus." Aisyah pikir apa yang akan pria itu katakan sangatlah penting sehingga dia berani menahan langkahnya dengan memegang tangannya, rupa-rupanya sangatlah tidak penting! "Mohon maaf di sini bukan caffe yang menyediakan berbagai macam minuman untuk orang kehausan seperti Bapak, kalau Bapak haus silakan pergi ke caffe karena kebetulan di sini tidak ada air minum." Aisyah berucap dengan datar plus hati yang sedang menahan kedongkolan. "Masa air putih saja tidak ada?" tanya Pandu sedikit nelangsa, padahal kan dia berniat meminta minum itu agar bisa berlama-lama di sini. "Tidak ada, Bapak boleh pulang sekarang. Dan oh ya, makasih ya Pak karena sudah mengganggu waktu libur saya." Pandu mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama, terima kasih juga sudah membuatkan ini. Pasti keponakan-ku sangat menyukainya, ah kamu benar-benar calon istri idaman." Aisyah tertegun sejenak tapi tidak berlangsung lama karena dia segera menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kalau begitu aku pulang dulu ya? Senangnya bisa berkunjung ke rumahmu." Pandu akan berbalik untuk pergi namun seakan melupakan sesuatu dia kembali membalikan tubuhnya menghadap Aisyah. "Assalamualaikum, calon istri." "Waalaikumsalam," balas Aisyah cepat agar pria gila yang suka mengaku-ngaku menjadi calon suaminya itu segera pergi. "Ada-ada saja," gumamnya kemudian kembali memasuki rumahnya. "Kabir!! Itu kenapa donat punya Mbak kamu maka!?" tanya Aisyah dengan kesal ketika melihat Kabir sedang memakan donat coklat yang sengaja dia sisakan untuknya. "Maaf, Mbak. Habisnya donatnya enak sih, Kabir kan jadi ketagihan." Kabir menjawab sambil terus mengunyah. "Kamu kan tadi sudah Mbak kasih tiga, tapi masih saja makan jatah Mbak. Kembalikan enggak jatah Mbak? Mana itu tinggal satu lagi." Aisyah berusaha mengambil donat yang berada di tangan Kabir tapi dengan cepat Kabir memakan donat itu hingga habis. "Maaf, Mbak. Sudah ludes, kalau Mbak mau ini ambil aja di dalam perut Kabir." "Sini ya kamu anak nakal," ucap Aisyah sambil menggelitiki perut Kabir hingga anak itu tertawa kencang. "Ampun Mbak, hahaha .... " Kabir terus tertawa. Waktu libur yang seharusnya bisa dihabiskan di rumah Raihan akhirnya Aisyah habiskan untuk bercanda tawa dengan Adiknya yang nakal ini. *** Yuhuuu Diary Aisyah sudah up nih, ada yg kangen?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD