12. Perdebatan Sengit

1528 Words
Mbak Shira .... Mbak ...” panggil Ibu Kos Muslimah yang menjadi tempat tinggal Lashira selama magang atau intership di Gresik. Lashira bergegas bangkit dari tempat tidur lalu membukakan pintu. “Iya, Bu, ada apa?” tanya Lashira yang masih lemas. “Maaf, mengganggu malam-malam. Itu ada calon suami Mbak di depan,” jawab sang ibu kos bernama Dewi itu. Lashira mengernyit. “Calon suami? Dokter Aga maksudnya, Bu?” “Saya kurang tahu namanya, Mbak. Cuma beliau bilang kalau dirinya adalah calon suami Mbak Shira. Mau bertemu Mbak Shira soalnya ponsel Mbak nggak aktif. Beliau khawatir pada Mbak dan takut Mbak kenapa-kenapa,” ucap Dewi selalu ibu kos. Lashira mendesah. “Oh iya, Bu. Tapi Bu, saya nggak enak badan sekarang. Apa bisa bilang kalau saya sudah tidur saja. Saya masih belum fit, Bu,” dalih wanita cantik berdarah timur tengah itu. Dewi segera membalas. “Begitu ya, Mbak? Kalau Mbak Shira maunya begitu terserah Mbak saja. Saya bilang itu saja ya?” Lashira mengangguk. “Iya, Bu. Saya mohon katakan seperti itu saja. Kepala saya masih pusing dan ini juga sudah malam. Biarkan Aga pulang saja, Bu. Maaf ya, Bu. Sudah merepotkan.” “Oke, Mbak. Baiklah. Kalau begitu saya bilang ke orangnya dulu ya. Iya, kelihatan kalau Mbak Shira masih sakit. Istirahat saja ya, Mbak,” sahut Dewi. “Siap, Bu. Terima kasih bantuannya.” Lashira pun memilih untuk kembali masuk ke dalam kamar kos lalu menguncinya dari dalam. Setelah menutup pintu, ia terisak dan tubuhnya merosot jatuh ke lantai. Cobaan hidup akibat ulah Damar yang keji itu membuat hidupnya hancur. Masa depannya terutama. Lashira yang sudah menjalin hubungan asmara selama hampir 6 tahun lamanya tak menjamin bisa melangkah ke jenjang pernikahan. Ini ibaratnya Aga ‘menjaga' jodoh orang lain yakni Damar yang tengah menghamili Lashira. Sementara ibu kos pun beranjak menemui Aga, namun ternyata pria itu sudah tak berada di sana. Dewi jadi melongo. “Lho, dimana dia? Kok sudah nggak ada?” Sang ibu kos bertanya-tanya bingung. “Sudah pergi ternyata. Ya sudahlah, kalau begitu.” Aga Daneswara memang sudah meninggalkan Kos Muslimah semenjak mendapat pesan yang berisi foto dan tulisan terkait pengkhianatan yang dilakukan oleh Lashira dan Damar. Semacam fitnah keji untuk calon istri Aga tersebut. Aga pun menekan pedal mobil mewahnya dengan kecepatan cukup tinggi. Berniat menghampiri Damar di kediamannya yang ada di Gresik. Namun untuk memastikan keberadaannya di tempat itu, ia menghubungi Damar via telepon genggam. Sebelumnya memang tak saling menyimpan nomor telepon masing-masing. Namun karena mereka satu angkatan di Fakultas Kedokteran kampus, jadilah nomor telepon keduanya tersimpan di grup w******p milik kampus. Aga langsung melakukan panggilan telepon pada pria yang disinyalir hendak merebut calon istrinya itu. Semenit kemudian, panggilan telepon Aga pada ponsel Damar pun terjawab. “Halo, Damar! Kau dimana???” tanya Aga frustasi. Damar menjawab. “Untuk apa kau tanyakan aku ada dimana? Karena itu bukan urusanmu, Aga Daneswara!” jawab pria itu pedas. Aga mengernyit. “Berengsek! Sialan kau! JAWAB KAU DIMANA SEKARANG!!!” Damar meringis lalu bersuara. “Jelas aku mau perjalanan pulang ke rumahkulah. Ini sudah malam. Jika kau ingin bertemu denganku sekarang, temui aku di Giri Hills Coffee House sekarang! Aku tunggu!” sahut pria yang sudah menodai Lashira secara paksa itu dan bergegas menutup telepon. Damar menyunggingkan senyum licik. Ia sudah tidak sabar menantikan waktu dimana Aga dan Lashira putus hubungan, selanjutnya melamar Lashira di depan kedua orang tuanya. Bertanggung jawab atas kehamilan wanita cantik yang sudah menjadi obsesinya itu sejak lama. Setelah pembicaraannya dengan Damar berakhir, Aga langsung melajukan mobilnya ke cafe yang dimaksud oleh pria itu. Sebuah cafe yang menjadi favorit para muda-mudi kota Gresik yang dari tempat ini bisa melihat pemandangan indah kota Gresik dari ketinggian. Selain itu terdapat banyak spot foto yang keren dan memikat. Apalagi malam hari seperti ini terdapat lampu hias yang membuat suasana jadi semakin nyaman dan cantik. Namun apalah arti keindahan tempat itu, yang diinginkan oleh Aga sekarang adalah bertemu dengan Damar. Ingin berbincang serius terhadap pria yang berkuasa di Gresik akibat pengaruh orang tuanya. Damar tiba lebih dahulu daripada Aga. Pria itu segera memasuki cafe untuk reservasi tempat yang akan digunakan untuk berbicara dengan Aga nanti. Berbicara yang pastinya akan berujung adu mulut di sana terkait Lashira. Damar sengaja memesan tempat yang lebih menghargai privasi di cafe itu. Berniat menanggapi segala ucapan sang musuh. “Selamat malam, Dokter Damar. Wah, kehormatan sekali ini, cafe kami dikunjungi oleh Dokter Damar. Terima kasih sudah datang ya. Ada yang bisa dibantu, Dok?” tanya karyawan cafe yang merasa tersanjung dengan kehadiran orang yang terkenal di Gresik akibat statusnya anak dari Bupati Gresik. Damar dan Keluarga Pranata memang sangat disegani di seluruh Kabupaten Gresik. Dikenal oleh seantero wilayah itu akibat ayahnya yang seorang pemimpin pemerintahan daerah tersebut. “Sama-sama, Mas. Tolong siapkan tempat yang lebih privat di sini ya. Saya menunggu rekan saya di sini yang sebentar lagi akan datang. Tolong siapkan kami minuman terbaik juga di sini,” pinta Damar yang diangguki oleh sang karyawan. "Baik, Dokter. Mohon ditunggu sebentar ya. Akan kami siapkan, sekarang saya antarkan ke tempatnya dulu,” ajak karyawan cafe itu sembari membimbing Damar untuk menuju lokasi meja makan yang ada di ujung cafe agar lebih privat atau tertutup. Tak lama setelah kedatangan Damar, Aga pun tiba di cafe tersebut. Pria yang juga berprofesi sebagai dokter itu juga cepat-cepat keluar dari mobil untuk memasuki cafe. Di wilayah Damar seperti ini, memang dirinya tak dikenal seperti Damar. Ia pun disambut sama halnya dengan pengunjung lain. “Selamat malam, Mas. Selamat datang di Giri Hills Coffee House. Ada yang bisa dibantu?” tanya salah satu karyawan cafe. “Iya, malam. Saya mau bertemu dengan Damar. Apa dia sudah datang?” Aga balik bertanya. “Oh, Dokter Damar ya? Sudah, Pak. Bisa ikut saya sekarang ya,” ajak karyawan cafe itu sambil membimbing Aga menemui Damar. Sesampainya di tempat yang hendak dijadikan untuk berbincang sekaligus berdebat, Aga dan Damar pun bertemu. Damar langsung membuka pembicaraan saat karyawan cafe sudah meninggalkan mereka berdua. “Wow, akhirnya kau datang kemari juga, Aga Daneswara. Dalam rangka apa ini kau datang ke sini? Ada angin apa, Dokter Aga Daneswara yang terhormat?” tanya Damar setengah menyindir. Aga mulai tersulut emosi dan langsung menarik kerah kemeja yang dikenakan oleh Damar seraya menatapnya tajam. “Sudahlah, Damar. Nggak usah basa-basi lagi. Apa maksudmu mendekati Lashira sampai memeluknya terus menciumnya seperti itu? Apa maksudmu sebenarnya? Kau mau merebutnya dariku begitu???” pekik Aga frustasi. Damar meringis. “Oh, kau sudah tahu ya. Begini Aga, kau merasa ada yang aneh tidak dengan Shira akhir-akhir ini? Apa dia jaga jarak denganmu atau kalian semakin mesra saja?” Aga hanya termangu. Meski tak dijawab pun, Damar pasti sudah tahu alasannya jika semakin hari Lashira jadi berubah. Tak sedekat dulu bersama Aga. Ia bahkan menghindari Aga terus menerus. “Well, jika kau diam saja seperti ini, aku bisa menebak jika Shira mulai menghindarimu kan? Karena kau tahu apa?” tanya Damar. Dahi Aga berkerut. Kedua aslinya bertaut. “Tahu apa maksudmu???” tanyanya. “Tentu saja karena rencana pernikahan kalian berdua akan gagal total. Aku yang akan menikahi Lashira. Bukan kau, Aga Daneswara!” tegas Damar seraya menatap sengit pada musuhnya itu. Aga yang dilanja emosi pun langsung meninju muka Damar. “b******k! Sialan kau!” umpat Aga yang tak mampu mengendalikan emosi lagi untuk memberikan pukulan pada muka Damar. Damar membalas tinju dari Aga. “Beraninya kau meninju mukaku. Rasakan itu juga! Kau jangan macam-macam di wilayahku! Atau kau mau kupanggilkan anak buahku untuk menggebukimu. Begitu???” “Dasar kau pria kurang ajar! Kau tahu kan jika Lashira itu milikku. Kami sudah berpacaran selama hampir 6 tahun dan kita mau menikah. Enak saja kau mau merebut calon istriku! Pilihlah wanita lain! Jangan pernah mengganggu calon istriku lagi!” tegas Aga yang masih mempercayai Lashira. Aga berusaha berpikiran positif agar rencana pernikahannya tak gagal begitu saja akibat ulah Damar. Meski dalam hati terasa sakit dengan foto-foto dan pesan yang dikirim oleh anonim lagi. Tapi menjalani hubungan selama 6 tahun itu tidak sebentar. Ia yakin jika Lashira itu wanita terbaik untuknya dan akan jadi masa depannya kelak. “Ga, tunggu saja waktu dimana kau akan diputuskan oleh secara sepihak oleh Shira. Kau harus terima itu nanti,” sahut Damar yang setelah berucap demikian, mendadak ponselnya berdering. Damar melayangkan pandangan pada layar ponsel yang menujukkan ada tulisan jika ‘Papa Bupati' tengah menelepon. Damar segera mengangkat telepon sang ayah. “Halo, Pa. Kenapa?” tanya Damar. Damar mendengar suara sang ayah dari telepon lalu membalasnya lagi. “Oh iya, Pa. Sebentar lagi Damar pulang kok. Tunggu di rumah ya.” Usai berkata demikian, Damar berniat mengakhiri pertemuan mendadak bersama Aga tergolong singkat ini. “Aku ada urusan mendadak. Aku harus pergi,” tutur Damar yang bergegas bangkit dari tempat duduk tanpa menyesap minuman yang sudah dihidangkan. “Jika kau masih ngotot berdebat denganku, temui besok setelah pulang magang. Aku sibuk sekarang.” Damar berkata angkuh dan langsung meninggalkan Aga yang tersulut emosi begitu saja. Aga mengepalkan kedua tangannya sambil menggebrak meja kesal. Perdebatan sengit pun berakhir lebih cepat. Damar membalikkan tubuh seraya menyunggingkan senyum licik, sedangkan Aga tampak frustasi di sana. Apakah perdebatan sengit ini tetap berlanjut besok?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD