13. Pengakuan Dosa

1828 Words
Malam yang diharapkan bisa menyenangkan karena bisa bertemu Lashira, mendadak jadi kelabu untuk Aga. Ia terdiam terpaku di tempat duduk cafe. Masih memikirkan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Damar tadi. Memang benar jika Lashira semakin menjauhi Aga. Seolah-olah tak ingin melanjutkan pernikahan dengannya lagi. Ia meneguk ludah lalu bangkit dari sana. Tak tahu harus bagaimana lagi dalam mengambil sikap. Aku harus bagaimana sekarang? Apa lebih baik aku pulang saja sekarang? Tak ada gunanya lagi aku di sini. Aga bergumam dalam hati. Rasa lelah sudah menyergapnya. Ia benar-benar bingung harus bertindak apa lagi. Dokter tampan itu pun memutuskan pulang ke Surabaya saja. Sudah tak berselera untuk bertemu Lashira lagi. Malam pun sudah menginjak semakin larut. Aga hanya bisa melangkahkan kaki dengan pasrah ketika mau pulang. Sepeninggal dari cafe, Damar yang tadi dihubungi oleh sang ayah untuk segera pulang ke rumah. Ingin berbicara serius pada ayahnya mengenai rencananya untuk meminang Lashira tak lama lagi. Bupati Gresik yang bernama Gamal Pranata itu juga sengaja menelepon sang anak tadi juga akibat ada hal yang perlu ditanyakan pada Damar terkait sesuatu. Damar mengendarai mobil dengan kecepatan cukup tinggi, hingga tak lama kemudian tiba di kawasan perumahan elit di Gresik yang terletak di Gresik Kota Baru (GKB). Rumahnya salah satu paling mewah layaknya istana di sana. Meski sang ayah mendapat jatah sebuah Rumah Dinas Bupati Gresik yang terletak di Jalan KH Wakhid Hasyim, Gresik, namun lebih suka tinggal di rumah pribadi daripada rumah dinas. Pria itu bergegas memarkirkan mobil Jeep Rubicon miliknya lalu segera masuk ke dalam rumah. Saat memasuki ruang tamu rumah, dirinya spontan disambut oleh ayah dan ibunya yang masih belum terlelap. “Papa, Mama, belum tidur juga?” tanya Damar terkejut. Bupati Gamal pun lekas menjawab. “Belum. Ada hal yang mau Papa tanyakan padamu.” “Mau tanya apa, Pa?” tanya Damar. “Apa yang Papa bilang di telepon itu?” Bupati Gamal mengangguk. “Iya, ini penting. Papa nggak mau kamu mencoreng nama baik keluarga kita.” “Ya sudah, Pa. Nanti kita bicarakan lagi ya, setelah aku mandi dan ganti baju. Aku sudah nggak tahan. Mau mandi air hangat, Pa,” pinta Damar. Rima selaku ibu kandung dari Damar dan merupakan istri dari Bupati Gresik periode sekarang itu ikut menyela. “Damar, kamu sudah makan malam atau belum?” Damar menggeleng. “Belum sih, Ma. Belum sempat untuk makan malam.” “Ya sudah, kalau belum makan malam, kita bicara bersama di meja makan saja sekalian kamu makan. Mama dan Papa nggak mau kamu sampai sakit. Kita juga mau menanyakan tentang magang kerjanya di RS Petrokimia. Mama nggak mau jika sampai dapat gosip jika pekerjaanmu di sana nggak baik,” tutur Rima. Damar berdeham. “Hmm ... Mama tenang saja. Nanti aku jelaskan semua kok. Jangan khawatir. Aku juga mau melakukan pengakuan dosa pada Mama dan Papa,” ujar pria itu seraya berkedip. Rima terlonjak hingga menganga, sedangkan Gamal yang tampaknya sudah merasa tentang ini hanya mengerutkan kening sambil membetulkan letak kacamatanya. “Pengakuan dosa apa, Damar? Kau jangan menakut-nakuti Mama,” ucap sang ibu mulai bergidik jika membahas tentang dosa. Wanita yang selama menjadi istri Bupati Gresik itu berhijab. Dulunya juga merupakan seorang santri dari sebuah pesantren yang ada di Gresik. Kini selain mendampingi sang suami dalam memimpin wilayah kabupaten, wanita paruh baya itu juga memiliki usaha busana muslim dan batik di Icon Mall Gresik dan beberapa gerai toko baju yang ada di Gresik serta Surabaya. “Mama sabar dulu ya, Damar mau mandi dan ganti baju dulu,” kata Damar yang diangguki oleh ibunya. Bupati Gamal hanya termangu di sana. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Seperti ada hal penting yang mau dibicarakan tentang Damar. Sebenarnya apakah itu? Bupati Gamal tampak memicingkan mata selagi menunggu anak laki-lakinya itu siap di ruang makan.. “Pa, Papa kok merengut saja? Ada apa sih, Pa?” tanya Rima, istri sang bupati. Bupati Gamal berdeham. “Hmm ... nanti kau juga akan tahu. Aku nggak mau gara-gara ulah Damar ini bisa berakibat buruk untuk karir politikku. Aku dapat gosip tidak sedap dari luar mengenai Damar dan seorang wanita.” Rima membuka mulut lebar-lebar. “Apa??? Wanita siapa maksud, Papa? Damar kan pacarnya banyak, Pa. Gonta-ganti saja. Ini maksud Papa bagaimana? Mama nggak paham.” “Sudahlah, Ma. Kita tunggu Damar saja.” Rima pun mengangguk setuju, meski dalam hati bertanya-tanya tentang ini. Curiga jika Damar telah melakukan sesuatu yang bisa mencoreng nama baik keluarganya. Apakah Bupati Gamal tahu jika sang putra telah memerkosa seorang wanita yang menjadi teman kuliah Damar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga? Bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika tahu sang anak telah merenggut kehormatan seorang gadis yang hendak menikah dengan pria lain yang berasal dari keluarga terpandang juga? *** Malam ini Damar tampak sumringah akibat kejadian-kejadian hari ini yang membuat pria itu akan semakin dekat mendapatkan hati Lashira Ghassani. Tindakan kejinya pada wanita cantik itu di malam kelabu telah berhasil membuahkan seorang anak di rahimnya. Telah tumbuh keturunan Bupati Gamal Pranata di dalam rahim seorang wanita. Anak yang akan menjadi penerus keluarga terpandang itu. Selama membersihkan diri, Damar jadi membayangkan dirinya dan Lashira akan menjadi pasangan pengantin di pelaminan tak lama lagi. Menggantikan posisi Aga sebagai calon mempelai laki-laki. Ia juga sudah membayangkan akan membawa Lashira ke dalam istananya sebagai istri sah dari Damar Pranata. Pria itu sudah memiliki rumah sendiri yang diberikan oleh ayahnya di perumahan Grand Sunrise Menganti, Gresik yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya. Sebuah rumah minimalis yang mewah untuk dihuni Damar beserta istri dan anaknya nanti. Shira Sayang, sudah semakin dekat aku mendapatkanmu. Kau akan jadi Nyonya Damar Pranata sebentar lagi. Aku akan meminta restu untuk melamarmu pada kedua orang tuaku malam ini juga. Bukti test pack milikmu akan kuperlihatkan pada mereka. Damar bergumam dalam hati saat membasuh tubuhnya dengan air shower dari atas kepala hingga ujung kaki. Ingin terlihat segar dan fit sebelum melakukan pengakuan dosa karena telah menghamili anak orang hingga hamil. Sampai beberapa menit kemudian, Rima yang tak sabar bergegas menggedor-gedor pintu kamar mandi Damar. “Damar, jangan lama-lama mandinya! Ayo, cepatlah! Papa sudah menunggumu di bawah,” pinta Rima yang segera disahuti oleh putranya. “Iya, Ma. Tunggu sebentar,” jawab Damar yang mempercepat mandi dan berganti baju. Ia juga sudah tidak sabar untuk meminta izin bertanggungjawab lalu menikahi Lashira. Beberapa menit kemudian, Damar menghampiri kedua orang tuanya di meja makan dengan mengenakan pakaian santai. Ia menggenggam sebuah barang di tangan kirinya sehingga membuat ayahnya curiga. “Maaf Papa dan Mama sudah menungguku. Sekarang aku sudah siap,” celetuk Damar. “Damar, apa yang sudah kau bawa di tangan kirimu itu?” tanya Bupati Gamal mulai penasaran. “Oh ini barang bukti, Pa. Tapi sebelum kuperlihatkan pada Papa. Aku mau melakukan pengakuan dosa dulu,” ujar Damar. Rima menyela ucapan sang anak. “Damar, pengakuan dosa apa sih kau maksud? Jangan buat Mama dan Papa penasaran. Cepat katakan pada kami sekarang!” Bupati Gamal menatap sang anak dengan tatapan tajam dan curiga. Ia merasa jika kabar buruk yang beredar tentang Damar itu benar adanya. “Ma, Pa, aku sudah menghamili seorang wanita dan aku mau bertanggungjawab dengan cara menikahinya segera,” ucap Damar to the point yang langsung membuat Rima melotot, sedangkan Gamal mengerutkan kening. “Damar, kau bercanda kan? Jangan bercanda!” sahut Rima tak percaya. “Ini buktinya,” cakap Damar seraya menyodorkan alat test pack di meja hingga membuat kedua orang tuanya terlonjak, terutama Rima yang langsung heboh sendiri sedangkan Gamal hanya terdiam sambil mengernyit dalam. “Damar, kau sudah gila apa? Bisa-bisanya sudah menghamili seorang wanita. Kau tidak waras? Kau mau terpaksa menikahinya begitu???” cecar Rima frustasi. “Ya Allah, Hamba masih belum siap menimang cucu secepat ini.” Gamal spontan bangkit dari tempat duduk sambil bergerak mendekati putranya seraya melayangkan tamparan cukup keras di pipi pria itu. PLAKKK!!! Damar pun tertampar oleh tangannya ayahnya yang tampak marah dengan perilaku sang anak. “Ternyata yang dikatakan oleh anak buahku benar adanya. Kau sengaja membawa seorang wanita ke apartemenmu untuk kau perkosa hingga hamil. Sungguh kau membawa citra buruk untukku. Dasar, b*****h!” gertak Bupati Gamal geram dengan ucapan sang anak. “Pa, Ma, makanya sekarang aku buat pengakuan dosa di sini. Aku terpaksa melakukannya karena aku mencintainya. Aku ingin memilikinya. Aku sanggup kehilangan dia karena mau dinikahi oleh pria lain. Dia harus jadi milikku, Pa. Harus!” tukas Damar yang sangat terobsesi pada Lashira hingga melakukan ini semua. Rima angkat bicara lagi. “Damar, tapi kau menghamili anak orang lain. Kalau kau dilaporkan ke kantor polisi bagaimana? Kau bisa menghancurkan citra papamu sendiri sebagai bupati di depan orang-orang. Kamu nggak mikir apa???” Damar berdecak. “Makanya Ma, aku ingin tanggung jawab sama dia. Dalam waktu dekat harus segera menikahinya. Aku minta restu kalian berdua tentang ini. Kumohon Papa dan Mama setuju untuk pernikahan kami. Ada keturunan Keluarga Pranata di rahimnya.” Bupati Gamal bersuara lagi. “Baiklah, kalau begitu. Katakan siapa dia dan siapa keluarganya. Papa akan berusaha membantumu untuk menikahkan kalian berdua. Ceritakan pada Papa dan Mama sekarang!” Damar mendesah lega. Meski Bupati Gamal adalah orang yang terkesan keras dan disiplin, mengenai kasih sayang pada anak tak perlu diragukan lagi. Ia tak ingin aib ini tersebar hingga keluar. Ingin nama baik keluarganya tetap terjaga dan mengusahakan agar Lashira dan Damar bisa segera menikah. Damar pun menjelaskan tentang Lashira dan keluarganya. Termasuk hubungannya dengan Aga Daneswara yang juga dikenal oleh kedua orang tuanya. Bupati Gamal dan istrinya Rima juga mengenal keluarga dokter Daneswara yang tersohor di Surabaya. “Jadi wanita yang mau kau nikahi itu adalah calon istri dari Aga Daneswara?” tanya Rima. “Iya, Ma. Aku takkan rela mereka menikah. Nggak akan pernah,” jawab Damar dengan mata berkilat. Sangat membenci musuhnya itu yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasih wanita yang dicintainya itu. Bupati Gamal lekas bersuara. “Kau tenang saja, Lashira Ghassani akan segera jadi menantuku. Aku tahu keluarganya. Terutama ibu tirinya itu yang haus akan harta. Apalagi keluarga kita berkuasa. Cepatlah atur waktu agar kita bisa mendatangi rumah mereka untuk melamar wanita itu.” Damar mengembangkan senyum bahagia. “Papa, terima kasih. Aku bahagia. Papa memang yang terbaik. Weekend besok saja, Pa, kita pergi ke rumahnya. Aku sudah nggak sabar tentang ini.” “Oke, lebih cepat lebih baik,” sahut Bupati Gamal yang menuruti kemauan putranya itu. Rima pun menyanggupi juga. “Ya sudah, sekarang kamu makan dulu ya, Damar. Sebelum tidur, kau harus makan dulu. Mama dan Papa harus tidur sebentar lagi,” pinta Rima. “Iya, Ma. Oke,” sahut Damar singkat. Kedua orang tuanya itu pun beranjak pergi dari sana untuk menuju kamar mereka. Satu per satu tujuan Damar terlaksana. Aga akan semakin dekat dengan kehancuran karena akan direbut paksa calon istri yang sudah dipacari selama 6 tahun itu. Beralih di kos-kosan, Lashira tampak susah tidur. Ia menangis tiada henti sambil mengelus-elus perutnya yang ada anak Damar di sana. Ia tak mampu berpikir jernih lagi. Ingin segera pulang ke rumah untuk meminta izin membatalkan lamaran dari Aga karena ia tengah mengandung anak Damar. Apakah rencananya berjalan lancar?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD