Part 2 - Kiriman Bekal

1811 Words
Dia bukan siapa-siapa tapi entah kenapa selalu bisa membuatku merasa spesial. -Panca Nugraha- ©©© Setelah kejadian sore tadi, Panca masih memikirkan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Jantungnya selalu saja berdetak aneh seperti tadi saat bersama gadis itu. Siapa namanya? Ah Aisa, Panca bahkan sudah hampir lupa namanya lagi. Aneh bukan? Jantungnya bisa berdetak sekencang itu pada gadis yang namanya saja sering dia lupakan. "Panca? Kok ngalamun?" tanya Aira, Ibu kandung Panca. Mendengar Ibunya berbicara, Panca menoleh. Sejak tadi matanya menatap layar kaca televisi namun pikirannya sama sekali tidak ada ditempatnya. "Huh? Emang iya?" "Kok malah balik tanya ke Mama? Kenapa sih? Ada masalah?" Panca menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Menurut Mama, aneh gak kalau jantung seseorang berdetak lebih cepat cuma karena senyum orang lain?" "Maksudnya? Kamu lagi jatuh cinta?" goda Aira. "Bukan! Panca bukan jatuh cinta, Ma. Panca juga gak tau kenapa bisa kayak orang kolaps gitu kalo deket sama dia. Menurut Mama aneh gak sih? Atau jangan-jangan Panca punya penyakit jantung?" tanya Panca bingung. "Kamu mah kalau ngomong asal gitu! Gak ada lah, Papa sama Mama aja sehat begini. Punya keturunan dari siapa kamu penyakit jantung?" ujar Aira memukul lengan Panca. "Ya Panca cuma tanya, Ma. Lagian Panca juga bingung kenapa bisa kayak gitu." "Ya kamu lagi jatuh cinta kali, Nak. Hal itu udah biasa kok buat orang yang lagi kasmaran." "Tapi Panca gak mungkin jatuh cinta, Ma." "Kok gak mungkin?" "Ya karena Panca udah punya pacar. Masa Panca jatuh cinta lagi." "Oh jadi Panca udah punya pacar tapi gak dikenalin ke Mama?"  "Ah Mama kok jadi bahas yang lain sih? Udah deh Panca ngantuk, Night Mam!" Aira hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat tingkah putra semata wayangnya itu. Semakin hari semakin aneh, itu yang ada dipikirannya. Keturunan siapa sih? ©©© Suasana kantin kampus sangatlah ramai. Seperti biasanya banyak anak-anak yang mengantri untuk membeli makan siang atau hanya sekedar nongki-nongki manja sambil bergosip. Di meja panjang sudut kantin, Panca bersama dengan beberapa teman sekelas maupun kelas lainnya tengah berbincang santai mengenai berbagai hal di kampus, contohnya saja tentang maba wanita mana yang cantik-cantik dan mempunyai peluang untuk didekati. Setiap mendengar teman-temannya yang sangat antusias menceritakan maba incaran mereka, Panca hanya tertawa. Kenapa teman-temannya ini menjadi seperti janda yang haus akan belaian? "Ah gebetan gue lebih bohay cuy! Body-nya beuh... Kayak gitar spanyol." ujar Rifki salah satu mahasiswa yang satu kelas dengan Panca. "Alah body doang kayak gitar spanyol, tapi muka gak natural. Make up tebel banget begitu, kayak pemain reog tau gak? Yang mukanya topeng semua aslinya gak keliatan." sahut Dani, teman Panca yang satu eskul pecint alam dengannya. "Bener tuh. Tau-tau pas dihapus make up-nya jadi mirip mpok atik Haha..." ujar Panca. "Syialan lo pada!" "Gebetan gue dong, Rif! Mukanya natural tanpa make up, masih unyu-unyu kayak bayi baru lahiran." ujar Patra, satu kelas dengan Panca. "Justru kayak lo gitu nanti bahaya, Pat. Waktu lo jalan sama dia bukannya kayak orang pacaran, malah jadi kayak bapak sama anak. Secara mukanya dia unyuk kayak bayi baru lahir, sedangkan lo udah kayak duda beranak-pinak." "Anjuu lo!!" Mendengar guyonan itu, yang lain tertawa keras membuat kantin yang masih ramai menjadi semakin ramai. Panca yang masih dengan sisa tawanya menatap kerumunan anak-anak yang berada di beberapa stand untuk mengantri, lalu matanya menangkap siluet tubuh gadis yang selalu membuat jantungbya ketar-ketir. Tawanya seketika menghilang digantikan dengan debaran di dadanya yang semakin cepat. Panca menghela nafasnya kasar, berusaha menghilangkan dag-dig-dug anehnya. Namun bukannya berhenti justru debaran itu semakin mempercepat saat gadis itu menangkap tatapannya lalu kemudian tersenyum dan berjalan ke arahnya. Panca menyangga dahinya menunduk ke bawah menggunakan tangan sambil mengucapkan kata istighfar berkali-kali. Berkomat-kamit seperti ingin mengusir setan-setan pergi. Tapi masalahnya, setan yang satu ini memiliki wajah polos imut tanpa dosa sama sekali sedangkan yang namanya setan mana ada yang tidak punya dosa? Dimana-mana setan itu pasti banyak dosanya, mengganggu manusia. Lalu gadis ini harus dia panggil apa? Terlihat begitu suci tapi sangat menggoda ketahanan dirinya. "Ngapa lo begitu?" tanya Dirga yang juga ada disana sejak tadi. "Sakit lo, Pan?" tambah Rifki. "Assalamu'alaikum." suara lembut gadis tadi terdengar jelas. "Wa'alaikumsallam." jawab mereka serempak. "Masyaallah, ternyata bidadari itu beneran ada yah?" gumam Rifki. "Paan sih lo! Norak banget." ejek Dani. "Kayangannya satu komplek sama mimi peri gak dek? Soalnya kamu sama dia bedanya jauh kayak hati kita yang masih otw bersatu." ujar Rifki yang sekarang sudah seperti cacing kepanasan. "Gombalan lo basi sama kayak ketek lo!" ujar Patra jengah. "Syirik tanda tak mampu. Ibarat kata pepatah, biarlah anjing menggonggong." "Wah songong nih bocah! Yang kayak beginian gue seniornya, tarijem." "Husttt! Brisik bae lo pada. Kamu yang kemarin itu kan? Ada apa kesini?"ujar Dirga. "Mau kasih bekal makan buat Mas itu. Kemarin kan udah bantu Ais, jadi ini buat tanda terima kasih dari Ais, Kak." ujar Aisa yang tadi sempat kebingungan melihat perkataan aneh senior didepannya. Sontak semua mata yang ada di meja menatap pada lelaki yang masih saja menundukkan kepala. Mereka saling melirik satu sama lain sambil bertanya-tanya. Panca yang sadar bahwa dirinya sudah harus berbicara akhirnya mendongak. Seketika tatapannya langsung bersinggungan dengan gadis bernama Aisa itu. Panca bahkan sempat menahan nafas saat gadis itu tersenyum ramah padanya. Panca menggelengkan kepalanya mengusir pusing yang tiba-tiba melandanya. "Wah gila lo, Pan! Ternyata lo udah duluan *tp-tp sama maba yah? Mana bening begini lagi." ujar Dani. *tebar pesona "Inget status! Inget!" sahut Rifki melirik Panca. "Lo pada ngebacot lagi gue sumpel pake kaos kaki gue nih! Liat aja!" "Diem gue mah. Diem kok nih! Gue kunci nih mulut." ujar Rifki panik. Kenapa mereka langsung ketakutan? Masalahnya pernah Dani mencoba mencium kaos kaki dari Panca karena mengejek lelaki itu dan berakhir meriang selama tiga hari tiga malam. Buseet! Itu kaos kaki apa obat tidur. Mantep bener melebihi obat bius dari ahli kedokteran. "Mas ini dengerin dulu atuh. Dari tadi Ais mau ngomong kok susah banget sih." ujar Aisa gemas. "Iya iya, lo mau apa lagi sih boncel?" "Kok boncel? Mas ini dari pertama ketemu kok ya suka banget ganti-ganti nama Ais. Kan udah Ais kasih tau namanya tuh Aisa, bukan boncel." "Hadehh! Lagian suruh siapa badan imut begitu kayak semut." "Semut makannya gula, Mas. Kalau Ais makannya bukan gula tapi nasi, kalau sayur sama lauknya sih biasanya ganti-ganti. Sesuai selera." Teman-teman Panca langsung tertawa mendengar penuturan polos yang keluar dari mulut Aisa. Sedangkan Panca sendiri sudah speechles antara gemas dan gedheg. "Yaudah, Ais mau apa kesini?" tanya Panca sambil menghela nafas sementara temannya menahan tawa. "Ais bawain bekal makan buat Mas, sebagai tanda terima kasih udah bantuin Ais kemarin." "Lo bisa berhenti panggil gue Mas gak? Lo panggil mereka aja Kak, kenapa ke gue jadi Mas?" "Hahaha... Muka lo udah kayak Mas-Mas kali Pan" ujar Rifki. "Masih gue pantau. Liat aja, Rif." ujar Panca membuat Rifki menutup mulutnya. "Oh iya, Ais lupa. Maaf Mas.. Eh Kak maksudnya. Tapi ngomong-ngomong, Ais belum tau nama Kakak. Siapa yah?" "Lo dari kemarin gak tau gue siapa? Udah gue tolong masih gak tau nama gue siapa?" tanya Panca heran. "Makanya Ais tanya ini, kalau udah tau mah gak usah tanya lagi Ais." "Panca Nugraha, dek. Namanya Panca, kalau gue pasti lo kenal kan?" sahut Dirga menjawab. "Kak Dirga bukan?" "Seratus buat lo! Wah ternyata gue jauh lebih terkenal dari lo, Pan." "Lo pembimbingnya dia b**o! Ya kali dia gak tau siapa lo. Ngomong-ngomong soal bekal, gak usah deh. Itu mending buat lo aja makan siang. Gue udah pesan kok." tolak Panca. "Aisa udah bawa bekal, Kak. Ini juga Aisa yang masak sendiri. Kalau gak dimakan nanti mubazir dong." ujar Aisa. "Waw Adek masak sendiri? Yaudah sini buat Akang Rifki aja kalo Panca gak mau. Sayang kan mubazir?" sahut Rifki sambil mengulurkan tangan mengambilnya. Plak! "Bekal buat gue, kenapa jadi mau lo embat!! Sini biar gue makan, ntar pesenan gue biar dimakan sama yang lain." ujar Panca memukul tangan Rifki. "Alah alesannya udah pesan tapi nyatanya diembat juga akhirannya." gerutu Rifki. Belum sempat Panca maupun Aisa berucap, seorang wanita berambut panjang dengan pakaian modis duduk memepet Panca yang sekarang menjadi bersebelahan dengan wanita itu. Rifki yang duduk disebelahnya bahkan sampai tergeser dari kursi, karena dia duduk di ujung jadi otomatis saat wanita itu datang dia jadi terjerembab ke lantai. "Astaga Anes!! Lo kebangetan yah jadi cewe?! Liat-liat dong kalo mau duduk. Main asal serobot aja lo!" ujar Rifki kesal dengan posisi masih sama bahkan banyak yang melihat ikut tertawa. "Ya lagian lo duduk di sebelah pacar gue! Ya maap kalo gue gak liat lo yang bagaikan kutu beras." jawab Anes acuh. Anestia Rameswara, gadis berwajah manis serta memiliki kulit putih itu sudah menjadi pacar Panca hampir satu tahun. Mereka bertemu saat bertemu di acara turnamen basket yang dimana gadis itu menjadi salah satu pemainnya. Saat itu Dirga yang mengenalkan mereka dan kemudian berlanjut sampai ke tahap seperti sekarang. "Dasar cewek bengal!" gerutu Rifki. "Eh apaan nih? Kamu bawa bekal, Yang?" tanya Anes pada Panca. "Gak, dikasih sama dia." jawab Panca yang tengah membuka bekal lalu menunjuk Aisa. Anes mengerutkan keningnya saat melihat Aisa yang saat ini justru tengah tersenyum manis tanpa terganggu pada tatapan tajamnya. Memangnya sejak kapan tatapan penuh kemarahan berubah menjadi sebuah guyonan? "Lo yang kasih pacar gue bekal?" "Iya, soalnya kemarin..." "Lain kali gak usah ngasih apapun buat pacar gue, apalagi bekal kayak gini. Lo pikir dia anak TK?" Aisa yang mendengarnya justru tertawa, "Kakak nih suka bercanda yah? Masa udah segede gini dibilang anak TK ih gak pantes atuh, Kak." "Lo..." "Lagipula Kak, Ais ngasih makanan ke Mas.. Eh Kak Panca itu karena dia teh udah tolongin Ais kemarin. Itu sebagai tanda terima kasih doang. Yaudah yah, Ais mau balik ke kelas. Bekal Ais juga belum dimakan soalnya. Assalamua'allaikum Kakak sekalian." "Wa'alaikumsallam." jawab mereka semua serempak. "Penggemar lo kok rada-rada sih, Pan?" ujar Anes pada kekasihnya yang sibuk memakan bekal dari Aisa. "Dari sananya udah polos, saking polosnya malah jadi kayak orang b**o gitu. Satu lagi, dia bukan penggemar gue." jawab Panca mengunyah ayam yang tadi dia makan. "Iya bukan penggemar, tapi gebetan barunya Panca." Seketika sebuah sepatu melayang ke kepala Rifki yang baru saja selesai berbicara. Panca yang ternyata langsung melepaskan sepatu kala lelaki itu tengah berbicara dan langsung melemparkannya tepat ke dahi temannya itu. Rifki mengaduh kesakitan sambil meringis takut pada Panca yang sekarang sudah melotot padanya. "Awas lo kalo sampai cari gebetan baru! Gue lempar bolak-balik pake bola basket ntar." ujar Anes pada Panca ikut memakan bekal tadi. "Mulut anaconda lo percaya. Kemakan ntar lo sama dia." jawab Panca santai kembali memakan bekalnya setelah meminta sepatunya kembali. Sementara temannya yang lain masih melanjutkan mengejek Rifki, Panca masih serius memakan bekal dari gadis itu. Entah karena dia yang kelaparan atau memang masakan gadis itu enak. Padahal sayurnya sangat sederhana, yaitu sayur kacang dengan lauk ayam goreng tapi entah kenapa dia menjadi merasa spesial dengan perlakuan Aisa yang membawakannya bekal makan siang dari masakannya sendiri. Ah... Mungkin dirinya memang benar-benar sudah gila. ©©© TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD