Katanya senyum itu ibadah, tapi bagi gue senyumnya mengalihkan duniaku.
Panca Nugraha
©©©
Siulan Panca Terdengar di lorong kampus. Dia berjalan dengan santainya tanpa menghiraukan orang-orang yang terkadang meliriknya. Sore ini dia baru saja menyelesaikan jam kuliahnya. Hari ini dia memang masuk pukul delapan pagi namun karena berbagai macam alasan kemalasannya, dia datang pukul setengah sembilan lewat. Panca memasuki lorong kampus yang harus melewati lapangan tempat dimana para mahasiswa/i tengah melakukan ospek bersama dengan senior mereka.
Langkah Panca terhenti saat salah satu temannya yang ikut membantu mengospek maba itu datang menghampirinya. Ganda Dirga Mahesa, salah satu mahasiswa seangkatan dirinya yang mungkin menjadi salah satu senior pujaan bagi anak-anak baru itu. Kenapa? Lelaki itu memiliki wajah yang tampan walaupun terkadang terlihat sangat tegas namun tetap saja banyak dari adik-adik tingkat mereka yang mengejar-ejar seorang Dirga.
"Woi Panca!"
"Woi, widih masih aja lo jadi kakak-kakak galak buat maba." sahut Panca sambil memberikan high five pada lelaki itu.
"Masih lah, lo sendiri kenapa sih gak mau ikut gabung waktu ditawarin?"
"Males gue ngurusin begituan, ngurusin hidup gue aja masih belum bener."
"Hahaha... Ada-ada aja lo, Pan. Mau balik?"
"Yoi, gue males sebenernya masuk pagi gini mending siang balik sore-an gapapa deh."
"Gak biasanya lo males, biasanya paling rajin masuk buat ngajak dosen debat." goda Dirga sambil terkekeh.
"Males debat gue kalo masuk pagi, biarin lah tuh dosen kangen sama bacotan gue hari ini."
"Pedenya dikurangin pak!"
Panca ikut tertawa mendengar guyonan Dirga, lalu matanya menelusuri ke tengah lapangan. Matahari sudah mulai naik dan tidak membuat mahasiswa/i baru kepanasan. Mata Panca kemudian menyipit saat melihat satu gadis yang pernah dia temui di lift dua hari yang lalu. Gadis itu berada dibarisan paling depan dengan kerudung sedadanya. Panca melihat gadis itu seperti beberapa kali ingin berdiri namun selalu tidak jadi lagi. Memangnya kenapa?
Sesaat kemudian suara bentakan dari salah satu senior wanita terdengar. Gadis itu terlihat menunduk karena bentakan itu. Dirga yang mendengarnya juga ikut menoleh sambil mengerutkan keningnya. Dia pamit pada Panca lalu segera berlari kecil ke arah senior wanita itu. Panca yang penasaran akhirnya diam disana dan menunggu apa yang terjadi pada gadis senyuman maut itu.
"Kenapa sih, Ngel?" tanya Dirga.
"Ini nih, mahasiswi songong! Masa dia gak mau ngikutin games ini, yang lainnya aja mau kok gak protes. Belagunya minta ampun!" omel Angel.
"Beneran?" tanya Dirga pada gadis yang menunduk itu.
"Maaf kak, bukannya saya menolak tapi, saya punya alasan untuk menolaknya."
"Alah banyak alasan lo!! Kalo gak mau ya bilang aja gak perlu banyak bacot!"
"Ngel!"
"Gini nih Ga, contoh mahasiswi yang harus dikerasin! Baru disuruh kayak gini aja gak mau. Dasar manja! Kamu baru masuk loh yah! Dulu gue aja pernah ngelakuin lebih dari gini waktu ospek. Lo dengan enaknya bilang gak mau ngelakuin ini?! Emang lo anak presiden hah? Anak presiden aja belum tentu belagu kayak lo gini!"
"Saya gak belagu kak. Saya menolak juga karena alasannya kuat kok."
"Alasan lo itu gak masuk akal tau gak?!"
"Maaf ya kak! Alasan mengikuti aturan agama saya menurut saya itu bukan gak masuk akal. Itu udah menjadi kewajiban bagi setiap umat muslim." jawab gadis itu lugas.
"Ini sebenarnya apa sih yang diributin?" tanya Dirga keras.
"Saya gak mau diharuskan meminum minuman dengan sedotan bekas seorang lelaki. Kalau sedotan itu bekas seorang wanita, saya terima kak. Saya bukannya gak menghormati jalannya ospek ini. Saya harap kakak sekalian mau memaklumi."
"Ck! Kalo gitu kenapa gak ngomong dari tadi?! Gue kan bisa pindahin lo ke barisan awal. Mulut lo kenapa diem aja?! Gue bukan Roy Kiyoshi yang bisa baca pikiran lo. Makanya ngomong!!" bentak Angel.
"Saya udah mau ngomong kak! Tapi kakak gak ijinin saya untuk bicara. Kakak langsung kasih minuman itu ke anak barisan awal dan itu laki-laki. Saya harus menolak gimana lagi kalau udah seperti itu?"
"Udah deh alasannya! Lo itu jawab aja yah kalo dibilangin! Maju sini lo!"
"Ngel, dia gak salah. Kita yang salah. Harusnya kita yang tanya dulu dari awal, tapi kita gak ngelakuin itu." ujar Siska salah satu senior disana juga.
"Oh jadi lo mau belain dia gitu? Lo mau bilang kalau ini salah gue?"
"Ya emang itu salah lo! Jujur gue sepaham sama dia, dari tadi emang lo gak kasih mereka kesempatan untuk bicara kok."
"Mereka bisa yah nyela omongan gue! Jangan diem aja bisanya! Dan lo juga dari tadi ngapain?! Giliran gini aja lo mulai nyalahin gue!"
"Udah dong! Gak enak diliatin sama adik-adik tingkat kita gini!" pisah Dirga.
"Iya udahlah Ngel, jangan diperbesar masalahnya." tambah Rio.
"Yang memperbesar itu siapa?! Nih cewe yang mulai duluan yah! Dasar sok cantik!"
"Kok lo jadi ngomongin gue gitu sih! Mereka nyela lo aja lo udah sok tegas kayak kebakaran jenggot. Giliran diberi masukan gak mau. Sok bener lo!" cecat Siska lalu pergi dari tempat itu kesal.
"Kurang ajar tuh orang!!" geram Angel.
"Ngel, bisa udahan marahnya?! Lo norak tau gak marah-marah kaya gini!"
"Brisik lo, Ga! Eh lo, sini maju! Jangan pikir lo bisa kabur dari hukuman gak ikut ospek ini yah!"
"Hukuman?" tanya lirih gadis itu.
"Ya iyalah! Lo lari 10 kali putaran sekarang."
"Sepuluh kak?"
"Iya udah cepet! Jangan banyak tanya deh."
Dirga dan yang lainnya menghela nafas. Yohanes Angela Dwiyanti, senior aktif yang juga masuk dalam orgnisasi BEM itu memang dikenal orang yang galak. Dia sudah terkenal dengan gayanya yang tegas dan sombong. Dia juga gadia yang sukar untuk menerima kekalahan, maka dari itu dia bersikap seakan menunjukkan bahwa dialah pemimpinnya dan menunjukkan bahwa dia itu selalu benar. Wanita dengan segala egonya.
Sedangkan gadis yang tadi menjadi sasaran amukan Angela sekarang dengan terpaksa mengikuti kemauan dari seniornya itu. Dia mulai berlari mengelilingi lapangan yang masih panas karena sekarang bahkan masih pukul setengah tiga siang. Celana olahraga kebesarannya serta baju lengan panjang yang menjuntai sampi pertengahan paha mulai dibasahi keringat. Begitu juga rambut yang tertutup oleh kerudung panjangnya sudah terasa sangat lembab.
Ditengah langkahnya yang masih berlari, dia mendongak terkejut saat melihat seorang lelaki tengah berdiri menghadangnya. Dia berhenti bahkan mundur dua langkah mengatur jaraknya. Nafasnya masih terengah akibat larinya tadi yang dia sendiri saja lupa sudah berapa kali. Lelaki dihadapannya memandangnya dengan sangat tajam membuat gadis itu tidak sanggup menatap mata lelaki itu.
"Maaf kak! Saya gak tau Kakak berdiri disitu tadi. Permisi."
"Berhenti!"
Langkah gadis itu terhenti mendengar perintah lelaki tadi.
"Maaf?"
"Lo diem disini! Jangan bergerak!"
"Tapi..."
"Gue bilang diem disini!"
Lelaki itu bebalik menghadap ke arah senior yang sekarang tengah melanjutkan games yang tadi sempat tertunda. Sementara gadis tadi diam menuruti perkataan lelaki itu. Entah dia yang terlalu bodoh atau polos, disuruh seperti itu saja dia langsung melaksanakannya.
"WOI SENIOR NORAK! IYA, LO YANG TADI MARAH-MARAH KAYAK ORANG KESURUPAN!" teriak lelaki itu sambil menunjuk senior wanita yang memarahinya.
"Panca?" jawab Angela bingung.
"Kalian semua yang merasa Senior! Maju sini ke hadapan gue!" bentak Panca sekali lagi.
Panca Nugraha adalah mahasiswa terkenal dengan kenekatannya. Dia terkenal dengan seorang yang kritis dan selalu melakukan hal yang menurutnya benar tanpa pandang bulu. Maka dari itu banyak anak-anak lain sedikit takut jika berhadapan dengannya. Bukan hanya karena dia dekat dengan banyak dosen, namun rektor dari kampus ini juga masih ada hubungan saudara dengan lelaki itu. Walaupun tidak pernah ada yang melihat interaksi intim diantara mereka berdua namun dengan nama belakang Nugraha yang sama, semua orang sudah tahu hubungan mereka. Bahkan berita ini menyebar karena salah satu Dosen yang keceplosan berbicara di depan mahasiswanya sendiri.
Saat itulah Panca marah dengan sikap Dosen itu yang sepertinya sangat tidak terpuji sama sekali. Dosen itu menganggap Panca remeh karena dia masih satu saudara dengan sang Rektor dan menganggap dirinya masuk ke kampus ini karena bantuan dari Rektor tersebut. Saat mendengar beritanya, Panca langsung mendatangi sang Dosen dan meminta penjelasan mengenai rumor yang beredar. Dia bahkan berbicara sangat lugas di ruang Dosen yang juga dilihat oleh Dosen lainnya disana. Sejak saat itu Panca mulai dikenal dengan mahasiswa berbahaya yang akan melakukan apapun asalkan dia benar.
Senior lainnya ikut maju menghampiri Panca dipinggir lapangan. Mereka sudah ketar-ketir sendiri, takut diospek oleh lelaki itu dihadapan maba yang saat ini tengah diospek juga oleh mereka sendiri. Itu pasti akan sangat memalukan. Niat mempermalukan maba malah mereka sendiri yang dipermalukan. Rasanya seperti senjata makan tuan.
"Lo pada punya otak gak sih?" ujar Panca berusaha tidak meninggikan suaranya menahan maba ditengah lapangan mendengar.
"Kok lo tanyanya kayak gitu, Pan?" tanya Rio.
"Ya iyalah gue tanya kayak gitu, orang yang gak salah apapun pada lo hukum! Lo pada bisa mikir gak?"
"Tau darimana lo dia gak salah? Pan, dia itu mau menghindar dari kegiatan ospek. Keliatan banget dia mau kabur makanya banyak alasan!" ujar Angel.
"Lo budeg apa gimana?! Dia udah kasih tau alasannya dengan jelas, bukan sengaja dia mengurangi rasa hormatnya sama lo semua, tapi dia emang gak bisa karena aturan agama yang dia pegang teguh. Kenapa lo masih aja cari-cari kesalahannya?! Dimana letak kesalahan dari menaati perintah agamanya sendiri? Tolong kasih tau gue karena gue sama sekali gak paham sama pemikiran kalian!" ujar Panca geram.
Tidak ada jawaban yang muncul dari mereka semua termasuk Angela yang sepertinya kesusahan untuk menjawab.
"Gue tau lo siapa. Angela, wakil ketua BEM yang pernah gak terima karena kalah suara dari Anggara kan? Masih aja jadi orang sok sampai sekarang. Gue tau mungkin lo emang gak paham apa aja aturan yang ada dalam islam, karena itu lo berpikir yang dilakuin sama nih cewe itu aneh dan gak masuk akal. Tapi lo bisa kan, menghargai dia yang memegang prinsip dari agamanya sendiri? Jangan asal judge orang ini-itu sembarangan. Itu mulut harus lo jaga, jangan semua kalimat yang keluar gak lo saring dulu."
"Gue cuma bersikap tegas ke semua maba supaya mereka gak menyepelekan ospek ini, Pan." jawab Angela yang masih kekeh.
"Gue ngerti! Tapi lo kan punya otak! Kenapa gak dipake dulu buat saring perkataan dia? Atau perkataan gue deh, udah masuk belum ke otak lo? Yang namanya agama itu beda-beda aturannya. Agama lo dengan aturannya dan agama dia dengan aturannya. Masih tetep kekeh ngerasa lo benar?"
Angela terdiam sebentar, "gue belum ngerti bagian mana gue salahnya."
"Wah setan!! Emosi gue jadinya gue sama lo yah!"
"Mas, udah gak perlu sampai ribut lagi. Saya terima hukumannya kok."
"Lo gue suruh diem juga! Udah diem aja lo disitu."
Gadis tadi mengerjapkan matanya beberapa kali seperti orang linglung.
"Dengerin gue Angela setan! Eits... Jangan nyela gue dulu. Di hp gue sekarang udah ada rekaman lo yang bersikap diskriminatif sama maba. Lo mau ini video gue sebar dan sampai ke telinga para dosen, atau lo mau mengakui kesalahan lo dan minta maaf ke dia? Gue masih baik dengan kasih lo pilihan." ujar Panca menunjukkan ponselnya.
"Ngel, udah ngaku aja kalau lo emang salah." dorong Dirga.
"Kasih gue penjelasan lebih kenapa gue salah?!" bentak Angela panik.
"Kak, saya itu seorang muslim dan di dalam muslim banyak sekali peraturan yang harus ditaati. Salah satunya adalah menutup aurat atau mengenakan hijab lalu menghindari kontak fisik bersama lawan jenisnya. Saya memang belum menjadi muslim yang sempurna tapi saya sedang mencoba menyempurnakan agama saya. Mungkin mba hanya tau muslim itu yang mengenakan hijab saja, tapi sebenarnya masih ada banyak aturan-aturan dalam islam. Seperti itu, jadi saya bukan ingin kabur dari ospek ini. Saya minta maaf sudah membuat Kakak marah karena penolakan saya." jelas gadis di belakang Panca mencoba berbicara pelan.
"Tuh! Paham gak lo?" tambah Panca.
Angela tampak berpikir setelah mendengar penuturan dari gadis yang baru saja dia marahi. Dia terlihat sedikit menyesal dari wajahnya.
"Sorry. Mungkin gue terlalu terbawa emosi tadi. Maaf kalau gue terlihat kurang menghargai lo dan agama lo." ujar Angela mengalah.
"Dari tadi kek!" sahut Panca.
"Gapapa, Kak. Mungkin lain kali harus bisa lebih respect ke orang seperti saya."
"Pan, gue minta tolong jangan sebarin video itu. Gue ngaku salah kok."
"Cih! Liat mood gue nanti, bye!"
Panca yang melihat masalah selesai langsung bergegas pergi dari tempat itu. Setidaknya dia harua menghindari menatap gadis yang baru saja dia bantu tadi. Gawat kalau sampai gadis itu tersenyum! Bisa kumat penyakit jantungnya nanti. Panca kembali menyusuri lorong kampus menuju ke parkiran tempat motornya di parkir.
Sebenarnya masalah tadi cukup mudah diatasi tanpa dirinya harus turun tangan kalau Senior lain ikut membantu berbicara, namun sayangnya harus dia lebih dulu yang memulai.
"Mas! Tunggu!"
Aduh! Panca terhenti sambil memejamkan matanya gemas. Dia sudah berusaha untuk kabur, kenapa masih saja bisa tersusul oleh gadis pendek itu sih?
"Gue bukan tukang ojek, please berhenti panggil gue Mas." ujar Panca sambil berbalik.
"Maaf, udah kebiasaan hehe..."
Ya Allah, jaga kesehatan jantung ini.
"Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Panca ketus.
"Mas masih kenal aku kan? Yang waktu itu di lift?"
"Hm"
"Makasih yah, udah mau bantu Aisa. Gak nyangka loh, Mas ternyata baik juga."
Ooh namanya Aisa?
"Lo pikir awalnya gue penjahat gitu?"
"Bukan gitu sih, agak sedikit menakutkan aja."
Panca mendengus mendengar penuturan gadis itu. Apa sih yang menakutkan dari dirinya? Perasaan tampangnya tidak jauh beda dengan artis-artis korea.
"Lo cuma mau ngomong itu doang?"
"Iya. Ais sekali lagi mau terima kasih sama Mas yang udah bantu jelasin ke Kak Angel. Oh iya, videonya jangan disebarin yah? Kasihan Kak Angel, Mas."
"Iya iya! Bawel amat lo. Udah sana balik ke lapangan! Nanti dihukum lagi lo." usir Panca.
"Iya, ini Ais mau balik. Hati-hati dijalan yah, Mas. Makasih sekali lagi." ujar Aisa melambaikan tangan sambil tersenyum.
Panca melihat gadis itu sudah berbalik dan pergi menjauh dari dirinya. Entah kenapa seketika kaki Panca terasa lemas. Tangan kanannya menyangga pada dinding sambil tangan kiri meraba dadanya. Dia menggelengkan kepala dan mengatur nafasnya agar debaran jantungnya bisa kembali berdetak dengan normal.
"Ini gue kenapa bisa jadi kayak orang kolaps gini kalo deketan sama dia? Apalagi senyumnya. Udah gila nih gue."
©©©
TBC